Demikian pula dari data, ada 16 bahasa daerah yang stabil tapi terancam punah dan ada 19 bahasa yang masih dikategorikan dalam status aman.
Upaya perlindungan dan pelestarian bahasa daerah di Indonesia sendiri diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan Pembinaan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia.Â
Juga Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2017 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah.
Kepunahan dari bahasa daerah adalah sebuah kehilangan besar yang tak terhitung nilainya bagi peradaban. Bersama bahasa daerah yang punah itu, budaya dunia dan sistem pengetahuan leluhur juga akan turut punah.
Selain itu pelestarian bahasa daerah merupakan sebuah jaminan dan sekaligus penghargaan atas hak masyarakat adat untuk melestarikan, merevitalisasi, dan mempromosikan bahasa ibu mereka, dan mengarusutamakan keragaman bahasa dan multi bahasa ke dalam semua pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan.
Tentu menjadi sebuah ironi, sebagaimana yang pernah viral ketika seorang anggota DPR yang dalam sebuah rapat dengar pendapat dengan jaksa agung, meminta jaksa agung mencopot seorang kepala Kejaksaan Tinggi yang menggunakan bahasa Sunda dalam suatu rapat di instansi itu.
Bisa kita bayangkan bagaimana arah upaya pelestarian bahasa daerah di masyarakat, jika seorang anggota DPR yang terhormat saja merasa terusik dan alergi dengan penggunaan bahasa daerah (Sunda) yang notabene masih sangat banyak penggunanya bagaimana pula nasib bahasa daerah yang penuturnya minoritas.
Tantangan pelestarian bahasa daerah bukan saja dari implementasi regulasi yang terkesan masih sektoral. Keterlibatan dari banyak pihak dalam kolaborasi masih perlu ditingkatkan.
Itu pula serta penyadaran betapa pentingnya menjaga dan melestarikan bahasa daerah terutama dari orang-orang yang berpikiran kolot seperti si anggota DPR yang seyogianya menjadi ujung tombak pemelihara keindonesiaan yang majemuk ini.
Demikian juga dengan tantangan dan hambatan sosial budaya di masyarakat seperti misalnya ada anggapan bahwa menggunakan bahasa daerah merupakan simbol keterbelakangan dan juga kemiskinan.