Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perundungan pada Anak Penderita Autisme, Mengapa Kerap Terjadi?

25 Mei 2022   13:26 Diperbarui: 27 Mei 2022   17:12 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi stop bullying| Shutterstock via Kompas.com

Bagaimana perasaan orangtua saat mendapati kenyataan bahwa si buah hati menyandang autis? Tentu akan banyak perasaan yang berkecamuk di dalam dada para orangtua mengetahui buah hatinya menyandang autisme. 

Akan tetapi, ada satu hal yang paling didambakan dan diharapkan oleh orangtua, yakni bagaimana sang buah hati itu bisa tumbuh dan hidup mandiri nantinya tanpa harus bergantung dengan orang lain termasuk dengan orangtuanya dan bahkan bagaimana agar mereka bisa seperti orang normal lainnya dapat memiliki atau membangun rumah tangga dan keluarga mereka sendiri.

Secara umum apa yang menjadi harapan orangtua yang memiliki buah hati yang mengidap autisme itu sangat dimungkinkan, dengan terapi dan penanganan yang tepat orang-orang yang didiagnosa autis bisa 'sembuh' dan menjalani kehidupan normal dan mandiri.

Anak dengan autisme biasanya punya masalah dalam berkomunikasi, berinteraksi dengan orang lain atau melakukan kontak mata, namun demikian anak autis biasanya memiliki kecerdasan yang lebih dari anak normal.

Anak dengan autisme berhak dihargai sama dengan anak normal lainnya, diberikan dukungan untuk berinteraksi dengan lingkungannya, dan yang paling penting adalah mendapatkan perhatian dan kasih sayang di keluarganya.

Bagi keluarga yang memiliki buah hati autis perlu memahami potensi unik yang anak autis mereka miliki, sebab keunikan seorang anak autisme jika dibantu dan didukung dengan baik, maka tidak jarang mereka bisa berprestasi. 

Pengidap autisme, seperti Elon Musk atau Greta Thunberg jika kita lihat tentu sulit untuk dipercaya bahwa mereka adalah orang yang mengidap autisme, apa yang terlihat dari mereka tidak ada tipikal autis.

Atau mungkin kita bisa melihat sosok Kody Lee, pemenang American Idol 2019, secara fisik mungkin Kody Lee terlihat sangat terbatas. Namun, secara prestasi dengan menjuarai kontes American Idol tentu itu bukan prestasi yang biasa saja.

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa penanganan anak dengan autisme memerlukan perhatian yang lebih dan khusus, bagi mereka yang tinggal di kota besar yang tentu saja dukungan fasilitas perawatan ataupun penanganan penderita autis lebih mudah ditemukan, namun bagi mereka yang tinggal di kota kecil yang fasilitas bagi penyandang autis masih minim baik dari segi fasilitasnya sendiri maupun dari sumber daya manusianya.

Begitu pula dalam hal biaya, bagi orang yang mampu tentu masalah biaya bukanlah hal yang menjadi persoalan. Tetapi bagaimana dengan orang yang tidak mampu, seperti kita ketahui bahwa penanganan penderita autis memerlukan biaya yang tidak sedikit, dari pengalaman orangtua yang memiliki anak penderita autis, untuk biaya terapi setiap bulan memerlukan biaya setidaknya 2.5 juta rupiah, biaya konsultasi ke dokter sekitar 500an ribu, belum termasuk obat-obatan dan suplemen khusus untuk penderita autisme.

Image: orami.co.id
Image: orami.co.id

Terlepas dari semua persoalan di atas, bahwa kehidupan bagi penderita autisme sangat terpengaruhi oleh tiga hal, yakni si penderita, orangtua/keluarga dan lingkungan.

Di sini saya ingin berbagi cerita, bukan cerita lama tetapi cerita yang baru saja terjadi tepatnya dua hari lalu Senin, 23/5/2022. Seorang kerabat saya, kebetulan memiliki putra yang didiagnosis menderita autis asperger syndrome. 

Di lingkungan sekolah si anak ini dikenal sangat cerdas, namun di pergaulan sekolahnya tidak banyak yang tahu atau mungkin tidak mau tahu jika dia menderita asperger syndrome, sehingga "ternyata" si anak ini kerap mendapatkan bullying dari teman-temannya.

Tahun 2021 lalu si anak tamat dari SMA dan kebetulan keterima di UNY Yogyakarta, namun karena situasi covid-19 yang mengharuskan perkuliahan dilaksanakan secara daring maka si anak ini berkuliah secara daring dari Kendari saja. 

Barulah di semester kedua ini setelah perkuliahan tatap muka sudah bisa dilaksanakan, akhirnya si anak ini pun harus berangkat menuju Yogyakarta sekitar 10 hari yang lalu, kebetulan ada kakaknya yang juga kuliah di Yogyakarta.

Orangtua rela melepas kepergian putranya, karena mengetahui bahwa sang putra sudah bisa hidup mandiri, apalagi di sana ada kakaknya yang bisa mendampingi adiknya. 

Tak ada firasat ataupun, Hari Senin yang lalu saat makan malam, si anak ini yang kesukaannya makan tempe yang digoreng dengan tepung saj**u, yang kebetulan saat itu tepungnya habis dan si anak bermaksud pergi membeli tepung itu ke toko di dekat kosannya, sang kakak sempat menahannya karena khawatir si adik yang masih baru di Yogya, akan tetapi si adik (yang memang bawaan syndromenya jika sudah menginginkan sesuatu tidak bisa dihalangi) berkeras untuk pergi sendiri membeli di toko yang memang tidak terlalu jauh dari tempat kost mereka.

Setelah berangkat sekitar jam 8 malam, hingga beberapa jam belum juga muncul, Handphonenya pun ketika dihubungi tidak aktif. Si kakakpun mulai gelisah dan pergi mencari adiknya namun tidak ketemu, setelah beberapa lama mencari akhirnya ditemukanlah sendal si adik di tepi embung timur kampus UII yang kebetulan memang dekat dengan kost mereka. Kecemasan akhirnya melanda sang kakak dan juga kawan-kawannya yang segera melaporkan ke pihak kepolisian.

Betullah, setelah dilakukan pencarian di embung itu, esok harinya barulah korban ditemukan telah dalam kondisi meninggal dunia. Dan yang menjadi kesedihan kami pihak keluarga bahwa dari catatan-catatan almarhum termasuk status-status di medsosnya, almarhum mengeluh bahwa dia merasa tertekan dengan rundungan-rundungan yang sering dilakukan terhadapnya, mulai sejak masih sekolah hingga pun dia telah kuliah ini.

Inilah yang terlepas dari perhatian keluarga yang merasa sang anak baik-baik saja, begitu juga pihak sekolah mulai dari guru dan teman-teman siswa yang mungkin saja kurang peka terhadap kerentanan psikis anak berkebutuhan khusus penderita syndrome autisme. 

Di permukaan mungkin terlihat baik-baik saja, namun komunikasi yang tidak saling memahami bahkan bisa dibilang tidak menjadi kepedulian terhadap anak berkebutuhan khusus dari lingkungan di luar keluarga inilah yang menjadi petaka besar bagi si anak.

Lingkungan, terlebih khusus lingkungan sekolah perlu ditegaskan agar tidak pernah menganggap enteng perundungan atau bullying karena itu semua dapat berakibat fatal. 

Korban perundungan bisa mengalami stres mulai dari ringan hingga berat bahkan karena tidak mampu menahannya korban bisa sampai bunuh diri, apalagi pada anak yang berkebutuhan khusus yang mengalami keterbatasan mengkomunikasikan perasaannya.

Perundungan di lingkungan pendidikan tidak saja terjadi pada anak-anak usia SMA ataupun kuliah, akan tetapi anak-anak yang masih duduk di bangku SD dan SMP juga tidak aman dari perbuatan perundungan tersebut.

Berdasarkan data dari tim Konselor Kementerian Sosial, dikatakan ada sekitar 40 persen anak-anak, terutama dari usia SD dan SMP, yang di-bully dan akhirnya mengalami frustrasi yang cukup dalam. Untuk itu, sangat diperlukan perhatian dan kerja sama dari pihak sekolah, orang tua, dan teman untuk mencegah perilaku perundungan tersebut. 

Terlebih lagi bagi anak yang berkebutuhan khusus, yang memang rentan menjadi korban perundungan. Karena dari tampilan secara fisiknya, kemampuannya, cara komunikasinya, dan cara berinteraksinya biasanya memang berbeda dari anak-anak umumnya. 

Dan bagi anak-anak lain di sekolah, perbedaan yang mereka tangkap dan rasakan dari anak berkebutuhan khusus ini menjadi sesuatu yang memancing mereka untuk menjadi perundung. Naudzubillahi min dzalik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun