Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Single Salary Menjawab Kesenjangan PNS Pusat dan Daerah

17 September 2023   00:22 Diperbarui: 18 September 2023   08:00 4512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wacana pemberlakuan sistem single salary bagi ASN tentu menjadi sebuah kabar menarik terutama bagi para aparat sipil negara kelas atau level menengah ke bawah. 

Bagaimana tidak, secara umum gaji atau salary PNS yang berlaku saat ini boleh dikata besarannya "tidak seberapa" jika ingin dibandingkan dengan take home pay yang bisa di bawah pulang oleh karyawan swasta dengan kualifikasi yang sama.

Berbicara gaji pegawai itu isu seksi, di satu sisi kita tentu berbicara tentang kesejahteraan pegawai negeri sipil dan disisi lain kita berbicara tentang beban anggaran yang dipandang oleh sebagian orang memberatkan. 

Di masa orde sebelumnya, setiap kenaikan gaji pegawai diumumkan maka segera diikuti oleh naiknya harga-harga barang kebutuhan, sepertinya barometer kesejahteraan itu ada pada kesejahteraan PNS.

Tetapi di masa sekarang ini, gaji PNS itu bukan lagi sesuatu yang wow, apalagi di masa pemerintahan sekarang ini gaji PNS hanya naik dua kali yakni di 2019 sebesar 6% dan tahun 2024 nanti sebesar 8%. 

Kalau berbicara gaji PNS, boleh dikata sudah hampir setara dengan UMR, harapan ASN sekarang ini adalah tunjangan di luar tunjangan yang melekat pada gaji, yakni tunjangan kinerja dan honorarium.

Sebelum kita lanjut membahas seberapa besar sih salary seorang ASN. Perlu terlebih dahulu kita pahami bahwa ASN meskipun sama profesi dan kedudukannya, tetapi penghasilannya tidaklah sama, yang dalam hal ini bukan terkait dengan pangkat, jabatan atau masa kerja, tetapi ASN berbeda berdasarkan induk organisasi kerjanya.

Ilustrasi: umsu. ac. id
Ilustrasi: umsu. ac. id

Ada ASN di kementerian/lembaga atau ASN pusat dan kalau di daerah ASN di instansi vertikal, ASN guru, dosen, ASN daerah provinsi/kabupaten/kota. Masing-masing ini "gaji"nya sama sesuai pangkat/golongan, masa kerja dan jabatannya, akan tetapi masing-masing berbeda penghasilan karena tergantung pada besaran tunjangan kinerja di masing-masing instansi.

Antar kementerian dan lembaga tunjangannya pun tidak sama, begitu juga guru dan dosen tentu berbeda dengan ASN lainnya, apalagi ASN daerah provinsi/kabupaten/kota. 

Bagi ASN daerah, tunjangan kinerja sangat bergantung dengan kemampuan anggaran daerah, jika daerahnya "kaya" tunjangannya bisa besar, namun kalau daerahnya kemampuan anggarannya terbatas tentu tunjangannya pun akan terbatas bahkan ada ASN daerah yang tidak mendapatkan tunjangan kinerja.

Kalau dihitung dari gaji pokok ditambah dengan tunjangan yang melekat dalam daftar seperti tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan beras, tunjangan jabatan serta tunjangan kesehatan (BPJS) dan Taperum yang dipotong langsung untuk dibayarkan ke pengelola dana kesemua take home pay tersebut nominalnya tidaklah seberapa, ini di luar tunjangan kinerja yang besarannya bervariasi, tunjangan kinerja ini tidak termasuk ke dalam daftar gaji, (tunjangan kinerja dibayarkan tersendiri).

Gaji PNS tertinggi dengan pangkat IV/e masa kerja 32 tahun gaji pokok 5.901.200 dengan jabatan eselon I A tunjangan 5.500.000 + tunjangan istri 5% dari gaji pokok, tunjangan anak 2% (maksimal 3 anak), tunjangan makan 41.000/hari jika ditotal keseluruhannya take home pay tertinggi yang didapat oleh PNS tidak lebih dari 13.000.000/bulan.

Nah, bagaimana dengan pegawai level menengah? 

Sebagai contoh saya pegawai dengan pangkat III/d masa kerja 24 tahun dengan gaji pokok 4.237.500, jabatan setara eselon IVa dengan tunjangan 540.000, take home pay yang saya dapat 5 jutaan lebih sedikit. 

Beruntung, saya masih ada tunjangan kinerja yang besarannya tidak pasti sama setiap bulan, tergantung dengan tingkat capaian kinerja dan kedisiplinan dalam bulan berjalan kisarannya 1.500.000-3.000.000/bulan.

Dengan penghasilan sebesar itu di atas, ini setara bahkan di bawah dari penghasilan pegawai swasta yang masa (pengalaman) kerjanya jauh di bawah saya. Sebagai contoh seorang kerabat saya, dengan tingkat pendidikan SMA pengalaman kerja baru belasan tahun tapi take home pay melebihi saya.

Bagi banyak pegawai, apalagi pegawai non kementerian dan lembaga, masalah penghasilan menjadi hal yang penting, bergantung pada gaji semata akan terasa berat di zaman yang hampir semuanya serba uang. 

Boleh dikata hampir sebagian besar pegawai memiliki kredit di bank ataupun perusahaan pembiayaan, untuk berbagai macam keperluan, ada yang kredit untuk rumah, kendaraan dan biaya pendidikan anak.

Bagi pegawai ruang untuk meningkatkan karier itu sesungguhnya terbatas, naik pangkat oke itu sudah pasti secara reguler empat tahun sekali atau yang fungsional bisa dua tahun tergantung capaian angka kreditnya, tetapi untuk naik ke jabatan tentu harus bersaing karena komposisi jabatan jumlahnya terbatas.

Maka tak heran jika kita melihat di berita-berita tentang kasus jual beli jabatan yang melibatkan petinggi di suatu daerah.

Apa yang dikejar dari suatu jabatan? 

Yah, tentu adalah tunjangan kinerjanya. Bagi pegawai, terutama pegawai daerah adanya jabatan tentu menjadikan penghasilan yang "lebih". Nah, bagi yang tidak punya jabatan, tentu mengejar posisi di tempat yang "basah" dan menghindari ditempatkan di tempat "kering". Istilah " basah" dan "kering" ini tentu kita sudah paham maknanya.

Nah, wacana single salary ini tentu menjawab keresahan pegawai yang tidak/belum menikmati yang namanya tunjangan kinerja sesuai standar kelayakan sebagaimana yang berlaku di instansi, kementerian, lembaga atau di daerah provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki PAD yang cukup besar.

Dengan salary menggunakan sistem grading, setidaknya kesenjangan antara instansi serta daerah yang "kaya" dan "minim" akan tersentuh dengan adil. 

Dalam hal ini penganggaran gaji pegawai secara keseluruhan dibiaya oleh pemerintah pusat, sehingga daerah yang selama ini mempunyai keterbatasan anggaran untuk membayarkan tunjangan kinerja bagi pegawainya tidak lagi terbebani.

Dengan sistem single salary selain untuk meningkatkan daya beli ASN yang saat ini sebenarnya sudah "kalah" dari pegawai swasta, tentu juga untuk meningkatkan keprofesionalan ASN itu sendiri, apalagi sekarang ini jabatan eselon I dan II di kementerian dan lembaga di pusat bisa diduduki oleh person yang bukan PNS.

Sebagai seorang PNS yang walaupun tak lama lagi akan pensiun, saya berharap semoga wacana ini dapat terwujud, agar profesi ASN itu bisa kembali pada marwah yang sebenarnya, ASN yang berintegritas, profesional dan melayani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun