"NU...!!!" Jawab jamaah kompak menyahut dengan rasa bangga pada ke-NU-annya di hadapan tokoh besar Muhammadiyah tersebut.
Begitu tahu keinginan jamaah tarawih yang ingin 23 rakaat, Pak AR tidak masalah dan mengiyakan.
Dan dimulailah shalat tarawih saat itu. Pak AR mengimami dengan pelan, lembut dan kalem, jika biasanya warga NU shalat tarawihnya 23 rakaat satu jam sudah selesai, tapi Pak AR ini baru 8 rakaat saja tapi waktunya sudah 1,5 jam, lebih lama dari shalat tarawih cara NU yang 23 rakaat.
Sebelum mulai shalat tarawih rakaat berikutnya Pak AR bertanya lagi pada jamaah.
"Ini benar mau lanjut tarawih yang 23 rakaat ala NU.?" tanya Pak AR
Dan ternyata semua jamaah kompak menyahut.
"Ala Muhammadiyah saja Pak....!!!"
Begitulah Pak AR pun menutup shalat tarawih saat itu dengan witir
Usai shalat tarawih dan witir, Gus Dur pun berkata kepada para jamaah, dihadapan Pak AR.
"Baru kali ini ada sejarahnya warga NU di kandang NU diMuhammadiyahkan secara massal hanya oleh satu orang Muhammadiyah saja...." Kata Gus Dur sambil terkekeh.
Semua orang pun terkekeh, termasuk Pak AR, tak ada yang protes, tak ada yang marah, semua bahagia.
Begitulah kedua orang tokoh besar ini memberikan pelajaran, memberikan pesan bagaimana berhadapan dengan perbedaan. Kita tentu rindu dengan kehadiran tokoh-tokoh seperti beliau berdua ini yang saling berangkulan dalam perbedaan.