Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mahkamah Konstitusi Mampu(kah) Mengawal Kedaulatan Suara Rakyat

16 Juli 2023   22:32 Diperbarui: 16 Juli 2023   22:35 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A (via: kompas.com)

Sebagaimana yang kita ketahui, dalam hal konstitusi bernegara ada tiga elemen penting yang saling mengikat agar dapat menjamin dijalankannya konstitusi negara secara adil, jujur dan konsekwen, agar jalannya pemerintahan yang demokratis sebagaimana yang kita inginkan dapat terwujud. Yang pertama adalah konstitusi itu sendiri, kemudian lembaga pengawal konstitusi dan yang terakhir dan tak kalah pentingnya adalah personal yang mempunyai kewenangan menyelenggarakannya.

Untuk menjamin tegaknya konstitusi itu sebagai hukum dasar yang berkedudukan tertinggi (the supreme law of the land), maka sudah tentu harus pula dibentuk sebuah lembaga atau mahkamah yang berfungsi sebagai 'the guardian' dan sekaligus 'the sole interpreter of the constitution' atau pengawal dan satu-satunya lembaga penafsir konstitusi. Sebagaimana di negara-negara demokrasi di dunia, Indonesiapun memiliki lembaga pengawal konstitusi itu yakni Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI).

Mahkamah konstitusi Republik Indonesia merupakan sebuah lembaga yang dibentuk berdasarkan hasil Perubahan ketiga UUD 1945 dan kemudian diadopsikan ke dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia setelah diadakan perubahan mendasar dalam ke-empat naskah. Perubahan pertama, yaitu Perubahan I Tahun 1999 sampai dengan Perubahan IV Tahun 2002. Dalam amandemen UUD 1945 tersebut, salah satu yang mendasar adalah bahwa tidak ada lagi lembaga tertinggi negara yang sebelum ini kedudukannya diemban oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Maka oleh sebab itu  untuk mengatasi kemungkinan persengketaan di antara sesama lembaga tinggi negara yang telah menjadi sederajat dan saling mengendalikan checks and balances maka perlu disediakan mekanisme dan lembaga yang berkewenangan melaksanakannya. 

Dan dalam perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka terbentuklah Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang memiliki fungsi menangani suatu perkara di dalam ketatanegaraan, untuk memperkuat konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan keinginan rakyat serta cita-cita kemerdekaan dan demokrasi.

Mahkamah konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, di samping Mahkamah Agung yang diatur dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi terikat pada prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga ekstra yudisial dan kekuasaan lainnya untuk menegakkan hukum dan keadilan.

Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan untuk melaksanakan prinsip checks and balances yang menempatkan semua lembaga negara dalam kedudukan setara sehingga terdapat keseimbangan dalam penyelenggaraan negara. 

Keberadaan Mahkamah Konstitusi untuk dapat saling mengoreksi kinerja antar lembaga negara. Mahkamah Konstitusi berada dalam kewenangan untuk menguji Undang-Undang, memutus sengketa lembaga negara, membubarkan partai politik, menilai pendapat DPR terkait pelanggaran yang dilakukan oleh presiden/wakil presiden terhadap Undang-undang dasar (impeachment), serta memutus perselisihan hasil pemilu (pilcaleg, pilpres dan pilkada).

Kewenangan ini tentu saja bukan kewenangan yang biasa, tetapi ini merupakan suatu kewenangan yang luar biasa, kewenangan yang berimplikasi pada keabsahan atas nama kenegaraan dan legitimasi kepercayaan rakyat kepada negara. 

Dengan kewenangan palu hakim konstitusi yang maha dahsyat inilah, maka tentu akan timbul pertanyaan, lantas siapa yang akan menjadi pengawas terhadap pelaksanaan jalannya pengawalan konstitusi itu?. Yang dalam hal ini bukan pengawasan terhadap konstitusi dan lembaganya, namun terhadap hakim konstitusi yang bertugas dalam mengemban kewenangan yang maha besar tersebut.

Pada awalnya UU MK jilid pertama memberi rambu-rambu dan pagar dengan membentuk pengawas terhadap hakim konstitusi. Yang mana fungsi ini diamanatkan kepada Komisi Yudisial (KY) agar mengawasi hakim konstitusi dan hakim agung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun