Sejak masuknya Islam ke Indonesia telah terjadi peleburan antara budaya dan ajaran agama Islam, yang mana hal ini menjadikan Indonesia kaya akan tradisi-tradisi keagamaan. Termasuk dalam hal tradisi menyambut bulan Ramadhan, setiap daerah di Indonesia memiliki keunikan tersendiri dan ini tentu menjadi kekayaan khasanah budaya yang kita miliki.
Sama halnya dengan masyarakat suku Muna di Sulawesi Tenggara, yang memiliki satu tradisi menyambut datangnya bulan Ramadhan yang dinamakan tradisi Tembaha Wula. Tradisi ini telah berlangsung sejak abad ke- XV, saat masyarakat Pulau Muna mulai mengenal dan menganut agama Islam.
Tembaha Wula yang hingga kini masih tetap lestari, meski telah ada beberapa penyesuaian sesuai dengan kondisi perkembangan jaman. Secara bahasa Tembaha Wula berarti Menembak Bulan, dimana penamaan ini merujuk pada praktek dalam pelaksanaan ritual Tembaha Wula tersebut.
Tradisi ini dalam kebiasaan masyarakat suku Muna, sejak era kerajaan dulu yang juga sebagai pusat keagamaan, ritual ini diselenggarakan di Masjid Muna yang terletak di dalam kawasan benteng kerajaan.
Ritual Tembaha Wula dilaksanakan di malam pertama bulan Ramadhan yang merupakan pertanda bahwa puasa sudah akan dimulai pada esok harinya.
Tembaha Wula ini dilakukan dengan menembak ke arah bulan di langit dengan menggunakan meriam bambu rakitan. Bahkan dulunya pernah menggunakan meriam sungguhan.
Hal ini dimaksudkan agar menghasilkan suara dentuman keras yang dijadikan sebagai tanda peringatan atau pengumuman kepada seluruh masyarakat bahwa awal puasa Ramadhan akan dimulai pada esok hari.
Dalam pelaksanaannya prosesi Tembaha Wula itu dilakukan oleh seorang tetua. Posisi dan arah hadap meriam ditentukan dengan perhitungan tersendiri. Demikian pula halnya dengan cara menentukan kapan waktu pelaksanaan ritual Tembaha Wula, mereka memiliki perhitungan tersendiri.
Metode yang mereka lakukan untuk penentuan awal Ramadhan ini berdasarkan pada perhitungan bulan, yang mungkin sama dengan metode hisab wujudul hilal yang biasa digunakan kalangan Muhammadiyah.
Namun, sekarang pelaksanaan tradisi Tembaha Wula selain ada yang masih menggunakan metode hisab ada juga yang menyesuaikan dengan keputusan pemerintah yang mendasarkannya pada rukyatul hilal atau pengamatan dan penglihatan bulan secara langsung.