Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sistem Pemilu Terbaik di Rimba Politik "Wani Piro"

11 Januari 2023   01:38 Diperbarui: 11 Januari 2023   01:44 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: kompasiana.com

Sistem wani piro ini akan menjadi gerbang masuk kedalam perilaku koruptif, sebagai bagian dari pengembalian modal. Dalam sistem multi partai yang ada di Indonesia ini mendorong persaingan menjadi sedemikian ketatnya, sehingga kapasitas politik (dalam arti yang sebenarnya) bagi caleg menjadi nomor sekian, yang menjadi ukuran utama adalah seberapa banyak sang caleg mampu meraup suara dan mendapatkan kursi.

Selain itu sistem proporsional terbuka dapat mereduksi peran partai politik. Jika kita bandingkan dengan sistem proporsional tertutup dimana caleg yang duduk atau terpilih ditetapkan oleh partai berapapun jumlah perolehan suaranya. Kandidat yang terpilih duduk di parlemen tentunya adalah figur yang terbaik berdasarkan kriteria partai.

Sebagai gambaran saja ada banyak cerita-cerita lucu seputar anggota dewan di daerah saya, seperti misalnya ada seorang anggota dewan yang tidak tahu kalau ayam itu termasuk unggas, ada juga anggota dewan yang dengan polosnya bertanya berapa jumlah RT dan RW dalam sidang pembahasan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Ada juga yang dengan lugunya ingin mengatakan sidang paripurna tapi yang disebutnya sidang purnama. 

Selain itu juga marak kita saksikan dan dengarkan bersama berapa banyak anggota dewan yang terlibat kasus korupsi, baik secara pribadi maupun bersama-sama. Anggota dewan yang terlibat kasus judi, narkoba, asusila yang mana semua ini tentu merupakan perbuatan yang tidak pantas dilakukan oleh anggota dewan yang seharusnya terhormat.

Hal-hal negatif yang terjadi akibat sistem proporsional terbuka seperti disebutkan di atas, sedikit tidaknya bisa dihindari ataupun diminimalisir dengan sistem proporsional tertutup. Dengan sistem proporsional tertutup peran partai politik dalam kaderisasi sistem perwakilan lebih kuat dan dapat mendudukkan kader-kader yang sesuai dengan kebutuhan politik partai dan juga masyarakat serta daerah/negara.

Namun, perlu diingat bahwa mekanisme pencalonan kandidat wakil rakyat yang tertutup akan mengarah kepada semakin menguatnya oligarki di internal partai. Partisipasi rakyat tidak menghasilkan kedekatan dengan kandidat yang terpilih. Sebagaimana pengalaman terdahulu saat sistem proporsional tertutup masih berlaku, orang-orang yang punya popularitas dan kedekatan dengan konstituen dipasang oleh partai hanya sebagai vote Getter dengan nomor urut yang dulu diistilahkan dengan nomor sepatu alias caleg yang memang tidak mungkin terpilih tapi punya peran sebagai pendulang suara. Sementara itu, yang akan panen biasanya orang-orang yang tidak punya basis massa.

Terkait dengan kenyataan politik pemilu kita yang masih kental dengan "wani piro" ini potensi money politik tetap saja terbuka, bahkan cenderung lebih murah modalnya. Dalam sistem terbuka pilihan konstituen adalah langsung kepada kandidatnya, secara psikologis pilihan pada figur ini lebih "mahal" harganya jika dibandingkan permintaan memilih partai 

Meski demikian, saya sependapat dengan kedelapan partai yang tetap menginginkan sistem proporsional terbuka. Persoalan money politik yang cenderung sangat vulgar di sistem proporsional terbuka ini, juga masalah figur caleg yang tidak atau kurang memenuhi syarat kualitas, kapasitas dan kapabilitas dalam artian kebutuhan formal politik nasional sebagai bagian dari partisipasi dan kontrol publik terhadap jalannya pemerintahan. Itulah yang harus kita perbaiki bukannya kembali kepada sistem yang telah ditinggalkan, yang potensi negatifnya juga tak kalah riskannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun