Cori Dionne "Coco" Gauff langsung menangis di lapangan setelah menyelesaikan match point dengan love game, berdiam diri beberapa jenak dalam tangis bahagianya, dia lalu bangkit untuk menemui Sabalenka untuk berjabat tangan dan berpelukan di dekat kursinya.
Gauff menjabat tangan wasit kursi, masih dengan menangis tersedu-sedu, lalu langsung melintasi lapangan menuju kotak pemainnya sementara tepuk tangan terus menerus mengalir dari seluruh Stadion Arthur Ashe. Sungguh momen yang luar biasa bagi seorang remaja Amerika Serikat di final US Open 2023.
Boleh dikata siang itu Coco Gauff telah membuat sebuah keajaiban. Meski banyak orang yang tahu  betapa berbakatnya dia, tetapi tentu ada begitu banyak hambatan dalam perjalanan menuju kesuksesan, begitu banyak cara yang dapat membuat karier olahraga seseorang tergelincir terlebih di level seperti tenis Grand Slam.
Sejak memulai debutnya di level profesional empat tahun lalu, Coco Gauff telah melalui begitu banyak tantangan dari keras dan ketatnya persaingan di nomor tunggal putri, ketabahan mental dan kematangan emosinya telah teruji dan kualitas-kualitas tersebut telah membawanya hingga ke puncak.
Dalam pertandingan terbesar dalam hidupnya, final kedua di turnamen mayor setelah Prancis Terbuka 2022. Gauff yang kini menduduki ranking 6 WTA menghadapi pemain terbaik di dunia Aryna Sabalenka, Gauff berhasil memanfaatkan kualitas pengalaman singkatnya saat ia dengan cemerlang bangkit dari ketinggalan satu set untuk mengalahkan Aryna Sabalenka, dengan skor 2-6, 6-3, 6 -2.
Cori Dionne Gauff telah mencatatkan gelar Grand Slam pertamanya, pemain berusia 19 tahun ini telah menyelesaikan permainannya di lapangan keras US Open setelah tahun lalu gagal di lapangan gravel Roland Garros, Â saat kalah melawan unggulan teratas turnamen tersebut, Iga Swiatek dalam pertandingan mudah yang berakhir dengan skor 6-1, 6-3.
Semangat yang selalu menyala untuk terus meraih hasil terbaik, apalagi setelah tersingkir secara menyakitkan pada putaran pertama Wimbledon. Gauff berhasil meningkatkan performanya, memenangkan ajang Washington WTA 500, meski gagal di perempatfinal Kanada Terbuka, ia kemudian memenangkan Cincinnati Master, turnamen WTA 1000, dan menutupnya dengan akhir yang diimpikan trofi Grand Slam penutup musim ini, AS Terbuka berada di tangannya.
Gauff adalah remaja Amerika ketiga yang memenangkan AS Terbuka, mengikuti jejak idolanya Serena Williams pada tahun 1999 dan Tracy Austin 1979, petenis Amerika terakhir yang menjuarai AS Terbuka adalah Sloane Stephens 2017. Gauff kini telah memenangkan 12 pertandingan berturut-turut dan 18 dari 19 pertandingan terakhirnya sejak kekalahan di babak pertama Wimbledon. Setelah ini Coco, unggulan keenam itu akan naik ke peringkat tertinggi dalam karirnya, peringkat 3 WTA.
Gauff memasuki arena dengan kepercayaan diri yang tinggi, sebelum turnamen dimulai wajah Gauff terpampang di iklan, pamflet, dan angkutan umum di seluruh kota. Begitu banyak orang, baik penggemar maupun selebritas, datang hanya untuknya. Saat dia memasuki lapangan mendahului lawannya yang berperingkat lebih tinggi, penonton menyambutnya dengan tepuk tangan meriah.
Sebagai petenis muda yang sedang mencari jati dirinya Gauff sedikit berada di bawah tekanan menghadapi rentetan pukulan Sabalenka yang diarahkan ke forehandnya, Gauff berjuang dan bertahan mati-matian. Tertinggal 1-0 usai servisnya dipatahkan Sabalenka, namun Gauff membalas mematahkan servis lawan setelah Sabalenka pemain Belarusia ini banyak melakukan kesalahan.