Ajang Canisius Education Fair merupakan salah satu kegiatan yang selalu diadakan di Kolese Kanisius setiap tahunnya bersamaan dengan Canisius Talent Fair. Ajang ini, atau yang secara populer dipanggil atas nama Edufair, menjadi suatu kesempatan tidak hanya bagi murid-murid Kolese Kanisius, tetapi untuk semua orang dari luar Kolese Kanisius untuk membuka wawasan mereka tentang pendidikan lanjut yang melebihi Indonesia.
Seringkali dalam ajang ini, akan ada pembukaan yang merupakan tarian atau pertunjukan tradisional dari suatu daerah di Indonesia. Kelas 10 sebagai penari utama, dan baru kali ini dilaksanakan bersama dengan kelas 7. Pemilihan musik dengan tarian ini seringkali tidak dari situs digital seperti Youtube dan Spotify, tetapi dimainkan secara langsung. Sudah dua kali berturut-turut pada tahun 2023 dan 2024 bahwa lagu ini dimainkan dengan instrumen gamelan Jawa.
Gamelan Jawa menjadi suatu penarik perhatian para penonton di samping tarian yang begitu besar. Namun, disayangkan sekali bahwa walau banyak orang yang berkata suka mendengarkan gamelan, tidak banyak dari mereka ingin melatih memainkan gamelan.Â
Berbagai kolektor budaya seni Indonesia dan penabuh gamelan pagelaran mengatakan bahwa sedikit anak muda yang ingin mempertahankan budaya permainan gamelan, dan hal ini hanya lebih diperburuk dengan banyaknya penabuh gamelan profesional yang sudah berumuran sangat tua. Lebih disayangkannya lagi dengan banyaknya orang luar negeri yang lebih berdedikasi untuk memainkan gamelan daripada anak-anak muda Indonesia
Penyebab Sulitnya Persebaran Gamelan
Bukanlah suatu hal kontroversial untuk mengatakan bahwa anak-anak zaman generasi Z lebih mudah berubah dan menerima perubahan kebudayaan dan keseharian. Dengan banyaknya media sekarang berpacu pada konten yang murah untuk diproduksi dan populer, tidak heran bagaimana banyak sekali anak-anak bertumbuh selalu mengonsumsi konten seperti ini dan akhirnya berkembang untuk selalu mengharapkan hal yang sama dari dunia sekitar mereka.Â
Masa modern ini juga sangat mementingkan adanya otonomi dan kemampuan yang kuat dari para anak-anak untuk bisa menavigasikan dunia digital secara efektif. Hal ini mendorong banyak orang tua untuk membiarkan anak-anak mereka dengan perangkat elektronik mereka untuk mempelajari dengan sendirinya.
Perkembangan yang begitu pesat untuk seorang anak yang menggunakan dan menerima informasi dari dunia digital membuat dirinya begitu mudah dalam menerima hal-hal yang cepat dan menyenangkan daripada membutuhkan waktu untuk diterima dan dipikirkan terlebih dahulu. Sangat disayangkan bahwa hal ini adalah hal yang begitu sangat diperlukan dalam permainan gamelan.
 Hal ini bukanlah hanya menyangkut ritme gamelan yang begitu mudah berubah dari pelan ke cepat dan sebaliknya, tetapi perlunya kesabaran dan fokus penuh dalam memainkan pada setiap saat.
Seorang penabuh gamelan tidak akan dapat secara mudah memainkan gamelan apabila dirinya sendiri tidak dapat menyesuaikan dan bekerja sama dengan penabuh gamelan lain. Karena gamelan tidak hanya dimainkan oleh satu orang saja, mengetahui bahwa setiap penabuh sama pentingnya, secara ironis, menjadi hal yang terpenting dalam benak setiap penabuh.Â
Seringkali, kesulitan tersebut datang dalam lamanya sekelompok penabuh gamelan harus berlatih untuk menyelesaikan satu lagu tanpa banyak ataupun tidak ada kesalahan.Â
Hal tersebut yang paling sulit untuk dilaksanakan bagi banyak orang, terlebih bagi orang dewasa yang baru mulai mempelajari gamelan dengan usia tua. Bahkan, walaupun pelajar berusia remaja itu mudah beradaptasi dengan apa yang mereka pelajari, rentang perhatian yang sangat pendek menjadi suatu hambatan yang sangat sulit untuk dihadapi.
Kini, bermain gamelan dengan pelajar merupakan suatu pedang bermata dua yang begitu sulit untuk dikendalikan. Pada satu sisi, para pelajar mudah mengingat pola-pola yang terdapat dalam notasi gamelan dan beradaptasi dengan situasi, apabila kekurangan atau terjadi pemindahan penabuh. Pada sisi lain, para pelajar juga sulit menahan mata mereka kepada gamelan, terutama dengan distraksi ponsel.Â
Seorang pelajar yang memiliki kesadaran tentunya dapat memilih kapan untuk menggunakan ponsel dengan baik, tetapi tidak semua pelajar seperti itu, dan pelajar tersebut sulit ditemukan di masa ini.
Dampak Kurangnya penabuh
Dengan kurangnya penabuh gamelan dalam negeri, tidak heran pula bahwa banyak peminat gamelan sekarang dari luar negeri. Begitu banyaknya orang asing mendedikasikan diri mereka untuk bermain gamelan sampai terlihat seolah-olah gamelan itu merupakan budaya mereka, walaupun sebetulnya selalu milik Indonesia.Â
Hal tersebut menjadi keprihatinan yang besar ketika melihat bahwa di Indonesia, banyak orang merasa kesulitan untuk memainkan gamelan. Dimulai dari kesulitannya mengumpulkan orang-orang untuk bermain gamelan, sampai memindahkan alat-alat gamelan ke lokasi secara utuh dan aman, tidak banyak orang ingin mengurus hal tersebut secara terus-menerus.
Mentalitas ini berbeda dengan orang luar. Bagi mereka, gamelan yang selalu dimainkan memiliki suara dan sonoritas yang khas, dan hasilnya selalu sepadan dengan upaya yang mereka berikan untuk melatih dengan sebaik-baiknya. Maka dari itu, mereka lebih mudah untuk menerima gamelan sebagai hal yang spesial, dan tidak hanya melihat suatu kumpulan instrumen.
Aksi-Aksi yang Diambil
Tidak dapat dikatakan efektif apabila pemerintah memaksakan gamelan untuk dipelajari, melainkan, seharusnya lebih diberikan insentif untuk memainkan gamelan dalam keseharian masyarakat. Dengan banyaknya keluhan penabuh gamelan berporos pada kesulitan untuk menyiapkan gamelan untuk dimainkan, maka perlu upaya untuk memberikan kemudahan bagi kelompok-kelompok yang ingin menampilkan gamelan.Â
Secara simplistik, semua hal dapat dimulai dari mengurangi kesulitan bagi penabuh yang sudah memainkan gamelan dari lama, sehingga orang lain tidak begitu terintimidasi dengan proses dan pelaksanaan penampilan gamelan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H