Mohon tunggu...
thCrysmawan_79
thCrysmawan_79 Mohon Tunggu... Bankir - financial practitioner & freelance writter

Praktisi: Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlukah Sikap Kenegarawanan dari KPU dan Tim ... ?

23 Juli 2014   05:38 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:31 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta - Hari ini KPU (Komisi Pemilihan Umum) resmi mengumumkan hasil Pilpres yang digelar tanggal 9 Juli 2014 lalu. Perdebatan alot sempat mewarnai jalannya sidang pleno rekapitulasi yang dipimpin oleh Ketua KPU, Husni Kamil Malik. Berdasarkan hasil rekapitulasi sementara di 33 provinsi terhadap total suara yang sah dan masuk, Capres no. 2, Jokowi-JK, unggul dengan perolehan 53,15% suara sah (saat ini mungkin sudah dilakukan penetapan resmi).

Jika para pasangan Capres-Cawapres selalu didengung-dengungkan untuk bersikap legowo terkait hasil rekapitulasi resmi dari KPU, namun sesungguhnya pihak KPU dan Timnya-lah yang seharusnya legowo dalam menyelenggarakan Pileg serta Pilpres 2014. Bahkan tidak hanya legowo sebagai penyelenggara, termasuk melakukan rekapitulasi dan menerima komplain dari peserta Pileg/Pilpres, namun juga diperlukan sikap seorang Negarawan.

Negarawan adalah 1. ahli di kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin politik yang taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan; beliau merupakan pahlawan besar dan - agung (KBBI - Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Mencoba untuk melihat 2 kejadian berikut ini:

1. Saksi dari Capres no. urut 1 melakukan walk-out karena permohonan untuk menunda rekapitulasi terkait rekomendasi Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) ditolak KPU. Rekomendasi Bawaslu kepada melakukan kroscek ulang data dari 5.802 TPS yang diduga terjadi pelanggaran. Pelanggaran ini juga ada kaitannya dengan DPKTb (Daftar Pemilih Khusus Tambahan) di TPS - TPS itu.  Sifat rekomendasi Bawaslu adalah wajib ditindaklanjuti, sebagaimana diatur menurut UU No.42/2008, dengan diawasi pelaksanaannya oleh Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Namun kenyataannya hanya beberapa saja yang ditindaklanjuti dengan alasan  merupakan dugaan pelanggaran.
2. Penetapan hasil Pilpres menurut UU No. 42/2008, KPU memiliki waktu maksimal 30 hari sejak hari pemungutan suara yaitu tanggal 8 Agustus 2014 untuk menetapkan hasilnya. Namun ternyata dipercepat menjadi 22 Juli 2014, dengan alasan sudah dijadwalkan sejak awal.

Dari kedua kasus itu, jika KPU dan Tim mau sedikit legowo atau lebih bersikap negarawan maka seharusnya rekomendasi Bawaslu dijalankan dan dilaporkan secara terbuka. Jika memang tidak bisa dilaksanakan semua, kemukakan alasan-alasannya secara jelas. Batas waktu maksimal penetapan Presiden/Wapres terpilih, jika diikuti, akan memberikan KPU dan Tim cukup waktu untuk menyelesaikan semua komplain-komplain yang masuk, atau setidaknya meminimalisir dugaan - dugaan pelanggaran selama Pilpres berlangsung. KPU DKI Jakarta, sebagaimana dilansir beberapa media, menyampaikan permohonan maaf kepada saksi-saksi Capres no. 1 bahwa tidak semua rekomendasi Bawaslu dapat dijalankan karena terkait PSU (Pemungutan Suara Ulang) di beberapa TPS maksimal harus dilakukan hari ini (22 Juli 2014). Sedangkan hari ini juga (22 Juli 2014) KPU Pusat akan melakukan penetapan hasil Pilpres tanggal 9 Juli 2014 lalu.

Hukum dan aturan memang harus dijunjung tinggi namun hukum yang bijaksana akan lebih ditaati secara hati nurani, yaitu keikhlasan si pemenang maupun yang kalah. KPU serta jajarannya seharusnya menyadari bahwa Pilpres ini rawan konflik, tidak hanya himbauan saja namun menuntut aksi nyata dari penyelenggara Pemilu untuk ikut menenangkan situasi. Termasuk usaha-usaha maksimal untuk menjadikan Pemilu LUBER JURDIL yang diamanatkan Konstitusi UUD 1945.

Tulisan ini tidak bermaksud menyinggung  atau menyalahkan pihak-pihak tertentu, namun sebuah masukan untuk Indonesia yang lebih baik ... (THC-sumber: www.m.detik.com)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun