Melihat buah hati tumbuh kembang secara optimal adalah impian semua orang tua. Namun apa jadinya jika si kecil mengalami masalah pencernaan? Pasti meresahkan, aktivitas si kecil yang biasanya aktif dan mengundang tawa berubah menjadi rengekan dan tangisan karena ia tak nyaman. Gumoh, ruam di kulit, kembung, adalah sebagian dari tanda-tanda adanya masalah pencernaan.
Menghadiri acara diskusi bersama EnfaClub pada Sabtu, 17 Juni 2017, membuka wawasan saya sebagai ibu. Shadia, anak saya yang kini berusia 2 tahun sempat pula mengalami masalah kulit ketika usianya 8 bulan. Di kepalanya timbul benjolan seperti bisul, ada beberapa. Ia tidak bisa tidur nyenyak karena kesakitan ketika benjolan tersebut menyentuh tempat tidurnya. Ketika itu, saya berasumsi dia terkena alergi ikan karena di makanan mpasi nya sempat saya campurkan ikan. Setelah saya hentikan konsumsi ikan pada makanannya, benjolan itu memang tak pernah timbul lagi. Keyakinan saya bertambah kuat saat itu, bahwa anak saya alergi ikan. Namun seiring Shadia bertambah usia saya jadi berpikir, apa benar Shadia alergi ikan? Jika iya, maka apakah dia tidak bisa makan ikan sampai seterusnya?
Berbekal penasaran, saya berikan olahan ikan kembali ketika umur Shadia beranjak 14 bulan. Anggap saja eksperimen menghabiskan penasaran. Saya tunggu reaksi tubuhnya. Alhamdulillah, ternyata tidak timbul ruam atau benjolan apapun di kulitnya. Malah ia menyukai ikan yang dimakannya. Sampai sekarang, jika ia ditanya "mau makan sama apa dek?", ia paling sering menjawab "ikaaan".
Pengalaman itulah yang membuat saya antusias untuk hadir ketika suami menawarkan diskusi dengan tajuk "Tidak Semua Masalah Pencernaan Berkaitan Dengan Alergi" dari EnfaClub MeadJohnson.
Menghadirkan pembicara DR. Dr. Ariani Dewi Widodo, SpA(K), peserta diajak untuk tidak terburu-buru mengambinghitamkan alergi jika buah hati mengalami masalah pencernaan. Menurut data yang disajikan, 50% bayi mengalami gejala ketidaknyamanan (discomfort) selama tahun pertamanya. Penyebabnya bisa berasal dari nutrisi yang dikonsumsinya sehingga mengakibatkan gas di usus yang berlebihan, gangguan penyerapan karbohidrat, atau alergi terhadap protein susu sapi. Sedangkan penyebab ketidaknyamanan lainnya diluar nutrisi yang dikonsumsi anak adalah motilitas atau kontraksi otot yang mencampur dan mendorong isi saluran pencernaan, GER atau aliran isi lambung menuju esofagus yang menimbulkan gumoh bahkan muntah, hormon usus dan gangguan flora di usus.
Dr. Ariani menambahkan, 50% kasus gangguan pencernaan diakibatkan oleh sistem pencernaan anak yang belum matang dan hanya 7% kasus yang diindikasikan alergi terhadap protein susu sapi. Gejala gangguan sistem pencernaan seperti kembung, sering buang gas, sakit perut, mual/muntah, BAB tidak lancar bahkan rewel tanpa sebab jelas bisa berakibat serius pada jangka panjang bila dibiarkan. Akibat yang timbul bisa berupa agresi, hiperaktif, cemas, gangguan tidur, migren dan alergi.Â
Apa yang sebaiknya orang tua lakukan jika si kecil mengalami masalah pencernaan? Pertama, eksplorasi masalah pencernaan tersebut. Bagaimanapun, intuisi seorang ibu seringkali bermanfaat dan ampuh. Saya biasa mengusap-usap punggung, perut dan dada Shadia dengan minyak telon atau balsem bayi. Biasanya cukup membuatnya tenang hingga tertidur nyenyak. Bisa pula dengan memandikan anak dengan air hangat, memijat, mengompres atau menggerak-gerakan kakinya dengan gerakan mengayuh sepeda untuk mengurangi gas di perutnya. Namun, pengeksplorasian masalah tersebut tentunya harus didukung pengetahuan dan ilmu yang tepat. Jika si kecil tak kunjung tenang, dr. Ariani menyarankan agar ibu mencatat makanan yg dikonsumsi anak selama 3x24 jam terakhir untuk dikonsultasikan dengan dokter spesialis anak.Â
Memasuki sesi ke-2, MeadJohnson mendatangkan Bapak M. Nuh yang mengenalkan tes alergi berupa gejala alergi susu sapi dengan cara mengakses situs EnfaClub yaitu enfaclub.com/tesalergi-sususapi/ dimana orang tua hanya tinggal memilih opsi kondisi yang dialami anak. Tak perlu drama uji alergi yang membuat anak meronta-ronta ketakutan. Dalam hitungan menit, kondisi anak dapat diketahui dan ditanggulangi. Berikut adalah beberapa contoh langkah-langkahnya:
Â
Terakhir, diskusi diisi oleh salah satu pakar di dunia e-commerce, Parjono Sudiono dari Zenit Optimedia. Sebagai blogger males nulis seperti saya, materi tersebut sangat menampar. Hihihiii....
Bapak Parjono memaparkan tentang SEO alias Search Engine Optimization. Bagaimana mengoptimalkan blog kita agar masuk dalam peringkat teratas pencarian organic (bukan iklan) ketika netizen mengetikkan kata kunci yang berkaitan dengan salah satu topik di blog kita.
Menjadi penting, selain untuk meningkatkan traffic di blog kita, sekarang ini 90% mencari informasi dengan cara mengetikkan kata kunci pada mesin pencari. Dengan cara tersebut, diharapkan blog yang kita miliki menjadi lebih optimal juga bisa bermanfaat sebagai media sharing dan edukasi, promosi produk atau bisnis, berbagi pengetahuan tentang hobi atau kebutuhan penulisan profesional lainnya. Berikut 4 pilar SEO yang Bapak Parjono sampaikan :
- INDEX (Membantu memberikan informasi yang tepat kepada mesin pencari).
- CONTENT (Membuat konsumen mendapatkan konten yang menarik dan relevan).
- AUTHORITY (Menjadi blog terpercaya).
- EXPERIENCE (Interaksi dan engagement yang tinggi).
Malam minggu yang sarat dengan ilmu bermanfaat. Saya bersyukur bisa hadir di acara ini. Menjadi orang tua memang tidak ada sekolahnya. Terkadang ada beberapa hal dimana mungkin orang tua yang akan belajar dari sang anak. Being a good parent doesnt mean never making mistakes, but who always learn to be better. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H