Di momen Idul Fitri yang baru saja berlalu, bahkan saat ini masih kita temui ucapan selamat hari raya yang disertai pula dengan ucapan "mohon maaf lahir dan bathin", baik itu secara langsung maupun melalui media sosial seperti Facebook atau juga chatting WhatsApp baik di grup maupun chat pribadi. Dan yang lucunya jawaban dari permohonan maaf tersebut, "dengan ucapan yang sama, mohon maaf lahir dan bathin".
Dalam hal ini yang jadi pertanyaan adalah bagaimana sih memaafkan itu? Apakah dengan memohon maaf berarti telah memaafkan? Ataukah harus diucapkan di lisan, atau cukup diniatkan di dalam hati. Dan apakah dengan itu semua sudah cukup untuk membuat luka yang pernah tergores jadi terhapus dan terlupakan?
Di dalam menjalani kehidupan, setiap orang pasti akan menghadapi persoalan dengan orang lain, apakah itu dengan keluarga sendiri, dengan rekan kerja, teman main, tetangga dan bahkan dengan orang yang mungkin tidak kita kenal. Persoalan-persoalan yang dihadapi itu kadang sepele kadang juga rumit, namun sesepele apapun itu, tetap bisa jadi membuat ketersinggungan, membuat marah bahkan dendam, apalagi kalau persoalannya rumit tentu sakitnya juga lebih dalam dan pedih.
Nah, dalam interaksi sosial yang cenderung menimbulkan gesekan ini, ada dua hal pokok yang sama pentingnya yakni 'meminta maaf' dan 'memberi maaf'. Ada dan mungkin banyak orang yang kadang sulit untuk meminta maaf, apakah karena ia tidak sadar telah berbuat salah, ataukah karena sungkan dan malu atau mungkin karena keras hati sadar salah tapi ogah minta maaf. Begitu juga ada dan mungkin banyak orang yang kadang sulit memberi maaf, apakah karena terlalu sakit hingga menyisakan dendam, ataukah karena yang bersalah tidak atau belum meminta maaf.
Minta maaf dan memaafkan adalah sesuatu yang berbeda, tetapi selalu harus berjalan beriringan. Bagaimana seseorang bisa memaafkan jika ia tidak tahu meminta maaf, begitu juga sebaliknya bagaimana mungkin seseorang bisa meminta maaf kalau tidak bisa memaafkan. Menyimpan rasa salah dan menyimpan rasa dendam adalah sama-sama penyakit bagi diri, baik secara fisik maupun secara psikologis.
Disini, tidak bisa dipungkiri, bahwa ketika kita telah saling memaafkan dengan satu sama lain, tentu akan ada banyak manfaat yang bisa didapatkan, mulai dari cairnya suasana dan hubungan pertemanan, hingga hilangnya beban yang mengganjal pikiran yang mempengaruhi aspek kesehatan. Sebaliknya, dengan menyimpan dendam dan rasa sakit  dari suatu permasalahan justru akan membawa pengaruh yang tidak baik bagi kesehatan fisik maupun mental.
Meminta maaf dan memaafkan bukan perkara yang mudah, seperti mudahnya kita saling memohon maaf lewat ucapan melalui medsos. Saling bermaaf-maafan itu, baik dari kesalahan-kesalahan kecil maupun yang besar sebaiknya dilakukan dalam pertemuan langsung agar tercapai ketulusan dan keikhlasan dari yang meminta maaf dan yang memaafkan.Â
Ketika dua orang saling memaafkan dan berjabat tangan maka gugurlah dosa diantara keduanya sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi yang disahihkan oleh Albani:Â
"Tidaklah dua muslim itu bertemu lantas berjabat tangan melainkan akan diampuni dosa di antara keduanya sebelum berpisah."
Memaafkan itu obat bagi jiwa, dia bukan hadir dari keinginan tetapi harus lahir dari hati yang lapang dan ikhlas. Memaafkan itu tidak segampang memohon maaf, memaafkan butuh kelapangan dan keikhlasan serta jiwa yang penuh kesabaran. Ikhlaskah kita melupakan kejahatan orang terhadap kita? Oleh karena itu memaafkan mendapatkan pahala langsung dari Allah SWT. Sebagaimana dalam Surah Asy Syura ayat 40: