Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Suka Duka KPPS, Data Semrawut, dan Cerita Serangan Fajar

13 Februari 2024   21:43 Diperbarui: 14 Februari 2024   17:03 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehari menjelang pelaksanaan pemilu dan dalam situasi minggu tenang, masih tetap kondusif. Geliat pemilu yang tadinya hingar bingar di ruang publik kini beralih ke ruang-ruang terbatas, dalam rangka cooling down. Partai politik, para caleg dan tim sukses kini berfokus pada evaluasi plus minus dari strategi yang telah berjalan.

Kesibukan yang terasa di fase minggu tenang itu kini beralih pada mereka-mereka yang bertugas dalam pelaksanaan pemilu dan terutama disini adalah petugas KPPS. Banyak hal-hal yang sebenarnya perlu menjadi perhatian agar pelaksanaan pemilu terutama yang terkait dengan beban tugas KPPS agar dapat berjalan dengan lancar.

Yang pertama, (dan) ini adalah hal yang selalu terjadi dan berulang dari pemilihan-pemilihan sebelumnya, yaitu kesemrawutan DPT. DPT yang berdasarkan data kependudukan terpadu dari Catatan Sipil (Capil) seharusnya sinkron antara nama, alamat dan lokasi tempat memilih (TPS), namun dalam kenyataannya tidak seperti itu.

Di tempat saya, dan saya yakin di tempat lain pun akan hampir sama situasinya. Walaupun saya sudah tidak terlibat lagi secara langsung dalam kegiatan pemilu ini. Namun sebagai ketua RT saya juga disibukan dengan urusan daftar nama warga di DPT yang banyak tidak sesuai dengan domisili mereka.

Anggota KPPS di RT saya kebingungan dengan banyaknya nama yang mereka tidak kenal dan tidak ditemukan saat mendistribusikan formulir C6 atau surat panggilan untuk memilih. Setelah saya cek terdapat lebih dari 10% nama berasal dari RT/RW yang jauh dari wilayah RT kami.

Selain itu juga terdapat nama warga yang sudah lama pindah, ada juga yang sudah meninggal, kemudian ada warga pindahan entah darimana, punya alamat di RT saya tapi sama sekali tidak saya kenali.

Terkait masalah ini, tentang yang sudah pindah juga yang meninggal dunia tapi kok tetap masuk ke daftar, ini lebih karena kelalaian orangnya. Yang pindah ini tidak melaporkan kepindahannya/tidak mengurus surat pindah penduduk, jadi otomatis tetap terdaftar dalam data kependudukan.

Demikian pula yang telah meninggal dunia, banyak keluarganya hanya mengurus sampai pada surat keterangan kematian, padahal untuk penghapusan data penduduk (meninggal) harus dengan membuat akta kematian.

Kesemrawutan data ini, selain membuat KPPS bingung, tentu berpotensi dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk kepentingan mereka terkait dengan formulir C6 yang bisa dipakai oleh orang lain. Intinya dalam rimba politik surat panggilan tak bertuan = surat suara yang bisa dimanfaatkan. Bisa jadi melalui proses transaksional dan lain sebagainya....

Sebagai ketua RT saya juga dihubungi oleh empat orang anggota KPPS yang mencari warga RT saya yang terdaftar di TPS mereka. Ada yang memang warga saya, tapi ada juga yang bukan warga saya (tidak saya kenal), dan untuk masalah ini saya menyalahkan aturan dari Capil yang tidak lagi mensyaratkan pembuatan KTP dengan surat pengantar dari RT, jadi siapapun yang mengurus perpindahan KTP bisa menulis alamat dimana saja walaupun tidak tinggal di alamat tersebut atau mungkin hanya tinggal sementara kost/kontrak.

Nah, selain didatangi oleh petugas KPPS saya juga didatangi oleh warga saya yang belum mendapat surat panggilan memilih (C6), yang ternyata dari catatan saya mereka terdaftar di TPS di luar wilayah RT kami. Sda sih yang terdaftar di TPS RT tetangga, namun jaraknya tetap saja agak jauh +/- hampir satu kilometer (km) pulang balik. Tapi ada juga warga saya yang terlempar ke TPS yang jaraknya 3 sampai 4 km pulang pergi.

Jarak tempuh ini bagi warga saya yang sudah berumur tentu cukup jauh, apalagi karena lokasinya di gang-gang sehingga lebih baik ditempuh dengan jalan kaki. Dan ini membuat beberapa dari mereka enggan pergi menggunakan hak pilihnya, karena jarak TPS dan berdasarkan alasan mereka cukup masuk di akal.

Problem kesemrawutan DPT ini harus menjadi catatan serius untuk kedepannya, proses pemutakhiran data yang lama sebelumnya dilaksanakan tidak efektif, karena sepertinya petugas pantarlih telah melaksanakan tugasnya dengan baik, memilah data aktual namun pada akhirnya hasilnya tidak dimanfaatkan.

Hal menarik lainnya di minggu tenang ini, namun tidak tenang bagi anggota KPPS adalah masalah pembuatan lokasi TPS, lokasi TPS kebanyakan dibuat memanfaatkan lahan kosong yang kemudian menggunakan tenda.

Nah, tenda ini yang kemudian menjadi masalah, apalagi dana pembuatan TPS yang terlambat keluarnya, sehingga banyak kelompok KPPS yang tidak mendapatkan tenda karena telah habis dipesan untuk kebutuhan TPS yang serentak dibutuhkan.

Tenda sudah terpasang, sebahagian sudah dihias, tetiba malamnya hujan turun disertai angin kencang yang merusak tenda yang telah terpasang membuat anggota KPPS kembali harus bekerja lagi untuk membenahi.

Selain pernak-pernik, di minggu tenang ini, adalah perbincangan yang tak kalah ramai dan serunya debat Pilpres, yakni "serangan fajar".

Di tempat kerja, di tempat nongkrong dan di tempat-tempat lain perbincangan seru adalah terkait serangan fajar, jumlahnya, orangnya, gosipnya, peluncuran yang hingga orang-orang pengumpul serangan fajar yang panen berkah pemilu.

Yah, yang namanya money politik itu ada, nyata dan masif tetapi hanya dianggap angin lalu, atau bahkan dianggap sesuatu yang lumrah bahkan mungkin ada yang menganggapnya berkah yang memutar roda perekonomian di masyarakat, sungguh terlalu kata Rhoma Irama dalam lagunya.

Sampai tulisan ini selesai saya tulis dan siap diposting, suara ramai bercerita orang-orang penunggu serangan malam jelang hari H makin ramai. Apa yang harus saya buat atas fenomena ini?

Bukannya pesimis, bukannya apatis, dan bukannya tidak peduli. Tapi saya memilih segera memposting tulisan ini dan beranjak tidur dan mendoakan sambil berharap mimpi indah kesuksesan dari orang-orang yang menjadi pilihanku di bilik suara besok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun