Dalam konteks Pilkada, hal utama yang menjadi faktor penentu, tak bisa kita pungkiri adalah kekuatan uang. Ketika engkau punya uang, maka kualitas dan kapabilitas menjadi hal nomor terakhir yang diperhitungkan, saya yakin ini banyak terjadi di daerah lain bukan saja di daerah saya.
Timbul pertanyaan, apa sih yang dicari dengan menjadi kepala daerah, hingga harus mengeluarkan biaya yang begitu besar, mulai dari atribut kampanye, tim sukses, biaya sosialisasi termasuk mendatangkan artis papan atas dll.
Belum lagi eksekusi terakhir yang disebut dengan serangan fajar berapa besar dana yang dibutuhkan, sebagai gambaran untuk pemilihan gubernur dengan jumlah pemilih sekitar 2,7 juta berapa banyak rupiah yang dibutuhkan jika satu suara ada yang dihargai 200 ribu.
Kepemimpinan itu seharusnya dibangun atas dasar konsensus nilai-nilai kearifan lokal. Nilai dari kultur dan kearifan lokal tentu merupakan entitas yang tidak bisa terpinggirkan dari sebuah kepemimpinan, apalagi jika itu dikaitkan dengan jalan money politik.
Tetapi dalam kenyataannya, kesadaran untuk menggali nilai-nilai budaya dan kehidupan sosial masyarakat untuk membangun solidaritas dirusak dengan ambisi harus menang, sehingga terkadang bukan hanya melahirkan friksi di masyarakat tetapi bisa lebih jauh dari itu.
Menjadi pemimpin merupakan suatu amanah dan itu adalah tugas yang sangat mulia. Maka memilih pemimpin haruslah secerdas dan secermat mungkin, jangan sampai menjerumuskannya ke dalam kenistaan dan menjerumuskan masyarakat je dalam kesengsaraan akibat salah memilih pemimpin.
Pilkada serentak sudah di depan mata, tugas kita sebagai pemilih hanya datang ke tempat pemilihan, daftar, menunggu dan kemudian mencoblos pilihan di bilik suara dan selesai. Seluruh prosesnya tak memakan waktu yang lama, tak sampai lima menit, kecuali mungkin saat antrian menunggu panggilan untuk mencoblos.
Namun, dari proses yang singkat itu akan memberi dampak jangka panjang yang mungkin saja disyukuri oleh masyarakat, tetapi bisa jadi juga disesali oleh masyarakat setidaknya selama lima tahun.
Sebenarnya tidak susah memilih pemimpin, tinggal melihat bagaimana track record atau rekam jejak setiap calon, apa latar belakangnya, apa pengalamannya, bagaimana pemahamannya atas nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.
Visi misi dan juga debat kandidat hanya sebagai pelengkap dari kriteria yang disebut di atas. Visi dan misi bisa saja merupakan produk literasi yang gampang dibuat oleh ahlinya, begitu juga debat kandidat, kepiawaian berdebat bukan berarti menguasai persoalan kepemimpinan yang dibutuhkan.
Di minggu tenang ini, adalah momentum kita untuk merenungi apa dan siapa pemimpin yang dibutuhkan oleh daerah kita. Yang pertama coret money politic dari daftar penilaian.