Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kebahagiaan Masa Kecil, Mengejar Salam Tempel Lebaran dengan Massiara

11 Mei 2021   10:37 Diperbarui: 11 Mei 2021   10:42 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah menjadi satu tradisi bagi kami di Sulawesi, saat lebaran mulai hari pertama selepas shalat id hingga bulan Syawal berakhir ada tradisi saling mengunjungi antar kerabat keluarga dan tetangga yang dalam bahasa daerah kami disebut "massiara" atau bertamu.

Momen lebaran dengan tradisi massiaranya ini sangat ditunggu oleh anak-anak kecil. Biasanya kami anak-anak membuat kelompok-kelompok sekitar 5-6 orang anak setiap kelompoknya, ini karena jika kami tak membuat kelompok dan langsung datang berombongan, tuan rumah biasanya agak ogah menerima karena pasti akan kerepotan melayani anak-anak kecil, apalagi jika bersamaan dengan itu datang pula tamu kerabat yang berkunjung.

Keseruan massiara bagi kami anak-anak kecil biasanya karena setiap massiara selain disuguhi aneka kue lebaran dan minuman, sering pula diberi salam tempel berupa lembaran duit, dimana kami ditanyai siapa yang puasanya paling banyak atau yang puasanya penuh itulah yang mendapat dalam tempel lebih banyak.

Yang namanya anak-anak keisengan sudah menjadi bagian dari tingkah polah kami, saling usil dan mengganggu antar kelompok dengan berteriak ke kelompok teman yang sedang massiara.

"Massiara... Massiara... Pacappu beppa"
Yang artinya, "Bertamu... Bertamu... Menghabiskan kue".

Begitulah dulu kami sewaktu kecil sekitar 40 tahunan yang lalu, massiara keliling kompleks bahkan jauh hingga lintas kecamatan sambil berjalan kaki menyisir setiap rumah yang pintunya terbuka (pertanda menerima tamu). Setiap akan bertamu, salam khas kami.

"Assalamualaikum, massiara"

Dan hampir setiap massiara ini kami diterima dengan baik oleh tuan rumah, disuguhkan minum dan kue-kue khas lebaran, kadang pula mendapat salam tempel uang merah (seratus rupiah).

Tradisi seperti ini masih berlaku hingga saat ini, tapi biasanya hanya di lingkungan seputaran  lingkungan pemukiman saja. Dan ada yang sedikit bergeser dari tradisi dulu, yakni anak-anak lebih senang mendapat salam tempel alias amplop, apalagi kalau mereka telah berkunjung lebih dari satu rumah, anak-anak itu biasanya jujur minta untuk tidak usah disuguhkan minum karena sudah kebanyakan minum, ambil kue-kue juga mereka seleksi yang enak saja atau yang tidak ada di rumah yang telah mereka kunjungi.

Tuan rumah juga merasa lebih praktis dengan langsung memberikan salam tempel saja, apalagi kalau sedang menunggu atau kedatangan tamu orang dewasa.

Saya pun di rumah seperti itu, setiap ada kelompok anak-anak yang datang, saya tanya apakah mau amplop atau mau bertamu dulu, sebagian besar menjawab mau amplop saja, kecuali anak-anak yang akrab dengan saya dan anak saya yang ingin bercerita "kesuksesan" mereka menjalankan ibadah puasa.

Biasanya salam tempel yang saya siapkan bergantung usia anak 10rb-20rb tapi ada juga yang lebih kalau si anak dari keluarga yang kurang mampu dan anak yang rajin dan berkelakuan baik di mesjid selama tarawih di bulan Ramadhan.

Yang namanya anak-anak, usai berkeliling massiara, mereka pun ngumpul dan menghitung "penghasilan" dari massiara, lumayan banyak juga untuk mereka, hingga mencapai ratusan ribu rupiah.

Dan hal ini positif-positif saja, anak saya pun kadang ikut temannya massiara ke rumah tetangga dan mendapatkan uang salam tempel. Kami memandang ini sebagai tradisi menjaga silaturahmi dari generasi ke generasi, bukan salam tempelnya yang menjadi ukuran tapi bagaimana para generasi penerus ini memaknai hikmah Ramadhan yang telah dilalui dan menjalin keakraban sesama teman dan juga dengan orang-orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun