Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Pisahkan Anak-anak dari Mesjid

22 Agustus 2020   10:06 Diperbarui: 22 Agustus 2020   10:05 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alunan suara shalawat mengalun merdu mengiringi waktu menunggu magrib dari mesjid Al Muqarrabun di kompleks perumahan kami, satu persatu jamaah masjid mulai berdatangan untuk menghambakan diri di hadapan sang pemilik seluruh kehidupan, ada beberapa yang baru datang, ada yang masih mengambil wudhu, ada yang sedang shalat tahiyyatul mesjid dan ada pula yang sedang tafakur duduk berdzikir menanti magrib tiba.

Di teras mesjid ramai riuh rendah suara anak-anak kecil bermain, mereka berlarian saling berkejaran seakan tidak peduli akan kehadiran orang-orang dewasa yang mengharapkan kekhusyukan dalam ibadah, mereka asyik bermain menunggu shalat Maghrib yang setelahnya akan mereka lanjutkan dengan belajar mengaji.

Seorang anak kecil hampir saja menabrak ku ketika saling berkejaran dengan kawannya, aku hanya tersenyum dan mengingatkan 

"awas hati-hati, nanti jatuh, jangan terlalu ribut yah" aku menegur, 

"iya om, tidak " seperti cuek mereka segera berlari berkejaran.

Anak-anak kecil di mesjid katanya adalah bersama malaikat, ketika anak-anak kecil dan suaranya sudah tak ada lagi di mesjid maka itulah salah satu tanda akhir zaman.

Suara ribut anak-anak hari ini, itulah suara adzan, suara iqamat bahkan bisa jadi suara imam shalat 20 tahun yang akan datang, kejar-kejaran mereka hari ini itulah yang akan memenuhi shaf-shaf shalat, yang akan duduk tafakur berdzikir, membaca Al Qur'an dan mengisi majlis taklim 20 tahun yang akan datang.

Setelah Maghrib selesai, melihat anak-anak itu masih dengan tingkah pola khas kekanak-kanakan mereka, saling usil sambil belajar mengaji dan gurunya dengan penuh kesabaran tetap mengajar.

Tak terasa ingatan ku melayang ke masa kecil dulu di tempat yang sama di mesjid kompleks kami ini mesjid Al Muqarrabun 40 tahun lebih yang lalu, yang ternyata menggoreskan begitu banyak kenangan baik maupun buruk, sedih, lucu semua bercampur aduk, namun semua itu seperti menuntun kami untuk tetap "melangkahkan" kaki kami dan terikat kepada mesjid ini.

Andai dulu tak ada jejak "kenakalan" kami disini belum tentu panggilan adzan dari mesjid ini akan kami penuhi hari ini, bahkan kadang kami sendiri yang adzan padahal dahulu ketika adzan berkumandang kami masih bertengger ditembok mesjid sambil menggoda teman-teman terutama teman perempuan.

Salah satu guru mengaji dan juga imam di masjid Al Muqarrabun, adalah Hambali yang kadang sabar dan kadang juga "kejam" (dalam tanda kutip artinya kejam dalam batasan membimbing dalam kebaikan) meski begitu kami anak-anak begitu "nakal" dan selalu saja ada akal untuk berbuat usil, sebutlah Endon, waktu itu metode pengajian masih pakai Qur'an kecil belum memakai buku Iqra', ketika guru Hambali mengajar mengeja huruf Hijaiyah "Alif di atas A, Alif di bawah I, Alif depannya U" Endon lancar mengeja, begitu dilanjutkan yang seharusnya "A, I, U" Endon malah bilang "pisang gorengnya Kamara" sambil loncat lari dan tertawa membuat guru Hambali kesal (Kamara nama penjual pisang goreng).

Salah satu pengurus mesjid "killer" yang kami takuti tapi tetap saja kami kerjain dan usulin adalah Pak Ramli almarhum, semoga beliau ditempatkan di tempat terbaik di sisi Allah SWT. 

Pak Ramli begitu ketat mengawasi kami anak-anak yang suka ribut, ketika sebelum shalat dimulai beliau pasti memperhatikan posisi dimana anak-anak shalat, dan beliau pasang telinga mendengarkan bagian mana anak-anak yang ribut, begitu selesai shalat beliau langsung datang mencubit atau memarahi anak-anak yang ribut dan tidak sempat melarikan diri, kami juga kadang memang sengaja "ribut" untuk mengerjai pak Ramli.

Kadang kami sengaja sebelum shalat berdiri di kiri, pas shalat kami pindah ke kanan dan "ribut" disitu, pas sujud terakhir kami pindah kembali di posisi semula, selesai shalat pak Ramli bingung siapa yang ribut menoleh ke kanan kok tidak ada anak-anak, saking senangnya membuat pak Ramli bingung kami cekikikan dan akhirnya ketahuan kalau kami yang ribut, dan langsung deh kami berhamburan menyelamatkan diri dari cubit dan jeweran pak Ramli.

Ada beberapa teman yang kenakalannya sudah over dan bukan lagi nakal, seperti mencuri sendal, dan yang nakalnya over ini nampaknya "agak jauh" dari hidayah untuk rajin beribadah ke mesjid.

Alhamdulillah kalau kami yang hanya nakal usil berteriak "aaammmmmiiiiiiiin", atau yang hanya sekedar jahil saling menggoda dan tertawa-tawa saat sedang shalat, setelah berumur kini kami masih tetap dekat dengan mesjid, menjadi pengurus mesjid  dan insya Allah selalu berupaya untuk memakmurkan mesjid kami.

Jika saja kenakalan kami waktu itu diganjar dengan larangan masuk mesjid, mungkin sekarang mesjid adalah tempat terakhir yang akan kami kunjungi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun