Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Merebut Piala Thomas dan Uber, Hanya dalam Mimpi

6 Oktober 2021   23:25 Diperbarui: 6 Oktober 2021   23:47 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: tribunolahraga.com

Setelah kegagalan menyakitkan di Sudirman Cup, beberapa hari ke depan kita kembali akan menghadapi event bulutangkis beregu yang tidak kalah bergengsi bahkan mungkin lebih bergengsi dari piala Sudirman. 

Yang mana di piala Sudirman ini kita gagal total, hanya bisa lolos "beruntung" dari penyisihan grup lalu harus keok seperti ayam sayur, dari Malaysia yang notabene masih dibawah kita.

Harapan masyarakat bulutangkis nasional, kita harus mampu membawa pulang setidaknya satu dari dua piala yang diperebutkan, tapi sepertinya ini harapan yang irasional jika mengingat penampilan skuad piala Sudirman serta hasil mengecewakan yang mereka peroleh saat bertanding di Finlandia.

Apa sebenarnya yang kurang dari pemain-pemain kita yang akan memperkuat tim Thomas dan Uber, khususnya di bagian putra alias tim Thomas Cup, komposisi pemain yang kita miliki sudah sarat pengalaman memenangi beragam kejuaraan, gap antara pemain pertama dan yang dibawahnya boleh dikata tidak ada alias mereka seimbang. 

Yah dengan komposisi yang ada ini harusnya Indonesia akan berbicara banyak di piala Thomas nanti, tapi itu semua hanya hitung-hitungan di atas kertas, sama seperti di piala Sudirman lalu, hitungan diatas kertas hasil paling terburuk yang bisa kita raih saat melawan Malaysia adalah menang 3-2, tapi pada kenyataannya kita keok seperti anak ayam yang baru belajar berkelahi melawan ayam juara.

Skuad Tim Thomas Cup Indonesia yang akan melawan 3 negara lain, yaitu Taiwan, Thailand, dan Aljazair.

Tunggal Putra Indonesia
1.Anthony S Ginting
2.Jonatan Christie
3.Shesar H Rhustavito
4.Chico A Dwi Wardoyo

Ganda Putra Indonesia
1. Marcus F Gideon / Kevin Sanjaya S
2. Mohammad Ahsan / Hendra Setiawan
3. Fajar Alfian / M Rian Ardianto
4. Leo R Carnando / Daniel Marthin

Skuad Tim Putri di Uber Cup 2021 yang akan  menghadapi Jepang, Perancis, dan Jerman.

Tunggal Putri Indonesia
1.Gregoria M Tunjung
2.Putri Kusuma Wardani
3.Nandini Putri Arumni
4.Ester Nurumi T Wardoyo

Ganda Putri Indonesia
1.Greysia Polii / Apriyani Rahayu
2. Siti Fadia S Ramadhanti / Ribka Sugiarto
3. Nita V Marwah / Putri Syaikah
4. Febby V D Gani / Jesita P Miantoro

Usai kegagalan di Finlandia, sebagaimana diberitakan oleh media, bahwa tim Sudirman yang tetap menjadi inti di tim Thomas dan Uber langsung menerapkan strategi awal untuk menyongsong dan menghadapi piala Thomas dan Uber yakni dengan langsung melakukan latihan serius.

Bukannya apatis, secara teknis kemampuan pemain-pemain Indonesia tidak kalah dengan siapapun pemain top dunia, tapi satu yang tidak pernah kita lihat ditunjukkan oleh pemain-pemain kita yakni "semangat juang." Kecuali Greysia Polii dan Apriyani yang masih memiliki itu.

Ini yang perlu dipahami oleh pengurus, pelatih dan pemain, "semangat juang kebangsaan" yang sama sekali tidak tertanam di diri pemain kita saat ini.

Era Rudi Hartono, Liem Swie King, Icuk Sugiarto, Hastomo Arbi, Joko Supriyanto, Alan Budi Kusuma, Minarni, Verawati Fajrin, Ivanna Lie, Susi Susanti, Mia Audina dll. Juga di sektor ganda era Cuncun/Johan Wahyudi, Cristian/Ade Chandra, Eddy Hartono/Rudy Gunawan, Ricky/Rexy, Imelda Wiguno/Verawaty Fajrin, Finarsih/Lili Tampi, Vita Marissa/Liliyana Natsir. 

Para pemain-pemain Indonesia di jaman mereka tersebut di atas bermainnya ngotot tak mau kalah dari lawan, meski secara teknis mereka berada di bawah lawan tapi semangat juang mereka akan menutupi segala kekurangan untuk melakukan perlawanan yang sengit kalau toh mereka harus kalah tapi kalah dengan terhormat.

Teringat satu momen pertandingan yang menyuguhkan partai dramatis tentang bagaimana semangat juang yang harus terus berkobar meski harapan boleh dikata telah pupus. 

Partai legendaris antara sesama pebulutangkis Indonesia, Liem Swie King vs Lius Pongoh di perempatfinal Indonesia open 1984, set ketiga Lius Pongoh si bola karet tertinggal 0-14 (saat itu poin bulutangkis format lama sampai hitungan 15 poin, tapi pindah serve/bola tidak mendapat poin). 

Lius Pongoh yang tidak mengenal menyerah berjuang perlahan hingga bisa memenangkan pertandingan dengan skor 15-14, Lius Pongoh pun ke semifinal menghadapi Morten Frost Hansen pemain top Denmark, menang melawan Morten, Lius ke final dengan perjuangan pantang menyerahnya akhirnya ia meraih gelar satu-satunya yang pernah ia raih dalam karirnya, setelah mengalahkan rekan senegara Hastomo Arbi.

Kita juga mungkin ingat si bocah ajaib Mia Audina yang menjadi penentu sukses tim Uber Indonesia merebut kembali piala Uber di tahun 1994, setelah mengalahkan raksasa bulutangkis, China. 

Setelah unggul 2-0 lewat kemenangan Susi Susanti atas Ye Zhaoying dan Finarsih/Lili Tampi, namun China berhasil menyamakan kedudukan 2-2 usai Yuliani Santosa tunggal putri kedua dan Eliza Nathanael/Zelin Resiana ganda kedua mengalami kekalahan. 

Tunggal ketiga saat itu adalah bocah mungil berusia 14 tahun Mia Audina yang dipasang melawan Zhang Ning salah satu pemain top China saat itu, dan perjuangan penuh semangat yang pantang menyerah dari Mia Audina akhirnya membuahkan hasil piala Uber berhasil kita rebut dari juara bertahan China.

Bukan mengecilkan arti perjuangan tim Thomas dan Uber kita, khususnya tim Thomas kekalahan yang dialami oleh pemain kita di piala Sudirman lalu sangat mengecewakan, seperti kalah tanpa semangat perlawanan, tidak bisa kita abaikan faktor "semangat juang". 

Apalagi atas nama bangsa itu punya dampak yang besar dalam merebut kemenangan pada event kejuaraan yang bersifat mewakili negara, seperti piala Sudirman, piala Thomas dan Uber, juga Olimpiade, Asian Games dan Seagames, hanya Greysia/Apriyani yang punya semangat itu meski secara kualitas peringkatnya berada dibawah lawannya tapi semangat juang mereka menutup semua kelemahan. 

Dan itu tidak bisa ditunjukkan oleh tim putra kita yang secara kualitas lebih baik dari lawannya tapi kalah dari lawan yang punya semangat membela nama bangsa dan negara.

Sebagai penutup, saya cuma ingin sampaikan bahwa latihan serius menjelang kejuaraan dimulai tidak berarti banyak bagi pemain kita yang memang secara teknis sudah sangat baik. 

Yang mereka perlukan adalah bagaimana menanamkan dalam diri dan pikiran mereka, bahwa yang bermain bukanlah mereka secara pribadi tapi yang bermain adalah Indonesia dengan 270 juta penduduknya, bahwa ada semangat merah putih yang harus dijunjung tinggi, harus ada semangat kuat bahwa Indonesia tidak boleh kalah...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun