Di permukaan mungkin terlihat baik-baik saja, namun komunikasi yang tidak saling memahami bahkan bisa dibilang tidak menjadi kepedulian terhadap anak berkebutuhan khusus dari lingkungan di luar keluarga inilah yang menjadi petaka besar bagi si anak.
Lingkungan, terlebih khusus lingkungan sekolah perlu ditegaskan agar tidak pernah menganggap enteng perundungan atau bullying karena itu semua dapat berakibat fatal.Â
Korban perundungan bisa mengalami stres mulai dari ringan hingga berat bahkan karena tidak mampu menahannya korban bisa sampai bunuh diri, apalagi pada anak yang berkebutuhan khusus yang mengalami keterbatasan mengkomunikasikan perasaannya.
Perundungan di lingkungan pendidikan tidak saja terjadi pada anak-anak usia SMA ataupun kuliah, akan tetapi anak-anak yang masih duduk di bangku SD dan SMP juga tidak aman dari perbuatan perundungan tersebut.
Berdasarkan data dari tim Konselor Kementerian Sosial, dikatakan ada sekitar 40 persen anak-anak, terutama dari usia SD dan SMP, yang di-bully dan akhirnya mengalami frustrasi yang cukup dalam. Untuk itu, sangat diperlukan perhatian dan kerja sama dari pihak sekolah, orang tua, dan teman untuk mencegah perilaku perundungan tersebut.Â
Terlebih lagi bagi anak yang berkebutuhan khusus, yang memang rentan menjadi korban perundungan. Karena dari tampilan secara fisiknya, kemampuannya, cara komunikasinya, dan cara berinteraksinya biasanya memang berbeda dari anak-anak umumnya.Â
Dan bagi anak-anak lain di sekolah, perbedaan yang mereka tangkap dan rasakan dari anak berkebutuhan khusus ini menjadi sesuatu yang memancing mereka untuk menjadi perundung. Naudzubillahi min dzalik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H