Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tantangan Perang KKB Lekagak Talenggen, Haruskah Dilayani?

5 Juni 2021   01:09 Diperbarui: 5 Juni 2021   03:47 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pimpinan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Lekagak Telenggen disebut telah menyiapkan lokasi perang untuk TNI dan Polri. Kelompok kriminal ini bahkan telah memberikan tantangan kepada TNI-Polri untuk berperang di lokasi yang telah mereka tentukan tersebut, dari informasi yang diperoleh, lokasi perang tersebut berada di Muara Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak.

Ajakan perang yang disampaikan oleh juru bicara KKB, Sebby Sambon ini adalah hal paling goblok sekaligus lucu yang coba dimainkan oleh kelompok pengacau keamanan di Papua ini.

Ajakan perang yang telah ditentukan lokasinya seperti ini biasa dilakukan pada perang suku dalam tradisi budaya Papua. Model perang suku yang sangat tradisional itu tentu bukanlah bagian dari tugas dan fungsi TNI-Polri yang terlatih dalam perang konvensional yang melibatkan strategi dan teknologi mutakhir. 

Tradisi perang tradisional suku-suku di Papua yang melibatkan unsur-unsur kekuatan mistik atau metafisika. Begitulah perang dalam terminologi orang Papua. Itu perang tradisional antar suku. Sementara TNI-Polri terlatih dalam terminologi perang modern, beradu teknologi dan bukan beradu supranatural. Didalamnya selain ada taktik dan ada strategi, juga mempertimbangkan pendekatan-pendekatan khusus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

TNI dan Polri tidak sama perspektif perangnya dengan Lekagak Talenggen.  Pendekatan operasi TNI/Polri, yang di lakukan di Papua  memiliki unsur operasi "kemanusiaan" - karena apapun pandangan mereka yang memilih menjadi "musuh" itu, mereka tetap adalah bangsa sendiri yang kebetulan memilih menjadi sempalan karena belum atau kurangnya informasi pembangunan yang mereka dapatkan, akibat propaganda dan hasutan dari segelintir oknum yang memberikan informasi keliru terhadap semangat NKRI persatuan Indonesia.

Biar bagaimanapun kelompok sempalan ini harus dihadapi sebagai saudara, TNI dan Polri lebih mengedepankan cara persuasif untuk menyelesaikan konflik dengan mereka. TNI dan Polri serta masyarakat Indonesia berharap ada hal yang saling menguntungkan. Kita berharap semua masyarakat yang mencintai NKRI dan tanah Papua ini damai dan mari kita satu hati.

Jikalau saja penyelesaian konflik Papua adalah perang, pastilah akan menjadi perang yang a simetris atau sangat tidak seimbang. Tentara Indonesia yang sangat terlatih dengan peralatan tempur yang jauh lebih lengkap dari para separatis Papua, pastilah akan mudah "menghabisi" perlawanan mereka. Tapi opsi "perang" tidak akan pernah jadi pilihan dalam penyelesaian konflik Papua.

Di Papua, bukan perang ideologist, berbeda dengan di Timor Timur dan Aceh yang ideologist. Itupun perang di Aceh sudah diakhiri dengan pendekatan damai, begitu juga dengan Timor Timur. Pada perang Aceh dulu ada DOM (Daerah Operasi Militer) makanya tank dan panser dikirim ke sana, Dan juga pasukan pemukul.

Konflik Papua yang lebih cenderung pada separatisme dan aksi terorisme pada warga pendatang dan juga warga lokal yang berpihak pada merah putih. Dan untuk menghadapi teror kelompok separatis KKB ini yang paling banyak dikirim adalah pasukan dari Brimob anti teror Densus 88.

Sedangkan kalau ada pasukan  pemukul yang dikirim kesana, selain pada tugas menjaga infiltrasi pasukan asing dari PNG yang berniat masuk ke Papua untuk membantu OPM, juga untuk menghadapi dan melumpuhkan organ-organ khusus KKB yang terlatih.

Strategi KKB telah terbaca oleh oleh TNI-Polri dan tentu saja tidak akan direspon, KKB menyangka TNI akan menurunkan pasukan tentara pemukul, padahal yang diturunkan cukup personel Polisi saja yang lebih mengutamakan pendekatan kemanusiaan dan pembinaan masyarakat. Agar simpati masyarakat kembali bersimpati kepada bangsanya. Bukan seperti selama ini hanya menerima cuci otak dari KKB yang membuatnya tergiur ikut aksi separatisme.

Pendekatan humanis terhadap masyarakat Papua membuat Lembaga Hak Asasi Manusia tidak berkutik dengan penggunaan pendekatan ini, karena tidak ada pelanggaran hak asasi. Justru pendekatan yang dilakukan bertujuan memanusiakan Orang Papua dan diangkat derajatnya, dengan mengadakan infrastruktur pembangunanan yang semakin membaik.

Sebaliknya justru KKB yang cenderung melakukan tindakan diskriminatif dengan membunuh para pekerja jalan yang tidak bersenjata, menembak mati guru dan menyebar teror termasuk terhadap warga asli Papua yang kebetulan berpihak kepada merah putih, lambat laun harapannya semoga KKB kehilangan simpati dari masyarakat. Dan hasilnya banyak anggota KKB yang sudah menyatakan diri kembali ke pangkuan NKRI.

Ajakan perang dari Lekagak Talenggen sungguh sangat mengacaukan terminology perang yang sesungguhnya. Perang yang KKB maksudkan adalah bertempur tradisional dan TNI tidak mau terjebak dengan perlawanan KKB serta pada issue-issue mengenai hak asasi manusia. Yang bisa menggiring TNI  masuk perangkap mereka.

Sungguh kita patut mengapresiasi dan salut dengan strategi pendekatan yang dilakukan pemerintah Indonesia. Rencana KKB untuk mempertontonkan kepada dunia bahwa TNI dan Polri membantai masyarakat sipil tidak tercapai, dengan tidak meladeni ajakan perang. Bukan berarti takut, tapi lebih bermartabat.

Kalau TNI dan Polri mau menghabisi dengan perang terminologi perang sesungguhnya, sudah lama KKB habis. TNI menggunakan bazoka  atau peluncur granat, gak sampe dua jam habis KKB.

Strategi yang digunakan TNI/Polri berhasil membuat banyak separatis dan pendukungnya kembali mendeklarasikan diri untuk kembali bergabung ke NKRI, tanpa bau mesiu. Inilah pendekatan yang cerdas! dan bahkan sangat cerdas.

Ajakan perang oleh Lekagak Talenggen ini sebenarnya bertujuan agar "mata dunia" melihat bahwa Indonesia memang negara pelanggar hak asasi manusia - membunuhi rakyatnya sendiri tanpa prikemanusiaan. 

Sementara itu oleh KKB, para  milisi bersenjata hanya akan diberi busur panah untuk memancing simpati dunia, sebagaimana yang pernah ditunjukkan oleh perlawanan rakyat Palestina menghadapi Israel, dimana pejuang Palestina menghadapi serbuan tank dan panser Israel hanya dengan bersenjatakan batu.

TNI bukanlah lawan KKB, apapun strategi kalian, tidak ada satupun dari kami yang bergeming. Apa lagi pasukan pemukul Indonesia. Propaganda muruhan kalian tidak laku pada orang yang sudah beradab. 

Propaganda murahan itu tidak akan menggetarkan pasukan yang sangat terlatih mental dan fisiknya.

Mengajak TNI-Polri berperang di lokasi yang sudah kalian tentukan itu agar kalian bisa menang publikasi internasional adalah ajakan bodoh. Papua itu bukan darurat militer tapi darurat sipil, makanya ada Polisi yang disertakan.

Melihat aksi brutal KKB di Papua, tentu saja marah, geram, jengkel dan berbagai macam rasa yang ingin dilampiaskan terhadap mereka agar persoalan kemanusiaan di Papua dapat segera terselesaikan, namun tentu saja pendekatan yang ditempuh adalah pendekatan humanis yang menguntungkan semua pihak dan tanpa campur tangan pihak asing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun