Electoral atau pemilihan umum merupakan sebuah cerminan dan parameter demokrasi dalam suatu negara.Â
Oleh karena itu, hakikat dari demokrasi sendiri adalah tersedianya ruang suara yang sebesar-besarnya bagi setiap warga negara sebagai perwujudan terjaminnya hak asasi warga negaranya.
Partisipasi aktif masyarakat di dalam berdemokrasi merupakan sebuah indikator yang sangat penting untuk menggambarkan apakah proses demokrasi di suatu negara itu sudah berjalan dengan baik atau sebaliknya.
Partisipasi masyarakat disini bukan hanya dalam artian tingkat partisipasi dalam memberikan suara pada pemilihan umum.Â
Akan tetapi juga berkaitan dengan kualitas keterlibatan pemilik suara (rakyat), apakah mereka hanya sebagai objek, subjek atau hanya sebagai pelengkap penderita bagi kepentingan politik dari ambisi golongan dan oknum tertentu.
Tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum belum sepenuhnya dapat dikatakan bahwa proses demokrasi itu telah berjalan dengan baik, apalagi jika tingkat partisipasi masyarakatnya rendah ini tentu menandakan ada yang salah dalam iklim demokrasi disana.
Untuk itu, merupakan tanggung jawab dari semua pihak untuk mewujudkan berjalannya demokrasi dengan baik.Â
Disamping dengan mendorong partisipasi aktif seluruh masyarakat untuk menggunakan haknya dalam setiap perhelatan electoral (Pemilu, Pilpres, Pilkada), juga memberikan jaminan kualitas electoral itu sendiri yang terbebas dari intervensi politik baik itu berupa money politik, politik identitas serta kecurangan yang terstruktur, masif dan sistematis.
Dari pengalaman demokrasi di negeri ini, kita masih belum bisa terbebas dari kekhawatiran bahwa proses demokrasi yang berjalan sedang belum baik-baik saja, apalagi berkualitas.Â
Tingkat partisipasi pemilih di era reformasi justru jauh menurun jika dibandingkan di zaman orde baru. Begitu juga dengan kecurangan, politik identitas dan money politik bukan hanya isu tetapi nyata adanya bahkan mungkin itu terjadi dihadapan kita. Â
Menyambut pesta demokrasi yang kurang dari setahun lagi ini tentu ada harapan besar akan hadirnya pemilihan yang berkualitas, atau setidaknya lebih baik dari perhelatan pemilihan yang sebelum-sebelumnya.Â
Dinamika politik sudah menggeliat, mulai menghangat khususnya pada tataran parpol dan elit politik yang sudah mulai bekerja dengan segala potensi dan strategi mereka.
Pada Pemilu 2024 nanti, partisipan pemilu akan didominasi oleh pemilih milineal dan generasi Z yang menurut data KPU mencapai 55-60 % dari total 190 jutaan pemilih yang terdaftar dalam DPT sementara.Â
Generasi milenial dan generasi Z yang berusia dalam rentang 17 - 39 tahun ini (termasuk didalamnya adalah pemilih pemula) merupakan kelompok yang "rentan" apatis terhadap proses demokrasi.
Selain itu mereka juga rentan terhadap penggiringan ke dalam politik identitas bahkan money politik karena minimnya edukasi (yang berkualitas) kepada pemilih muda ini.
Partisipasi pemilih pemula secara berkualitas merupakan "kebutuhan " mutlak bagi negara ini untuk mendukung terciptanya iklim demokrasi yang baik, dan ini merupakan tanggung jawab kita semua, mulai dari Partai Politik, Penyelenggara Pemilu, Pengawas, Pemerintah baik pusat maupun daerah, media serta masyarakat.
Dalam proses pendidikan Pemilu yang bersih dan berkualitas bagi pemilih pemula agar mereka tahu, mengerti dan paham apa dan bagaimana kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh Pemilu yang diwarnai dengan ketidakjujuran dan kecurangan.
Pemilih milineal dan generasi Z tentu memiliki karakter yang berbeda, generasi sekarang ini begitu akrab dengan pemanfaatan teknologi informasi, mereka begitu cepat dalam mengakses sumber-sumber informasi.
Hal ini selain sebagai potensi positif yang dimiliki oleh generasi muda kita, ini juga bisa menjadi potensi negatif yang kontraproduktif dengan tujuan yang ingin bangsa ini capai.
Dalam politik yang masih tergolong pertarungan politik di wilayah antah berantah yang masih kental dengan money politik, yang masih kerap membawa isu politik identitas baik itu identitas agama, suku dan kelompok, serta kecurangan-kecurangan yang sebenarnya terstruktur, masif dan sistematis namun terabaikan.Â
Keberadaan generasi Z sangat rentan dieksploitasi oleh kelompok atau golongan yang dipenuhi dengan ambisi dan menghalalkan segala cara.
Edukasi terkait apa dan bagaimana demokrasi yang baik, apa dan bagaimana itu money politik serta keburukannya, apa dan bagaimana itu politik identitas serta keburukannya, apa dan bagaimana itu kecurangan dalam pemilu serta keburukannya.Â
Ini semua harus dilakukan secara masif, intens dan bersama-sama dengan semua pihak yang berkompeten, bahkan ini bukan saja untuk pemilih pemula dan generasi Z tetapi juga kepada pemilih pragmatis yang tidak bisa kita pungkiri masih banyak adanya.
Pemilu serentak di 2024 apakah akan menjadi gerbang untuk menuju Indonesia yang tangguh  atau ia masih akan seperti yang dulu?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI