Mufasir Jalaluddin Al Mahalli dalam kitab Tafsir Jalalain menerangkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Allah mewahyukan kepada-nya (Nabi SAW) secara langsung, dan Dia telah (mewajibkan) kepadaku lima puluh kali shalat untuk setiap hari. Setelah itu lalu aku (Nabi SAW) turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa (langit yang keenam). Maka Nabi Musa bertanya kepadaku, 'Apakah yang diwajibkan oleh Rabbmu atas umatmu?' Aku menjawab, 'Lima puluh kali shalat untuk setiap harinya.' Nabi Musa berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah keringanan dari-Nya karena sesungguhnya umatmu niscaya tidak akan kuat melaksanakannya; aku telah mencoba Bani Israel dan telah menguji mereka.' Rasulullah SAW melanjutkan kisahnya, maka aku kembali kepada Rabbku, lalu aku memohon, 'Wahai Rabbku, ringankanlah buat umatku.' Maka Allah meringankan lima waktu kepadaku. Lalu aku kembali menemui Nabi Musa. Dan Nabi Musa bertanya, 'Apakah yang telah kamu lakukan?' Aku menjawab, 'Allah telah meringankan lima waktu kepadaku.' Maka Nabi Musa bertanya, 'Sesungguhnya umatmu niscaya tidak akan kuat melakukan hal tersebut, maka kembalilah lagi kepada Rabbmu dan mintalah keringanan buat umatmu kepada-Nya.' Rasulullah melanjutkan kisahnya, maka aku masih tetap mondar-mandir antara Rabbku dan Nabi Musa, dan Dia meringankan kepadaku lima waktu demi lima waktu. Hingga akhirnya Allah berfirman, 'Hai Muhammad, shalat lima waktu itu untuk tiap sehari semalam; pada setiap shalat berpahala sepuluh shalat, maka itulah lima puluh kali shalat. Dan barang siapa yang berniat untuk melakukan kebaikan, kemudian ternyata ia tidak melakukannya dituliskan untuknya pahala satu kebaikan. Dan jika ternyata ia melakukannya, dituliskan baginva pahala sepuluh kali kebaikan. Dan barang siapa yang berniat melakukan keburukan, lalu ia tidak mengerjakannya maka tidak dituliskan dosanya. Dan jika ia mengerjakannya maka dituliskan baginya dosa satu keburukan.' Setelah itu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa, lalu aku ceritakan hal itu kepadanya. Maka ia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah kepada-Nya keringanan buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat melaksanakannya. Maka aku menjawab, 'Aku telah mondar-mandir kepada Rabbku hingga aku malu terhadap-Nya.'" (Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim; dan lafal hadis ini berdasarkan Imam Muslim).
Seandainya hari-hari kita dipenuhi dengan shalat, tentulah kita tak akan melenceng dari tujuan penciptaan kita. Kita tak akan sempat melakukan perbuatan yang tak bermanfaat, apalagi dosa. Kalau sedang tidak shalat, kita akan sibuk mencari penghidupan dan hal-hal positif lainnya. Waktu kita benar-benar optimal untuk kemanfaatan.
Shalat ini sesungguhnya bukanlah semata-mata kewajiban hamba terhadap Rabbnya, tetapi Shalat ini adalah media bagi hamba ummat Rasulullah SAW untuk mendapatkan pahala kebaikan dari Allah SWT.
Dan pahala dari Shalat yang diberikan oleh Allah SWT adalah Innashsholata tanha 'anil fahsyai wal munkar yang artinya sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
Ini sebuah pahala yang besar, karena menghindari perbuatan keji dan mungkar itu adalah suatu pekerjaan yang sangat-sangat berat. Shalat dikatakan dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar ialah bahwa seorang hamba yang mendirikan shalat, menyempurnakan rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, khusyu'nya, maka hatinya akan bercahaya, dadanya akan menjadi bersih, imannya akan bertambah, dan bertambah kecintaannya kepada kebaikan, dan menjadi sedikit bahkan hilanglah keinginannya terhadap kejelekan. Bukankah ini suatu pahala besar.
Bukan itu saja, Shalat merupakan rangkuman berbagai ibadah di dalamnya, termasuk di antaranya berzikir, tilawah, berdiri menghadap Allah, berdoa, bertasbih, bertakbir, dan bersujud. Ini semua sesungguhnya jika diselami secara seksama adalah bentuk karunia dan kasih sayang sang pencipta kepada hamba-hambanya. Setiap ibadah, gerakan, dan ucapan dalam Shalat adalah bentuk komunikasi hamba kepada penciptanya, dan kalau ini bisa dikhusyukkan tentu akan menjadi kenikmatan luar biasa dan keberuntungan yang tak ternilai dengan dunia.
Tiada tempat yang indah selain Shalat, dalam sujud kita berbisik kepada bumi namun terdengar oleh penghuni langit dan diijabah oleh sang pemilik seluruh kehidupan. Rasulullah SAW bersabda: "Kondisi hamba paling dekat dengan Robbnya adalah tatkala ia sedang sujud, maka perbanyaklah doa" (HR Muslim no 482).
Namun sayang, di zaman sekarang begitu dominan di kalangan umat Islam kebanyakan hanya berislam di KTP saja. Tidak bisa kita pungkiri nilai-nilai mulia yang dicontohkan Islam sudah terkikis dari diri dan jiwa pemeluknya. Salah satu rukun Islam yang sering diabaikan adalah menegakkan shalat. Padahal, shalat itu adalah tiangnya agama. Allah Swt berfirman, "Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya." (QS. Al-Ahzab: 33).
Di ayat yang lain, Allah berfirman,"Tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyat: 56). Tentu saja shalat, bukan sekedar menggugurkan kewajiban, tapi memahami esensinya. Sebagaimana firman-Nya, "Dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar." (Al-Ankabut: 45).
Namun bagaimana dengan orang yang Shalat tetapi masih saja berbuat dzolim tidak saja kepada orang lain bahkan juga terhadap sesamanya.? Saya mungkin tidak bisa menjawabnya, namun sebagai refleksi diri bahwa saya mendirikan Shalat dengan meluruskan niat semata-mata kepada Allah SWT yang maha pengasih dan lagi maha penyayang, tuhan sekalian alam. Menyempurnakan rukun-rukun Shalat, syarat-syarat Shalat, khusyu'nya Shalat, dan mensucikan diri lahir dan bathin dari kotoran-kotoran lahir serta kotoran-kotoran bathin.