Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Presidensi G20 dan Gaungnya yang Belum Menyentuh Rakyat Kecil

31 Juli 2022   23:44 Diperbarui: 31 Juli 2022   23:51 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: kemlu.go.id 

Pagi tadi aku bersiap untuk menulis artikel event writing challenge G20 yang merupakan hari terakhir, belum sempat menulis tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Ketika pintu kubuka, ternyata Pak Ode begitu aku biasa memanggilnya.

"OhPak Ode, bagaimana Pak Ode ada apa?" tanyaku

"Begini Pak, kemarin saya lihat selokan yang biasa disuruh bapak untuk dibersihkan, sekarang sudah banyak sampah yang tertumpuk" jawab Pak Ode.

Aku memang sering meminta tolong kepada Pak Ode untuk membersihkan selokan di depan sebuah persil kosong yang di depannya dijadikan oleh orang-orang sebagai tempat membuang sampah, bukan saja dipinggirannya, tetapi hingga jatuh dan masuk ke selokan.

"Apa perlu saya bersihkan sekarang Pak? Lanjut Pak Ode

"Oh iya, dibersihkan sekarang saja Pak Ode" jawabku

Terpaksa maksud untuk menulis artikel aku batalkan, kebersihan lingkungan harus menjadi prioritas, apalagi kini hujan sudah semakin sering turun dan juga akan masuk bulan Agustus yang biasanya menyambut perayaan 17-an kebersihan lingkungan menjadi salah satu yang dipantau.

Begitulah, aku bersama seorang tetangga dan Pak Ode segera menuju ke lokasi, betul saja kondisi sampah yang menumpuk di selokan sudah demikian banyaknya.

"Heran juga, kenapa orang-orang ini tak punya perasaan membuang sampah seenaknya saja, tak bisakah mereka memanfaatkan ini agar menjadi sesuatu yang berguna, bikin orang lain susah saja" kataku

" Tapi, bagi saya ini berguna Pak, saya bisa dapat kerjaan untuk menambah penghasilan dari menarik becak yang sekarang sepi penumpang" Pak Ode menimpali sambil sedikit tertawa kecil.

Ternyata dari ketidakpedulian orang, kesembronoan orang serta kemalasan orang juga bisa menjadi jalan rejeki bagi orang yang lain. Akan tetapi, biar bagaimanapun kebiasaan jelek seperti ini tidak boleh dibiarkan, akan jauh lebih berarti jika jalan rejeki bagi orang-orang seperti Pak Ode diperoleh dari sebuah proses yang berangkat dari kepedulian dan perilaku yang bijaksana.

Dari bincang-bincang dengan Pak Ode, bahwa penghasilan dari menarik becak saja sangat berat untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Kata Pak Ode, dahulu orang-orang yang biasa menjadi penumpangnya, kini sudah pada memiliki sepeda motor, yang walaupun sepeda motornya sudah berasap jika dipakai karena jarang diservis, tetapi tetap saja mereka gunakan karena dengan modal bensin premium seliter mereka sudah bisa beraktifitas sehari bahkan dua hari.

Sambil menemani Pak Ode bekerja membersihkan selokan, pikiranku kembali ke niatku menulis artikel mengenai kesempatan emas negara kita tercinta ini menjadi pemegang Presidensi G20. Sungguh sebuah hamparan kenyataan yang saling bertolak belakang dari apa yang ada dihadapan saya dengan apa yang ada di dalam pikiran saya tentang betapa meriahnya negeri ini menyambut kepercayaan dunia internasional sebagai pemegang Presidensi dari grup 19 negara besar serta beberapa negara yang bergabung dalam Uni Eropa.

Kemegahan dan kemeriahan event G20 yang selama setahun penuh akan dilaksanakan di negeri ini, sepertinya tidak terasa oleh saya dan juga (apalagi) oleh Pak Ode, ketika orang-orang berbicara tentang ekonomi hijau, kerjasama internasional, pemberdayaan ekonomi inklusif serta beragam agenda-agenda global yang mentereng, kami masih disibukkan dengan pekerjaan membersihkan sampah di selokan.

Bagaimana bisa kami ataupun kita bicara tentang ekosistem digital misalnya, atau tentang energi baru terbarukan, sementara cara mengolah dan membuang sampah saja masih banyak yang oon.

Ataukah mungkin karena kota kami tidak termasuk salah satu dari 19 kota yang terpilih sebagai tempat berlangsungnya event-event dan pertemuan-pertemuan yang terkait dengan pelaksanaan KTT G20 di Indonesia.

Padahal kesempatan menjadi pemegang Presidensi G20 ini bukanlah kesempatan biasa-biasa saja, ini merupakan momentum langka, bukan saja karena pemegang presidensi G20 dilakukan secara bergilir yang mungkin saja baru terulang di 20 tahun ke depan.

Momentum di 2022 ini, merupakan tahun yang penuh krisis, bukan saja krisis pandemi covid-19 yang belum pulih sepenuhnya tetapi ada juga krisis panas politik kawasan yang melibatkan Rusia-Ukraina (Nato). Dalam kondisi krisis ini, tentu saja keseriusan penyelesaian masalah menjadi jauh lebih fokus dan ini merupakan kesempatan emas bagi Indonesia untuk memetik hasil yang sebesar-besarnya dari posisinya yang sekarang memegang Presidensi G20.

Jika mungkin sekarang gaung dari presidensi G20 yang dipegang oleh Indonesia masih didengar dalam tataran rencana yang mungkin baru bisa kita lihat putusan kebijakannya nanti pada puncak kegiatan KTT di bulan November akan datang.

Namun, showcase yang bisa kita tunjukkan kepada dunia khususnya kepada negara peserta yang hadir harus telah benar-benar dilakukan maksimal, meskipun itu belum mencakup seluruh wajah tanah air karena event dari rangkaian G20 ini hanya berlangsung di 19 kota di tanah air.

Harapan saya, Pak Ode dan juga rakyat Indonesia yang lain, agar  momentum pemegang presidensi G20 ini, bukan saja menjadi agenda makro, akan tetapi ketika ini berakhir, road map apa yang bangsa ini harus lakukan terkait hasil-hasil dari kesempatan meemegang presidensi G20 ini sudah terpampang jelas, siapa berbuat apa, sinergi antara Kementerian, Bank Indonesia, sektor swasta, UMKM dan seluruh rakyat sudah mempunyai wadah dan dukungan kebijakan yang komprehensif.

Presidensi G20 harus menjadi etalase dari keunggulan Indonesia, banyak yang bisa dijual dari negeri, idenya, karyanya tapi bukan wilayahnya. Disinilah sejarah itu diukir, bukan saja untuk menunjukkan wajah Indonesia kepada dunia, tetapi juga untuk mengukir sejarah sebagai momentum perubahan perilaku dari 'tradisional' dalam tanda kutip menuju masyarakat Indonesia yang siap go Internasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun