Sejarah mencatat kehadiran pemimpin-pemimpin dunia, yang oleh rakyatnya dipandang sebagai pemimpin besar, dan memberi pengaruh yang kuat bagi kedaulatan negaranya serta pola dan perilaku kehidupan bernegara bagi masyarakatnya. Namun disisi lain kepemimpinannya juga dinilai dan dicatat oleh sejarah sebagai pemimpin "diktator" yang akrab dengan kekerasan dan tangan besi dalam kebijakan bernegara yang diambilnya.Â
Dari beberapa banyak pemimpin dunia yang dapat digolongkan sebagai pemimpin diktator, ada 3 nama yang cukup berkuasa dan memiliki pengaruh yang sangat signifikan bagi negaranya. Kediktatoran tentu saja berkaitan erat dengan ketakutan dan kesengsaraan, dimana "ketakutan" adalah politik, intimidasi dan penguasaan mutlak terhadap semua potensi "perlawanan" adalah kebijakan utama negara.Â
Namun disisi lain kediktatoran juga menghadirkan hal-hal yang nyeleneh dalam kebijakannya, baik itu yang bersifat lucu, aneh dan bahkan horor. Berikut catatan dari 3 diktator yang ada :
1. JOSEPH STALIN
Jumlah pasti nyawa yang menjadi korban kebrutalan rezim Joseph Stalin dalam mencapai dan mempertahankan kekuasaannya sulit dihitung. Data resmi menyebut setidaknya ada 3 juta orang, yang dieksekusi maupun yang dikirim ke kamp kerja paksa.Â
Jika dihitung dengan mereka yang tewas kelaparan akibat kebijakannya, Sejarawan modern menduga, jumlah kematian bisa mencapai antara 15 juta dan 20 juta jiwa.Â
Termasuk korban meninggal dunia akibat kebijakan kolektivitas Stalin dalam peristiwa Holodomor di Ukraina, diperkirakan total penduduk yang meninggal mencapai 3 juta hingga 8 juta jiwa.
Dalam perjalanan hidupnya, Stalin begitu tega menyingkirkan musuh-musuh politiknya, ia menjelma menjadi diktator, menguasai dan mengendalikan kekuatan politik dan militer secara total dan mutlak.Â
Keculasan Stalin diawali saat kematian Lenin, 21 Januari 1924, saat itu orang kepercayaan Lenin, Trotsky yang waktu itu sedang kurang sehat, dan berada di daerah Georgia untuk beristirahat memulihkan kesehatannya.Â
Menyampaikan kabar duka ini Stalin menulis pesan kepada Trotsky agar tak perlu repot-repot kembali ke Moskow, karena pemakaman Lenin akan dilaksanakan hari Sabtu, yang tidak mungkin dapat dihadiri oleh Trotsky yang berada jauh di Georgia, ia berpesan agar sebaiknya Trotsky fokus saja pada pemulihan kesehatannya disana.
Stalin ternyata berbohong. Pemakaman Lenin dilaksanakan hari Minggu. Ketidakhadiran Trotsky saat itu sangat menguntungkan Stalin secara politik. Padahal, jika saja saat itu Trotsky ngotot pulang ke Moskow dan menghadiri upacara pemakaman Lenin, dan membacakan eulogi, tentu saja dia akan disambut sebagai sang penerus Lenin!.Â
Stalin akhirnya melaksanakan skenario yang memang telah direncanakannya, ia mengambil panggung utama, di sela-sela upacara pemakaman Lenin yang dramatis, Stalin berpidato dengan menjunjung Lenin setinggi langit sebagai Bapak Bangsa, hal ini dilakukannya secara tidak langsung untuk mendeklarasikan dirinya sebagai orang yang paling mampu menginterpretasikan cita-cita Lenin bagi partai dan Negara Uni Soviet.Â