Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa yang Anda Kenang di 77 Tahun Indonesia Merdeka

17 Agustus 2022   11:41 Diperbarui: 24 Agustus 2022   16:13 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Potongan film Soekarno. (Sumber: Kompas.com) 

Genap 77 tahun sudah bangsa ini mengecap kemerdekaannya. Perjuangan berat dalam merebut kemerdekaan itu telah terlewati, namun mempertahankan dan mengisi kemerdekaan itu juga tak kalah beratnya.

Di masa-masa awal kemerdekaan, rongrongan dari kekuatan-kekuatan asing (Belanda) yang coba ingin kembali menjajah bumi pertiwi terus saja terjadi, agresi militer (politionele acties) besar-besaran dilancarkan oleh pemerintah kolonial Belanda yang dilawan habis-habisan oleh para pahlawan dan pejuang, putra-putri terbaik bangsa.

Belanda terus saja melancarkan agresi militer pertama dan kedua hingga Desember 1949 saat Belanda menyerahkan kedaulatan negara Republik Indonesia dalam sebuah soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) pada 27 Desember 1949 yang ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam.

Betapa beratnya perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari ambisi Belanda yang ingin merebut kembali kekuasaan atas negeri yang mereka namakan Hindia Belanda ini. Begitu banyak korban yang jatuh baik di pihak musuh (Belanda) maupun dari pihak pejuang dan rakyat Indonesia, termasuk korban 40.000 jiwa yang dibantai oleh Westerling di Sulawesi Selatan saat agresi militer pertama Belanda.

Guna menutupi ketaklegalan agresi yang mereka lakukan, pihak Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Belanda hanya mengakui Indonesia merdeka pada tanggal, 27 Desember 1949 yaitu saat penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Federal Indonesia yang ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam.

Butuh waktu 60 tahun bagi pemerintah Belanda untuk mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dimana pengakuan itu baru dilakukan secara resmi pada 16 Agustus 2005, sehari sebelum peringatan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pengakuan itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Rudolf Bot dalam pidato resminya di Gedung Departemen Luar Negeri (Deplu). Pada kesempatan itu, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menteri Luar Negeri yang saat itu diijabat oleh Hassan Wirajuda.

Keesokan harinya, saat Peringatan Hari Ulang Tahun ke-60 kemerdekaan Republik Indonesia, Menlu Belanda Bernard Rudolf Bot hadir mengikuti Upacara Kenegaraan Peringatan HUT RI ke-60, di Istana Negara, Jakarta. Apa yang dilakukan oleh Bernard Bot ini merupakan yang pertama kali dalam sejarah yang mendobrak tembok tabu hubungan Indonesia-Belanda.

Pada 4 September 2008, juga untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang Perdana Menteri Belanda, Jan Peter Balkenende, menghadiri rangkaian Peringatan HUT Kemerdekaan RI. Perdana Menteri Belanda ini menghadiri resepsi diplomatik HUT Kemerdekaan RI ke-63 yang digelar oleh KBRI Belanda di Wisma Duta, Den Haag.

Kehadiran Balkenende bersama dengan para menteri utama Kabinetnya antara lain Menteri Luar Negeri Maxime Jacques Marcel Verhagen, Menteri Pertahanan Eimert van Middelkoop, Menteri Hukum Ernst Hirsch Ballin, dan para pejabat tinggi dari kementerian luar negeri, parlemen, serta para mantan Duta-duta Besar Belanda untuk Indonesia.

Tidak selesai sampai disitu saja, perjalanan kemerdekaan bangsa Indonesia masih mendapat banyak ujian dan cobaan, sepanjang fase tahun 1950-an hingga 1960-an situasi politik dan pemerintahan tak kunjung stabil, pemberontakan demi pemberontakan terus terjadi, seperti di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat, dan pulau-pulau lainnya yang pada akhirnya bisa digagalkan, begitu juga friksi antara nasionalis dan agama (Islam) serta komunis yang mewarnai kelam masa-masa itu bisa kita lewati dengan begitu banyak penderitaan dan pengorbanan, baik harta, airmata dan juga jiwa.

Selepas itu, fase 1970-an hingga 1990-an yang merupakan awal kebangkitan pembangunan bangsa, warna-warni dan gonjang-ganjing politik masih terasa dan sesekali memanas. Tapi semuanya tidak menyurutkan langkah mantap negeri ini untuk maju menuju masa depan yang gemilang.

Sebagai generasi akhir orde lama sekaligus generasi awal orde baru, kami masih merasakan lika-liku dan pernak-pernik genderang pembangunan yang masih minim infrastruktur, baik itu infrastrukltur fisik maupun ekonomi. Kami generasi yang masih sempat mendengar dan merasakan bagaimana rakyat masih mengonsumsi 'bulgur' yaitu sejenis biji gandum yang ditumbuk dan dikeringkan, yang entah ini merupakan isu yang dipolitisir atau bukan, bulgur ini disebut sebagai makanan rakyat miskin. Yang mana saat itu memang Indonesia masih kekurangan pangan sehingga mau tidak mau pemerintah mendatangkan (impor) bulgur ini dari Amerika Serikat.

Kami generasi, di beberapa daerah yang masih merasakan listrik hanya hidup (menyala) pada saat petang kurang lebih jam 6 sore dan akan dipadamkan saat pagi hari kurang lebiih jam 6 pagi. Bahkan saat itu masih banyak daerah yang masih tak tersentuh listrik apalagi sinyal internet yang saat itu tidak pernah dibayangkan. Kami masih merasakan bagaimana pulpen masih menjadi sebuah barang mewah, kami sudah cukup senang dengan sebuah potlot yang harus kami raut dengan pisau dapur emak.

Saat kami sekolah dulu, yang masih belum ada aturan wajib belajar, di sekolah dasar kami masih banyak sekelas dengan teman-teman yang usianya sudah remaja di atas 17 tahun, dengan tubuh yang sudah berotot, dengan bulu-bulu tangan dan kaki yang lebat serta kumis yang kadang tidak mereka cukur.

Satu kenangan yang tak mungkin saya lupakan saat sekolah dasar dahulu itu, adalah sekalipun tubuh saya kecil dan usia masih muda, tetapi kelompok saya terdiri dari 'teman-teman' yang bertubuh besar-besar dan usianya telah remaja dan saya adalah pemimpin kelompok itu, baik dalam belajar maupun di luar kelas.

Di kelas kami, setiap hari sabtu, guru wali kelas kami selalu mengadakan acara cerdas cermat yang diikuti oleh beberapa kelompok, dan alhamdulillah kelompok saya hampir selalu menjadi pemenang, inilah yang menjadi kebanggaan kelompok kami yang menjadikan teman-teman memilih saya sebagai ketua kelompok. 

Itulah sedikit kenangan yang bisa kami banggakan dari generasi kami dulu, yakni semangat belajar yang tetap menyala meski sebenarnya usia telah lewat, tapi tidak menjadikannya malu dan kendur untuk belajar, dengan segala keterbatasan yang ada pada masa-masa akhir orde lama dan awal orde baru.

Begitu banyak dan jauh sudah kemajuan yang generasi sekarang rasakan, sudah sepantasnya jika negara kita sekarang ini menjadi negara yang besar dan kuat serta tangguh dalam hal positif apapun. Negara kita beranjak dari keterbatasan di segala lini, kita hanya memiliki modal semangat dan daya juang yang tinggi yang diwariskan oleh para pejuang dan pahlawan bangsa. Sekarang keterbatasan yang dahulu menyelimuti kita telah hilang, semoga semangat dan daya juang warisan para pendahulu kita masih tetap terpatri di hati dan jiwa anak-anak bangsa ini.

Maju negeriku, jadilah tangguh. Selamat Hari Ulang Tahun ke-77 Indonesiaku Jaya.............

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun