Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lagi Seorang Mahasiswi Tewas akibat Mengikuti Kegiatan Kampus

26 Juli 2022   09:10 Diperbarui: 26 Juli 2022   09:15 2086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: (sumber:bintangsekolahindonesia.com)

Kejadian memilukan yang terjadi pada kegiatan kampus kembali terulang. Terbaru, seorang mahasiswi Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar, tewas saat mengikuti kegiatan pengkaderan senat mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) yang diselenggarakan oleh senat mahasiswa FKM di wilayah perkemahan Bukit Embun Pagi, Lingkungan Butta Toa, Kelurahan Butluttana, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, pada Minggu (24/7).

Kasus tewasnya mahasiswi UMI ini masih dalam penyelidikan pihak kepolisian. Meski hasil penyelidikan pihak kepolisian belum keluar, namun dugaan sementara kematian mahasiswi tersebut akibat kelelahan, dimana hal tersebut mungkin saja benar, mengingat kegiatan pengkaderan yang dilakukan melibatkan kegiatan fisik, dimana para peserta pengkaderan 'direndam' di sungai dan disuruh merayap.

Kasus demi kasus yang melibatkan kegiatan mahasiswa yang cukup memiriskan, dimana hingga menyebabkan jatuhnya korban, baik itu korban cedera maupun hingga meninggal dunia. Selain itu kegiatan-kegiatan kemahasiswaan tersebut kadang dilakukan diluar nalar kepantasan dan nyeleneh.

Sebenarnya telah ada pedoman yang dikeluarkan oleh Kemenristek Dikti terkait kegiatan ospek atau Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) dan ini juga tentu dapat diberlakukan untuk kegiatan lainnya di kampus termasuk kegiatan pecinta alam, pengkaderan organisasi kampus dll, agar semua kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan aturan.

Dimana beberapa diantaranya yang tertulis dalam pedoman yang ada, yakni asas demokratis, yang berarti kegiatan dilakukan berdasarkan kesetaraan dengan menghormati hak dan kewajiban setiap pihak yang terlibat. Kemudian asas humanis, yaitu kegiatan yang dilakukan atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, prinsip persaudaraan, dan anti kekerasan. Namun, pada praktiknya, kegiatan-kegiatan intra kampus itu justru dilakukan tidak seperti tujuan awalnya.

Menengok ke belakang, kita tentu masih ingat kasus kekerasan ospek yang mengakibatkan dua orang mahasiswa baru (Maba) Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, Dikita Handoko dan Agung Bastian Gultom  yang sampai meninggal dunia akibat mengalami penyiksaan dari para seniornya di kampus.

Juga kita tentu masih ingat kejadian yang menimpa.Jonoly Untayanadi (25), mahasiswa di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Sulawesi Utara yang meninggal dunia usai mengikuti ospek pada Januari 2013 lalu.

Rangkaian korban tewas karena kegiatan kampus masih panjang, sebut saja Donny Maharaja, mahasiswa baru Universitas Gunadarma yang meninggal pada 31 Agustus 2001, Awaludin (19) mahasiswa jurusan kimia FMIPA Universitas Hasanuddin yang meninggal pada Oktober 2011, Fikri Dolas Mantya mahasiswa Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, saat kegiatan Ospek mahasiswa baru ITN pada Oktober 2013. Kemudian ada Mulia Firdaus (20) mahasiswa baru  Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB), yang ditemukan tewas mengambang di sungai, Harau, Limapuluh Kota, Sumatera Barat setelah mengikuti Orientasi Pengenalan Kampus (Ospek), pada Minggu (14/3/2021), di bulan yang sama Fadil Abdi Nursahri (18) Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang, Banten yang meninggal dunia setelah mengikuti kegiatan pecinta alam (mapala).

Selain jatuhnya korban jiwa dalam kegiatan-kegiatan kampus di atas, kejadian-kejadian nyeleneh yang dilakukan oleh panitia ospek di kampus cukup memiriskan, seperti misalnya, mahasiswa yang diminta meminum air yang telah bercampur liur/ludah para mahasiswa baru, mengulum sebuah permen secara berggilir dan banyak lagi tindakan yang menjurus ke perploncoan yang diluare nalar kepantasan.

Sebenarnya apa sih urgensi kegiatan-kegiatan pengenalan kampus yang kebablasan tersebut. Mungkin saja tujuan awal pengenalan kehidupan kampus adalah positif agar mahasiswa baru mengenal apa dan bagaimana kehidupan di kampus, terkait dengan kesadaran berbangsa, bernegara, bela negara serta kepedulian terhadap lingkungan dan kemasyarakatan yang sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Termasuk di dalamnya tentang mengenal bagaimana sistem pembelajaran dan kehidupan sivitas akademika dengan nilai-nilai dasar pendidikan dan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Namun, apapun asas, maksud dan tujuan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan tersebut, yang dapat kita lihat kasus demi kasus terkait kelalaian yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan kampus ini terus saja menimbulkan korban baik jiwa maupun cedera (fisik dan mental).

Kegiatan yang telah memberi gambaran nyata bagi seluruh stake holder pendidikan kita akan jatuhnya korban, evaluasi tentu telah dilakukan, tetapi kenyataannya insiden negatif masih terus terjadi dan berlanjut, pertanyaannya ada apa dengan ini ?

Cukuplah bagi kita untuk berkesimpulan bahwa kegiatan-kegiatan ospek dan semacamnya adalah kegiatan yang berisiko, dan dalam hal ini tidaklah pantas tanggung jawab pelaksanaan kegiatannya diberikan pada mahasiswa (senior), yang kompetensinya entah didapat dari mana?

Di era 4.0 atau entah era apalah yang ingin kita namakan, bentuk-bentuk perploncoan sudah menjadi cerita basi yang primitif, termasuk bentuk-bentuk 'militerisasi' dalam kehidupan sipil sudah kita tinggalkan, dimana justru mahasiswa sendiri yang menjadi ujung tombak reformasi yang salah satunya menjadikan militer itu berada di barak tak lagi berdwi fungsi dalam kehidupan sipil. Namun, justru dalam kegiatan kampus, kok gaya-gaya militer masih diterapkan, padahal model militer itu harus dilakukan secara dan oleh yang profesional.

Di era digital, sudah bukan jamannya ospek fisik, kemampuan, kecakapan dan keterampilan yang ingin dicapai melalui ospek yang cuma dua minggu itu tentulah sangat jauh dari ideal, malah seperti yang kita lihat justru menghadirkan banyak luka dan duka bagi mahasiswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun