Akhir-akhir ini lagi trending di medsos status tentang wisuda, namun wisuda disini bukanlah wisuda kelulusan mahasiswa dari perguruan tinggi melainkan wisuda yang sudah jamak dilakukan di tingkat pra sekolah, tingkat dasar hingga menengah.
Salah satu yang ramai berseliweran di wall medsos adalah unggahan "Kembaikan Wisuda Hanya untuk yang Lulus Kuliah Saja. TK, SD, SMP, SMA Tidak Perlu wisuda". Sebuah unggahan yang tentu saja menuai banyak tanggapan, baik itu yang sepakat maupun yang tidak.
Jika menilik dari ramainya topik wisuda ini yang tentu saja ada pro kontra itu bukan datang dari insan yang mewakili masyarakat akademis (perguruan tinggi), tetapi hampir kebanyakan datang dari orangtua atau masyarakat yang merasa terbebani dengan "ongkos" wisuda yang cenderung terkesan dipaksakan harus mewah.
Jadi disini persoalan besarnya ternyata bukan pada wisudanya itu sendiri, tetapi lebih banyak karena kebablasannya pelaksanaan acara wisuda sekolahan yang menimbulkan kesan menjadi ajang pemborosan, cari duit, dan memberatkan orang tua murid.
Memang jika kita melihat dari sejarah wisuda, ini merupakan sebuah prosesi yang identik dengan dunia pendidikan di perguruan tinggi yang menandai keberhasilan atau kelulusan dari mahasiswa setelah melalui proses panjang pendidikannya, baik itu yang dari program diploma, sarjana hingga pasca sarjana.
Di lingkup perguruan tinggi "momen sakral" wisuda, ditandai dengan seremoni tali kuncir topi toga yang dipindahkan dari kiri ke kanan. Ini merupakan perwujudan dari harapan bahwa jika semasa kuliah lebih banyak menggunakan otak kiri atau hardskill (menuntut ilmu) maka setelah lulus seorang sarjana harus lebih banyak menggunakan otak kanannya, seorang sarjana dituntut untuk imajinatif, inovatif serta kreatif (mengamalkan ilmu).
Nah, bagi tingkat pendidikan pra sekolah, dasar hingga menengah filosofi wisuda dengan toga tentu tidak atau belum mengena. Akan tetapi tentu tidak ada salahnya demi memotivasi dan mengenalkan anak sedari awal bahwa pendidikan itu adalah "kebutuhan" utama setiap insan, bahwa pendidikan itu harus dijunjung tinggi, bahwa pendidikan itu terus berjalan baik melalui jalur formal dan juga non formal serta berlangsung seumur hidup.
Dalam hal pro kontra wisuda-wisudaan (baca: wisuda TK, SD, SMP, SMA) ini, yang perlu disepahami terlebih dahulu adalah bahwa acara wisuda-wisudaan oleh sekolah bukanlah hal yang tabu untuk dilakukan, bahwa wisuda sekalipun identik dengan dunia pendidikan tinggi tetapi bukan berarti itu merupakan prosesi mutlak milik perguruan tinggi.
Wisuda hanyalah sebuah seremonial yang disakralkan dan boleh dikatakan telah menjadi budaya dalam masyarakat pendidikan (tinggi). Namun sebagaimana dengan budaya lainnya yang seiring perkembangan jaman ada yang dapat berubah, menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang tumbuh di masyarakat.
Jika sekarang ada 'pergeseran' dalam hal budaya kampus (wisuda) menjadi sebuah kebiasaan yang juga berlaku di jenjang pendidikan yang lebih rendah, bahkan yang paling rendah tentu ini bukanlah 'pelecehan' bagi integritas dunia pendidikan tinggi. Jadi urgensi mengembalikan kegiatan wisuda hanya untuk yang lulus kuliah saja itu apa?
Jika menilik dari acara wisuda sekolahan yang menuai kontroversi, permasalahan hangatnya adalah fenomena wisuda sekolahan ini dinilai oleh banyak pihak sebagai bentuk pemborosan dan membebani para orang tua secara finansial. Wisuda di tingkat sekolah dipandang tidak mempunyai manfaat yang jelas dan hanya bersifat pemborosan.
Persiapan acara wisuda, pemilihan tempat wisuda, kostum dan riasan termasuk dress code, dekorasi, konsumsi dan biaya tambahan lainnya, ini semua tentu memerlukan dana yang cukup besar dan bukan tidak mungkin biaya yang dibutuhkan tidak terjangkau oleh banyak siswa/orangtua siswa.
Nah, dalam persoalan finansial yang dianggap memberatkan siswa/orangtua siswa kita tentu sepakat. Namun, kalau berbicara bahwa wisuda sekolahan itu tidak mempunyai manfaat yang jelas tentu banyak yang tidak sepakat, wisuda sarjana dan wisuda sekolahan dan wisuda-wisuda lainnya tentu punya tujuan dan manfaat tersendiri sepanjang itu direncanakan dan dilaksanakan dengan pertimbangan yang matang dan baik.
Sebagai orangtua yang memiliki dua orang anak yang pernah mengikuti acara wisuda TK, yang pertama empat tahun lalu yang kedua tahun kemarin, momentum wisudaan anak-anak saya itu masih begitu membekas di diri saya dan anak-anak saya. Momen setahun berada di lingkup pendidikan TK ternyata memberi warna yang begitu banyak bagi perkembangan anak-anak saya.
Perkembangan yang dicapai oleh anak-anak kita yang tamat TK ini bukan hanya dalam hal bisa mengenal angka dan huruf (membaca dan menulis) bisa menyanyi dll. Jika hanya pendidikan seperti itu mungkin bisa kita berikan di rumah saja, tetapi perkembangan yang dicapai anak-anak kita yang tamat TK ini adalah terkait dengan interaksi sosial, mentalitas yang mana semua itu tidak bisa didapatkan di rumah.
Nah, di acara wisuda itulah kita baru bisa menyadari sepenuhnya bagaimana perkembangan pendidikan putra-putri kita. Betapa tidak, anak kita yang saat masuk ke TK mungkin saja baru mengenal satu dua huruf dan angka saja, tetapi saat acara wisuda sudah bisa tampil membaca kesan dan pesan secara lancar, membaca laporan, membaca puisi dan juga berani tampil menunjukkan bakat dan kemampuannya seperti menyanyi dan menari.
Kebahagiaan di momentum wisudaan anak-anak TK ini, bukan saja dirasakan oleh orangtua dan para guru saja tetapi juga oleh anak-anak itu sendiri, ada tawa, tetapi ada juga tangis di wajah anak-anak mengetahui mereka akan berpisah sekolah karena telah tamat belajar. Siapa bilang momentum seperti ini tidak jelas manfaatnya?
Kembali ke persoalan utama yaitu biaya, ini memang masalah yang cukup rumit sebab di jaman sekarang apa-apa itu selalu berbicara tentang biaya. Disinilah peran sekolah, komite sekolah dan orangtua siswa diperlukan untuk memberikan solusi terbaik demi terlaksananya maksud dan tujuan wisuda secara tepat, berkesan dan tentu saja terjangkau secara finansial bagi semua siswa.
Pengalaman dari anak saya, dalam dua kali wisuda TK di sekolah yang sama, pembahasan acara penamatan peserta didik dilakukan jauh hari sebelum kegiatan akan dilaksanakan, dengan memberikan undangan rapat membahas rencana penamatan termasuk acara wisuda, dimana tempatnya dan berapa biayanya.
Dari kedua anak saya biaya wisuda sekolahannya tetap sama, anak saya yang tamat tahun 2019 dan tamat 2022, kisarannya dibawah Rp 500.000. Biaya ini telah disepakati oleh semua orangtua siswa.Â
Di sekolah anak saya yang kebetulan bersekolah di Raudhatul Atfal atau setingkat TK ada tabungan harian anak-anak yang Alhamdulillah bagi semua murid tabungan selama setahun sekolah itu bisa menutupi biaya wisuda.
Jadi polemik tentang wisuda di tingkat sekolah ini pada dasarnya adalah tentang kesepakatan dan kreatifitas sekolah dan orangtua murid terkait pelaksanaan wisuda yang harus terjangkau tanpa memberatkan, namun berlangsung hikmat, berkesan dan meriah serta tentu saja memorable.
Yah, wisuda sekarang ini sudah bukan lagi klaim mutlak milik perguruan tinggi, wisuda juga sudah menjadi bagian dari semua jenjang pendidikan bahkan juga bagian dari lembaga pendidikan non formal seperti wisuda santri TPA, wisuda lembaga pelatihan dll.Â
Yang perlu dipahami dan kalau memang ada yang perlu diluruskan itu adalah kesan bermewah-mewahan, pemborosan dan memberatkan. Sebab bagaimana pun kita tidak bisa terlepas dari falsafah pendidikan nasional kita yakni Pancasila. Dimana dalam butir-butir Pancasila, sila kelima yang menyebutkan bahwa "Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H