Anto sangat penuh perhitungan dalam kehidupannya, ia memilih Simpati dari Telkomsel karena paling murah. Ketika membeli sesuatu, dia tak mau dikurangi bahkan hanya 100 gram. Dia hitung dengan cermat.
Namun kebiasaan itu tak pernah ia kaitkan dengan perbuatan amal ibadah. Bila datang Ramadhan. Ia berpuasa, namun lebih memilih tidur daripada mengaji. Lebih memilih sholat sendiri daripada berjamaah. Lebih memilih Tarawih di rumah daripada ke Masjid.
Hingga suatu hari ia menolong seorang Bapak yang hampir digigit oleh anjing liar di wilayah itu. "Hush...hush..!!!" hardiknya pada anjing tersebut. Bapak itu berterima kasih kepada Anto dan berkata, "Datanglah ke rumahku esok, ingin kubalas pertlonganmu."
Esoknya Anto hadir di rumah Bapak itu. Ternyata ia adalah orang yang sangat kaya. Rumahnya sangat megah. Ia tiba di rumah utama. "Selamat datang, terima kasih telah menyelamatkanku" sambut Bapak itu. Anto hanya senyum.
Bapak itu berkata, "Aku hendak berterima kasih padamu, dalam rumah ini ada 5 ruang. Kamu kuberikan waktu 5 menit, silahkan pilih benda apa yang ingin kamu ambil di sana."
"Sungguhkah??" tanyanya ragu.
"Benar, silahkan pilih yang kamu mau. Tapi ingat, hanya 5 menit" jawab sang Bapak.
Anto berlari, penyakit penuh perhitungannya kambuh. Di setiap ruangan, ia memilih yang termahal yang ada. Dia bergegas, karena hanya punya 5 menit saja.
Setelah selesai, dia memberikan daftar barang yang diinginkannya kepada Bapak tersebut.
"Kamu benar-benar cerdik dan penuh perhitungan" ucap orang tua tersebut. Anto hanya tersenyum saja. "Kamu benar-benar menerapkan prinsip ibadah puasa, yakni Penuh Perhitungan" lanjut sang Orang Tua.
"Maksud Bapak?" tanya Anto.
"Kamu diberikan waktu 5 menit saja sama seperti puasa yang hanya diberi 30 hari. Kamu memilih benda yang paling mahal di tiap ruangan, sama, kita harus puasa dengan penuh perhitungan atau ihtisab, kita harus memilih amalan yang tertinggi pahalanya di setiap hari puasa. Mengapa kita harus puasa dan hanya tidur? Meski tidur adalah ibadah, banyak ibadah lain yang lebih baik pahalanya. kita harus memilih amalan yang pahalanya terbaik. Penuh perhitunganlah" jawab Bapak itu.
Anto merasa malu dan berkata, "Terima kasih, aku tidak jadi mengambil kelima hal tadi, pelajaran dari Bapak jauh lebih berharga. Terima Kasih." Setelah ijin, Anto pulang dengan janji untuk penuh perhitungan terhadap amal ibadah di bulan Ramadhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H