Diary hari ini akan dipenuhi oleh catatan-catatan duka, keprihatinan dan bahkan juga umpatan dan amarah, betapa tidak keteduhan umat beragama kembali terusik oleh aksi brutal kelompok teroris, yang mengguncang ketenangan warga Makassar. Kali ini, Gereja Katedral Makassar yang menjadi sasaran aksi mereka.
Duka dan keprihatinan mendalam atas peristiwa ini, yang tidak saja mencederai kekhidmatan perayaan suci umat Katholik, tapi ini mencederai ketenangan seluruh umat beragama, apalagi saat ini kurang 2 minggu lagi masuk ke bulan Ramadhan. Kebrutalan ini juga mencederai kekhusyu'an umat Islam dalam menyambut Ramadhan yang tidak berapa lama lagi.
Bagi umat Islam bulan Sya'ban ini adalah bulan yang khusus untuk mempersiapkan diri menyongsong datangnya bulan Ramadhan, bulan dimana umat islam disunnahkan untuk berbuat banyak amal kebajikan dan berpuasa, karena di bulan Sya'ban ini terdapat satu malam yang disebut malam Nisyfu Syaban yang kebetulan jatuh pada malam ini (Minggu 28/3-2021), malam dimana diangkat semua pahala amal kebajikan.
Untuk ini, tidak boleh lagi ada narasi-narasi yang mengaitkan peristiwa ini dengan agama tertentu, apalagi menyandang agama pada pelaku teror laknat ini. Bom bunuh diri dalam Islam itu apapun alasannya tidak ada satupun hujjah atau landasan argumentasi dan dalil serta contoh  yang membenarkan aksi tersebut.
Hal yang mengejutkan juga adalah peristiwa ini terjadi di Makassar, Makassar memang kota besar, mungkin juga kota yang keras tapi Makassar bukanlah kota yang intoleran.Â
Kota Makassar sudah sejak dahulu kala menjadi rumah yang ramah bagi semua orang, Makassar sudah menjadi kampung kedua bagi banyak saudara-saudari kita yang beragama Nasrani, yang datang dari Ambon, Manado, Timor, Papua dan dari daerah lainnya, kerukunan sudah tertanam sejak dulu di bumi Makassar.
Sejak jaman Sultan Alaudin raja Gowa pertama yang memeluk Islam, orang-orang Portugis yang membawa agama Khatolik diterima dan dihargai untuk tinggal menetap dan menjalankan keyakinannya tanpa halangan dan gangguan di Makassar.Â
Makanya peristiwa bom Katedral Makassar ini sangat mengagetkan dan memukul perasaan kami orang-orang Makassar dan Bugis juga Toraja, perbuatan laknat dan pengecut seperti bom bunuh diri ini bukan karakter kami. Bom bunuh diri itu "JAHAT" bukan "JIHAD".
Orang Bugis-Makassar yang punya karakter sebagai perantau, memiliki sifat yang terbuka dengan semua orang, hingga mereka dapat menerima dan diterima oleh siapapun. Jadi sangatlah mustahil jika peristiwa bom bunuh diri dilakukan oleh orang Bugis atau Makassar sejati.Â
Bagi kami orang Bugis-Makassar jika kamu menghargai kami 1, kami akan menghargaimu 2. Orang Bugis-Makassar punya budaya untuk membalas kebaikan  dan berterimakasih bukan dengan lisan tapi harus dengan tindakan atau perbuatan, makanya dalam bahasa daerah Bugis-Makassar tidak ada kata terimakasih.Â
Terima kasih bagi orang Bugis-Makassar bukan diungkapkan dengan kata tapi langsung dengan perbuatan, kebaikan dibalas dengan kebaikan budaya inilah yang menjadi karakter orang Bugis-Makassar sehingga tidak mungkin bagi kami untuk bertindak intoletran terhadap saudara kami yang baik dan saling hargai menghargai.
Peristiwa bom bunuh diri di Katedral atau rumah ibadah ini semoga menjadi yang terakhir di negeri ini, ini duka kita semua, duka umat beragama dan satu coreng di wajah kami orang Bugis-Makassar, ini siri' bagi budaya kami dan bagi keyakinan kami, percayalah orang-orang di Makassar mengutuk keras kebiadaban ini.
Semoga aparat dapat mengungkap dan menggulung anasir-anasir jahat yang ada di bumi pertiwi ini, damai saudaraku, damai negeriku. Kami kuat, kami tidak takut dan kami bersatu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H