Perahu-perahu nelayan di tepi tanjung semakin kuyu. Riak ombak di bibir pantai hanya hantarkan debur. Anak camar melayang lesu menatap buih, mencari kelompok ikan yang raib ditelan laut yang tak lagi biru.
Air laut keruh begitu asyik mainkan sampah di bibir-bibir buih, sementara anak-anak nelayan bertelanjang dada dibawa melambung ke langit tanda tanya, memandang sang ayah mengayuh sampannya dengan dayung yang hampir patah.
Mengenang kisah lama di lembar hari yang telah menjadi sejarah, teringat jaring-jaring nelayan yang dulu selalu penuh di setiap hamparannya. Kini telah sobek ditinggal kepak sayap camar yang telah mati kehilangan buruannya.
Dulu beribu-ribu camar terbang menari meninggalkan sarangnya dengan kepak perkasa berebut ikan yang tak kunjung habis. Kini di antara jaring-jaring yang sobek, mereka hanya bisa menyematkan asa di lipatan hari yang menua.
  .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H