Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Utang Itu Benihnya Kepercayaan

8 Agustus 2020   16:44 Diperbarui: 8 Agustus 2020   16:38 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berbicara tentang utang, sama seperti rasa permen yang pernah ngetop dengan istilah rame rasanya, manis, asam, asin hanya kurang pahit-pahitnya. Kalau kita mendengar kata "Utang", bayangan langsung ingat istilah manis-manis manja, lalu geli-geli basah sampai ngeri-ngeri sedap dan pada akhirnya vaya con dios he he he....

Bukan main kalau mau mengutang manisnya minta ampun, tiba masa janji bayar kita mulai dibuat geli-geli basah alias gelisah, kok nggak nongol-nongol, begitu waktu sudah lewat kita mulai merasa ngeri-ngeri sedaplah yang pada akhirnya kalau ketiban nasib apes diikhlaskan saja apa boleh buat.

Bagi sebahagian besar orang mungkin yang namanya "utang" sebisa mungkin untuk dihindari, baik sebagai pengutang maupun pemberi utang, mengingat urusan duit adalah urusan yang sensitif. Tapi di samping itu kita juga harus menilai dari sisi positif utang, yakni utang itu adalah lambang "kepercayaan",  selama orang masih percaya maka berutang itu akan berjalan mulus.

Utang itu benihnya adalah kepercayaan, jika benih ini bisa tumbuh dengan baik maka buah yang akan dipetik adalah kesuksesan. Tapi utang itu juga menyangkut kepercayaan yang seperti bola kaca yang rapuh, jika tak dijaga dengan baik akan mudah retak dan bahkan hancur berkeping tanpa bisa direkatkan lagi.

Urusan utang bukan lagi perkara duit semata, tapi menyangkut kebutuhan, itulah sebabnya yang terlibat utang itu bukan dilihat dari orang kaya atau miskin, siapapun dapat terlibat utang-piutang, orang kaya belum tentu tidak punya utang.

Bahkan boleh dikata banyak orang kaya sukses karena utang, demikian pula orang miskin tidak semua orang miskin itu berutang, bahkan boleh dikata ada juga orang yang jatuh miskin karena berutang.

Jika kita mampu menjaga dan merawat benih utang yaitu kepercayaan, maka kesuksesan pasti akan kita raih, dengan adanya kepercayaan terhadap kita sepertinya urusan-urusan akan menjadi mudah dan lancar ini dalam hal apapun.

Reputasi sebagai orang yang tidak pernah menunggak pembayaran adalah modal besar dalam berbisnis, banyak contoh dimana orang yang punya reputasi baik, dengan tanpa modalpun dapat menjalankan bisnis karena dipercaya bukan saja karena dipercaya menepati janji melunasi utang, tapi juga dipercaya karena mempunyai etos kerja yang baik untuk mampu membayar utang.

Namun banyak juga kita saksikan orang-orang yang tak mampu menjaga kepercayaan tersebut, dan kebanyakan tidak menjaga kepercayaan karena memang ada niat "tidak baik" alias mengemplang secara sengaja.

Orang seperti ini sudah jelas akan kehilangan kepercayaan dan kehilangan nama baik, kalau mengutang ke teman-teman berarti cerita buruknya akan sampai ke semua teman dan kalau utangnya di lembaga keuangan maka red notice dan black list di semua lembaga keuangan pasti tercatat.

Saya mengalami sendiri repot dan konyolnya berurusan dengan pengemplang utang ini. Ceritanya suatu waktu saya butuh mengganti Laptop saya, tapi karena uang belum cukup sementara kebutuhan mendesak, saya akhirnya memutuskan membeli lewat lembaga pembiayaan "X", kebetulan ada kerabat yang bekerja di lembaga tersebut, sehingga segala urusan berkas administrasi saya titip ke dia, tapi kebetulan saya tiba-tiba mendapat rezeki, yang cukup untuk membeli Laptop secara tunai.

Saya lalu menghubungi kerabat saya untuk membatalkan rencana mengambil laptop secara kredit tersebut. Setelah pembatalan tersebut, karena berkas pengajuan kredit sudah lengkap, kerabat yang saya minta tolong mengurus tadi, meminta kepada saya untuk mempergunakan berkas saya untuk ia pakai mengambil Handphone, dengan alasan menurutnya karyawan di kantornya tidak bisa mengambil kredit di kantor sendiri. 

Saya sih percaya saja, apalagi kerabat saya inikan pegawai pada kantor tersebut, pikir saya tak mungkinlah menunggak di kantor sendiri, jadi saya pun setuju. Begitulah ketika ada telepon konfirmasi pengajuan kredit pengambilan barang ke ponsel saya, saya mengiyakan bahwa betul saya mengambill barang yang dimaksud, begitulah.

Satu bulan pertama tidak ada masalah, bulan kedua ada pemberitahuan kalau saya telat membayar, bulan ketiga masuk lagi pemberitahuan telat bayar, bahkan bulan-bulan selanjutnya bahkan pemberitahuan belum membayar kewajiban utang "saya", kerabat saya yang mengambil barang tersebut, jika saya hubungi sudah bersilat lidah dengan begitu banyak alasan, karena sangat merasa terganggu apa lagi sampai ditemui oleh kolektor di rumah.

Saya menjelaskan pada kolektor yang datang, bagaimana cerita sesungguhnya tentang utang yang ditagih ini, barulah terungkap bahwa kerabat saya ini ternyata sudah sering melakukan tindakan seperti ini, saya memang tidak pernah lagi ditagih oleh kolektor, tapi ternyata nama saya telah diblack list, sebagai debitur hitam, saya tidak mungkin lagi bisa mengambil kredit di lembaga keuangan ataupun lembaga pembiayaan dimanapun.

Kerugian besar bagi saya, bukan saja karena telah diblacklist, saya toh in sya Allah berusaha untuk tidak melakukan pinjaman, tapi kerugian yang saya rasakan adalah nama baik yang tercemar akibat ulah orang yang hobby mengutang tapi tidak mau membayar, sudah merugikan orang lain, kebiasaan ini pada akhirnya membuat kerabat saya juga rugi sendiri, diberhentikan dari pekerjaannya dan kehilangan kepercayaan.

Karena utang itu ngeri-ngeri sedap, maka sebaiknya kita mempunyai rambu-rambu bagaimana seharusnya berutang dan memberi utang, cacat nama karena utang itu lebih tajam dari silet dalam memutus tali silaturahmi

             - Diperbolehkan berutang jika keadaan benar-benar terpaksa.

Dalam islam dikatakan bahwa utang itu menyebabkan kehinaan di siang hari dan kesengsaraan di malam hari. Betapa beratnya utang itu, hanya orang-orang yang putus nurani yang sanggup berdiri tegar dibawah himpitan utang.

Jadi jika belum terpaksa janganlah berutang, dan bagi pemberi utang harus betul-betul yakin bahwa yang akan mengutang ini betul-betul terpaksa berutang, jangan sampai mengutangkan kepada orang yang berutang karena kebutuhan konsumtif apalagi kebutuhan hura-hura.

           - Jika berutang hendaknya diiringi dengan niat yang kuat untuk membayarnya.

Utang yang tidak dibayar adalah kepercayaan yang hilang, menggores malu dan akan mendapat balasan pedih di hari kemudian. Dalam sebuah hadist dikatakan, Dari Abu hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang mengambil harta orang lain (berutang) dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah SWT akan tunaikan untuknya. Dan barang siapa yang mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya), maka Allah akan membinasakannya". (Riwayat Bukhari).

Bagi pemberi utang janganlah memberi utangan pada orang yang kira-kira punya niatan untuk tidak membayar utangnya, selain merepotkan diri sendiri juga membuat yang berutang mendapat dosa yang berat.

          - Jangan menunda melunasi utang jika sudah mampu untuk membayar dan kalau ada kemampuan bisa memberi hadiah kepada yang meminjamkan.

Nabi Muhammad SAW bersabda: "Menunda (pembayaran) bagi orang yang mampu merupakan suatu kezaliman." (Riwayat Bukhari). Dengan demikian jika yang berutang sudah mampu membayar maka diharuskan untuk melunasi walau jatuh tempo masih lama.

Selain itu alangkah indahnya jika saat membayar utang, kita memberi sedikit hadiah secara ikhlas sebagai balasan atas kebaikan si pemberi utang yang mau membantu kita mengatasi kesulitan finansial.

         - Jika tidak mampu membayar, yang berutang sebaiknya membicarakan secara jujur keadaan dan kondisi yang dialami, serta mencari solusi terbaik bagi keduanya.

Ini adalah sebuah kemungkinan yang sering terjadi dalam urusan utang-piutang, tapi kebanyakan orang bukannya mau menerima konsekwensi dari ketidakmampuannya, tapi malah kabur dari utangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun