Allahumma Innaka Afuwwun Kariim Tuhibbul Afwa Fa'Fu Annii
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha pemurah yang menyukai ampunan, maka ampunilah aku"
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang memiliki keistimewaan tersendiri bagi umat islam di seluruh dunia. Di bulan ini, doa-doa dikabulkan, berkah begitu melimpah, dan pintu surga dibuka lebar. Ramadhan bahkan dimaknai sebagai bulan dengan sejuta kemuliaan.
Di bulan Ramadhan ini, umat muslim tidak saja diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh, akan tetapi di bulan ini Allah Subhanahu Wataala memberikan keberkahan kepada hamba-hambaNya bahwa di bulan yang suci ini segala amal ibadah akan dibalas dengan balasan yang lebih banyak dibandingkan dengan hari-hari di luar bulan ramadhan.
Dan di samping itu, Allah Subhanahu Wataala menjadikan salah satu malam di dalam bulan ramadhan ini terdapat satu malam yang teramat mulia yang disebut "lailatul qadar". Yang mana malam lailatul qadar ini disebutkan adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Malam lailatul qodar adalah malam dimana Allah Ta'ala menurunkan ayat-ayat pertama dalam Al-Quran. Pada malam lailatul Qodar ini, Allah Ta'ala juga menugaskan para malaikat untuk turun ke bumi dengan berbagai macam tugas, yang salah satunya adalah bertugas memberkahi orang-orang yang beribadah kepada Allah Rabbul 'alamiin.
Adanya malam kemulian atau malam lailatul qadar ini sebagaimana terdapat dalam hadits:
"Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diwajibkan kepada kalian ibadah puasa, dibukakan pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka serta setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan kebaikannya berarti ia telah benar-benar terhalang atau terjauhkan (dari kebaikan)." (HR. Ahmad).
Dan di hadits yang lain disebutkan:
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa sholat di malam lailatul qodr karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu).
Mendapatkan kemuliaan lailatul qadar tentulah merupakan harapan terbesar dari ummat muslim, bagaimana tidak, keberkahan ibadah satu malamnya lebih baik dari keberkahan beribadah selama 1000 bulan.
Lalu kapankah malam lailatul qadar itu? Kapan waktu tepat datangnya malam lailatul qadar hanya Allah yang mengetahuinya. Kita hanya bisa berharap mendapatkan kemuliaan malam yang setara dengan ibadah selama seribu bulan tersebut dengan mencarinya di malam-malam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melalui i'tikaf, sebagaimana hadits dari Abu Sa'id Al Khudri di mana Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Aku pernah melakukan i'tikaf pada sepuluh hari Ramadhan yang pertama. Aku berkeinginan mencari malam lailatul qadar pada malam tersebut. Kemudian aku beri'tikaf di pertengahan bulan, aku datang dan ada yang mengatakan padaku bahwa lailatul qadar itu di sepuluh hari yang terakhir. Siapa saja yang ingin beri'tikaf di antara kalian, maka beri'tikaflah." Lalu di antara para sahabat ada yang beri'tikaf bersama beliau. (HR. Bukhari no. 2018 dan Muslim no. 1167).
Namun demikian berdasarkan kajian-kajian ulama malam kemuliaan (lailatul qadar) itu datang pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir Ramadhan. Apakah di malam ke-21, 23, 25, 27 atau 29. Ini berdasarkan perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam, namun, kebanyakan ulama sangat mengajurkan kita untuk menjemput lailatul qadar itu pada malam ke-23 atau ke-27.
Dimana yang menjadi dasar menjemput lailatul qadar pada malam-malam ganjil dan anjuran mencarinya pada malam ke-23 atau ke-27 adalah berdasarkan hadits dari Abu Amr.
"Kalian sebaiknya menjemput lailatul qadar pada salah satu dari dua-tujuh, yakni pada malam ke-23 (tujuh malam menjelang akhir Ramadhan) atau pada malam ke-27 (malam ke-7 dari sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, dihitung mulai dari malam ke-21). Demikian pula hadits dari Ibnu Abi Syaibah, Imam Ahmad dan Imam An-Nasai. "Carilah lailatul qadar pada malam ketujuh yang terakhir (malam ke-23 atau ke-27).
Selain pendapat tersebut di atas, Imam Al Ghazali membuat prakiraan datangnya atau turunnya malam lailatul qadar berdasarkan dari hari awal pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan. Jika awal Ramadhan jatuh pada hari Minggu atau Rabu, maka lailatul qadar kemungkinan akan turun pada malam ke-29; jika awal Ramadhan jatuh pada hari Senin, maka kemungkinan lailatul qadar akan jatuh pada malam ke-21; jika awal Ramadhan jatuh pada hari Selasa atau Jumat, maka lailatul qadar kemungkinan akan jatuh pada malam ke-27; selanjutnya jika awal puasa Ramadhan dimulai pada hari Kamis, maka kemungkinan lailatul qadar akan jatuh pada malam ke-25; dan jika awal puasa Ramadhan jatuh pada hari Sabtu, maka lailatul qadar akan jatuh pada malam ka-23.
Dan dari salah satu guru kami, yang mengajarkan kepada kami untuk mencari atau boleh dikata mengejar malam lailatul qadar itu di malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir Ramadhan, namun lebih-lebih khusyuk lagi di malam ganjil yang bertepatan dengan hari Senin, ini berdasarkan pandangan bahwa Rasulullah lahir, dan diutus menjadi Nabi serta Al Qur'an pertama diturunkan adalah pada hari senin. Sebagaimana terdapat dalam Hadits Riwayat Muslim yang menjelaskan Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam telah bersabda:
"Hari Senin adalah di mana hari aku lahir, hari aku diutus juga hari turunnya Al Qur'an kepadaku."
Namun demikian, satu hal yang terpenting dalam mencari dan menjemput lailatul qadar adalah keyakinan adanya lailatul qadar pada setiap Ramadhan. Adapun waktu tepat kehadirannya sesungguhnya hanya Allah yang mengetahuinya. Pendapat tentang perkiraan turunnya lailatul qadar seperti yang diuraikan di atas hanya sebagai pendekatan saja, namun yang pasti ia turun di sepuluh malam terakhir, dan sebaik-baik cara adalah dengan melakukan i'tikaf yang diisi dengan banyak ibadah dan dzikir sebagaimana yang tidak pernah ditinggalkan oleh junjungan kita Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam.
Selain itu untuk mencari malam kemuliaan tentu perlu 'wadah' yang mulia pula, dalam artian jasmani dan rohani kita juga harus bersih, dan ikhlas untuk melaksanakan segala ibadah yang diperintahkan oleh Allah. Kita harus tunduk dan pasrah menjalankan ibadah puasa Ramadhan di siang harinya dan mengisi serta menghiasi malam-malam Ramadhan dengan Shalat, baik Shalat wajib maupun sunnah dan sebisanya dilakukan secara berjamaah kecuali shalat yang bisa dilakukan secara sendiri.
Dan yang tak kalah pentingnya adalah untuk senantiasa menjaga seluruh anggota badan dari perbuatan maksiat. Menundukkan pandangan dan mengendalikan lisan, baik dari ghibah ataupun kata-kata kasar yang harus benar-benar dihindarkan. Intinya, kita harus menghias jiwa raga dengan nilai-nilai ibadah, akhlak mulia, dan berusaha keras menjauhi segala perbuatan maksiat.
Sungguh dengan melaksanakan itu semua dengan penuh keikhlasan, kepatuhan dan kepasrahan, maka niscaya meski lailatul qadar tidak kita dapatkan, akan tetapi makna dan tujuannya telah kita lewati dan insya Allah semoga itu membawa kita ke jalan taqwa dan kebahagiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H