Alunan suara shalawat mengalun merdu mengiringi waktu menunggu magrib dari mesjid Al Muqarrabun di kompleks perumahan kami, satu persatu jamaah masjid mulai berdatangan untuk menghambakan diri di hadapan sang pemilik seluruh kehidupan, ada beberapa yang baru datang, ada yang masih mengambil wudhu, ada yang sedang shalat tahiyyatul mesjid dan ada pula yang sedang tafakur duduk berdzikir menanti magrib tiba.
Di teras mesjid ramai riuh rendah suara anak-anak kecil bermain, mereka berlarian saling berkejaran seakan tidak peduli akan kehadiran orang-orang dewasa yang mengharapkan kekhusyukan dalam ibadah, mereka asyik bermain menunggu shalat Maghrib yang setelahnya akan mereka lanjutkan dengan belajar mengaji.
Seorang anak kecil hampir saja menabrak ku ketika saling berkejaran dengan kawannya, aku hanya tersenyum dan mengingatkanÂ
"awas hati-hati, nanti jatuh, jangan terlalu ribut yah" aku menegur,Â
"iya om, tidak " seperti cuek mereka segera berlari berkejaran.
Anak-anak kecil di mesjid katanya adalah bersama malaikat, ketika anak-anak kecil dan suaranya sudah tak ada lagi di mesjid maka itulah salah satu tanda akhir zaman.
Suara ribut anak-anak hari ini, itulah suara adzan, suara iqamat bahkan bisa jadi suara imam shalat 20 tahun yang akan datang, kejar-kejaran mereka hari ini itulah yang akan memenuhi shaf-shaf shalat, yang akan duduk tafakur berdzikir, membaca Al Qur'an dan mengisi majlis taklim 20 tahun yang akan datang.
Setelah Maghrib selesai, melihat anak-anak itu masih dengan tingkah pola khas kekanak-kanakan mereka, saling usil sambil belajar mengaji dan gurunya dengan penuh kesabaran tetap mengajar.
Tak terasa ingatan ku melayang ke masa kecil dulu di tempat yang sama di mesjid kompleks kami ini mesjid Al Muqarrabun 40 tahun lebih yang lalu, yang ternyata menggoreskan begitu banyak kenangan baik maupun buruk, sedih, lucu semua bercampur aduk, namun semua itu seperti menuntun kami untuk tetap "melangkahkan" kaki kami dan terikat kepada mesjid ini.
Andai dulu tak ada jejak "kenakalan" kami disini belum tentu panggilan adzan dari mesjid ini akan kami penuhi hari ini, bahkan kadang kami sendiri yang adzan padahal dahulu ketika adzan berkumandang kami masih bertengger ditembok mesjid sambil menggoda teman-teman terutama teman perempuan.
Salah satu guru mengaji dan juga imam di masjid Al Muqarrabun, adalah Hambali yang kadang sabar dan kadang juga "kejam" (dalam tanda kutip artinya kejam dalam batasan membimbing dalam kebaikan) meski begitu kami anak-anak begitu "nakal" dan selalu saja ada akal untuk berbuat usil, sebutlah Endon, waktu itu metode pengajian masih pakai Qur'an kecil belum memakai buku Iqra', ketika guru Hambali mengajar mengeja huruf Hijaiyah "Alif di atas A, Alif di bawah I, Alif depannya U" Endon lancar mengeja, begitu dilanjutkan yang seharusnya "A, I, U" Endon malah bilang "pisang gorengnya Kamara" sambil loncat lari dan tertawa membuat guru Hambali kesal (Kamara nama penjual pisang goreng).