Sedikit bercerita tentang kebiasaan sewaktu masih berstatus mahasiswa di perantauan dalam mengisi Ramadhan, kami teman-teman rantau memandang bulan Ramadhan memang sebagai rutinitas tahunan dengan segala pernak-perniknya, terus terang betapa sedikit bahkan mungkin tidak ada hikmah yang tersisa dari kemuliaan Ramadhan yang sudah dianugerahkan setelah keluar dari bulan Ramadhan.
Kami puasa, tapi tidurnya setelah sahur dan bangunnya menjelang berbuka, karena itu selain tidak merasakan lapar dan haus juga dapat menghindari dari bujukan syaitan dalam wujud teman yang mengajak untuk tidak berpuasa. Shalat tarawihnya mengikuti musim, semakin dekat Idul Fitri semakin kosong shaf, tadarusan Al Qur'an?, sepertinya kami lebih banyak pegang kartu atau gitar daripada Qur'an, sedekah? sesekali itupun banyakan receh yang dimasukkan ke kotak amal masjid.
Kami berpuasa tidak lebih dari hanya sekedar menggugurkan kewajiban, kami beribadah mungkin hanya untuk dilihat bahwa kami beribadah, kami begitu minimnya memanfaatkan kesempatan untuk menambah ilmu, menambah amal ibadah untuk memperbaiki diri. Beruntung yang maha kuasa masih memberi kesempatan untuk bisa sedikit menyadari kekhilafan kami dulu.
Apakah kualitas Ramadhan seperti yang kami jalani dulu semasa kuliah, cuma kami saja yang melakukannya?. Bisa iya, bisa juga tidak, mungkin banyak juga yang seperti kami.
Inti dari menjadi "tattaqun" sesungguhnya bukan di bulan Ramadhan-nya, tetapi bagaimana setelah Ramadhan, sebelas bulan berikutnya apakah takwa itu masih melekat atau datang dan pergi atau mungkin sudah tak bersisa sama sekali dan hanya berharap untuk kembali bertemu dalam rutinitas tahunan yang akan datang.
Jangan sampai, kegembiraan Ramadhan hanya menjadi milik para bocah yang gembira dengan banyaknya hidangan enak dan juga karena telah mendapatkan baju baru untuk lebaran, atau mungkin Ramadhan menjadi bulan kesedihan bagi bocah yang bernasib tak seperti bocah diatas.
Jangan sampai, kegembiraan Ramadhan hanya menjadi milik para pedagang yang panen keuntungan karena menaikkan harga barang. Dan sebaliknya menjadi bulan kesedihan bagi orang-orang yang berpenghasilan terbatas.
Bulan Ramadhan telah dianugerahkan oleh Allah SWT kepada hamba-nya, dengan segala keberkahan dan kemuliaannya di dalamnya ada kawah candradimuka untuk menuju ke predikat "tattaqun", maukah dan mampukah kita meraih itu? Mau dan mampukah kita menjemput hikmah Ramadhan dan menyimpannya dalam-dalam di hati kita?
Ketika kita semua bersama keluar dari Ramadhan dengan ketakwaan yang tertanam dalam di hati, percayalah dengan segala rahmatnya kedamaian akan meliputi alam semesta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H