Kebutuhan daging sapi di dalam negeri terus mengalami peningkatan. Untuk tahun 2021, diperkirakan kebutuhan daging sapi secara nasional mencapai kurang lebih 700.000 ton atau setara dengan 3,6 juta ekor sapi.
Sayangnya produksi daging sapi dalam negeri hanya sebanyak 400.000 ton daging sapi per tahunnya.
Ketimpangan antara produksi dengan kebutuhan daging sapi ini membuat kita sangat bergantung pada import daging sapi yang jumlahnya hampir mencapai 50% dari jumlah permintaan.
Hal ini mendorong negara untuk melakukan upaya-upaya serius untuk mengatasi ketergantungan kita terhadap import daging sapi, salah satunya adalah melalui optimalisasi reproduksi.Â
Caranya dengan mempercepat reproduksi agar sapi-sapi betina yang sedang produktif tidak tertunda kehamilannya lantaran menunggu pejantan. Dan langkah yang ditempuh untuk melakukan hal ini tentulah melalui proses inseminasi buatan.
Dan satu yang patut disyukuri bahwa teknokogi IB (Inseminasi Buatan) sekarang ini memberi kesempatan kepada peternak untuk memilih sperma jenis apa yang akan atau ingin disuntikan ke induk sapi yang sedang dalam masa birahi itu.
Berangkat dari hal ini, entah mendapat ide dari mana seorang petani peternak sapi di kabupaten Buton Utara yang memiliki ternak sapi jenis sapi Bali yang ukuran bobotnya tidak seberapa besar.Â
Sang petani bersama petugas inseminasi buatan memilih untuk melakukan inseminasi buatan pada sapi jenis sapi Bali dengan sperma sapi jenis simmental.
Pikiran dan keinginan memiliki sapi Simmental yang hampir seukuran gajah itu, akhirnya dilakukan, sayangnya saat melahirkan induk sapi itu sampai mengalami kelumpuhan tak bisa berdiri saking besarnya pedet (anak sapi) yang dilahirkannya.