Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

April Mop Kepagian, Putusan Penundaan Pemilu oleh PN Jakpus

2 Maret 2023   22:11 Diperbarui: 2 Maret 2023   22:25 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI (via: kompas.com)

Entah lelucon seperti apa yang ingin ditunjukkan oleh PN Jakpus yang dalam putusannya terhadap gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) yang dikabulkan oleh majelis hakim memerintahkan KPU untuk tidak melanjutkan (diterjemahkan menunda) tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025 mendatang.

Kita tentu tidak perlu berasumsi terlalu jauh dengan menganggap putusan ini adalah sebuah rekayasa sistematis yang menjadi bagian dari skema wacana penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan Presiden, yang pernah menjadi isu hangat.

Ini mungkin hanyalah lelucon April mob yang kepagian. Betapa tidak, majelis hakim dengan entengnya memutuskan menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," sebagaimana bunyi diktum kelima amar putusan dari majelis hakim.

Kenapa ini hanyalah sebuah lelucon? Terlepas dari benarnya (dikabulkannya) gugatan partai Prima yang berarti bahwa KPU memang terbukti bersalah sehingga menyebabkan kerugian bagi penggugat dalam perkara yang diajukan secara perdata ini.

Yang jadi lelucon adalah putusan hukuman yang dijatuhkan terhadap KPU adalah "penundaan pemilu". Sebagaimana yang kita ketahui Pemilu itu adalah perintah undang-undang dan KPU hanyalah lembaga yang diamanatkan.

Pelaksanaan Pemilu serentak 2024 bukanlah perintah dari KPU tetapi merupakan amanat dari undang-undang dalam hal ini pertama adalah UUD 1945 pasal 22 E yang menyebutkan bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

Kemudian berdasarkan amanat UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan juga UU No. 10 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Alangkah naifnya majelis hakim yang mengadili perkara gugatan perdata antara satu parpol dan pelaksana Pemilu yang dalam putusannya menghukum bukan saja tergugat tetapi juga menghukum partai politik peserta Pemilu dan juga sekaligus dengan rakyat atau pemilih. Dan bahkan mengangkangi undang-undang dasar. Kenapa demikian?

Perlu kita pahami bahwa ada tiga hal yang menjadi dasar dari urgensi Pemilu yakni rakyat atau pemilih, kemudian peserta Pemilu atau Parpol dan calon independen (Senator) dan selanjutnya adalah regulasi dari Pemilu itu sendiri.

Keadilan bagi partai Prima sebagai penggugat tidak serta merta harus mengorbankan keadilan bagi rakyat atau pemilih yang menginginkan agar pesta demokrasi berjalan sesuai tahapan dan segera mewujudkan terpilihnya wakil-wakil rakyat serta pemimpin rakyat yang akan membawa bangsa ini menuju ke arah yang lebih baik.

Kemudian keadilan bagi partai Prima sebagai penggugat tidak serta merta harus mengeyampingkan keadilan bagi peserta Pemilu, Parpol dan calon Senator yang tentu akan terdampak besar dengan "penundaan" yang terjadi.

Yang berikutnya adalah regulasi Pemilu. Dalam regulasi Pemilu UU No7 tahun 2017, penundaan Pemilu hanya dapat dilakukan dalam hal sebagian atau seluruh wilayah NKRI terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian atau seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu tidak dapat dilaksanakan. Jadi bagaimana mungkin ada ruang bagi "putusan pengadilan perdata" menunda Pemilu, kelucuan seperti apa yang ingin dimainkan oleh Pak hakim itu.

Penetapan tanggal pelaksanaan Pemilu pada 14 Februari 2024 itu bukan ujug-ujug diputuskan, akan tetapi setelah melalui proses pembahasan yang panjang antara KPU, pemerintah, dan DPR. Bahkan, prosesnya memakan waktu sampai 1 tahun. Jadi putusan pengadilan terhadap "penundaan" Pemilu ini sesungguhnya tidaklah relevan dengan kepentingan nasional yang lebih besar.

Memang kita sadari bersama bahwa dalam konteks Pemilu kepastian hukum, pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil menjadi suatu hal yang harus di lakukan KPU dengan komitmen penuh untuk bisa melaksanakan Pemilu dan Pemilihan Serentak di Tahun 2024 sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang agar berlangsung secara jujur, adil dan berkepastian hukum.

Mungkin yang bisa kita sepakati dari keputusan majelis hakim adalah syarat lain dari Pemilu berintegritas adalah penyelenggara harus independen dan profesional, ini yang mungkin dipandang oleh majelis hakim tidak dimiliki oleh KPU sehingga majelis hakim memenangkan gugatan penggugat yang dalam hal ini partai Prima.

Tetapi, sekali lagi tetapi, bahwa keputusan hukum yang dijatuhkan mbok yah jangan kebablasan sampai harus menunda Pemilu yang merupakan tuntutan rakyat dan amanat undang-undang. Perkara keadilan bagi partai Prima, tentu banyak putusan logis yang bisa diambil oleh majelis hakim terhadap pemenuhan atas tuntutan hak mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun