Mohon tunggu...
Christophorus Daniel Kurniawan
Christophorus Daniel Kurniawan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Murid

Filosofer abal-abalan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengolah Rasa, Mencintai Budaya Melalui Kanilaras

18 September 2024   23:56 Diperbarui: 19 September 2024   00:33 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alunan suara para pemain karawitan menggema di dalam ruangan yang amat penuh dengan orang. Dengan begitu banyaknya dari mereka yang melihat dengan penuh pesona, adapun mereka yang terpaku dengan diri mereka sendiri. Bagi mereka itu, seni karawitan hanyalah suara belakang layar. Namun, bagi orang lain, karawitan itu yang dijiwai oleh mereka. Itulah seni mengolah rasa.


Pendengar dan Perasa Budaya
Budaya seni karawitan bukanlah suatu hal yang asing, bahkan dalam ranah masyarakat yang bisa dikatakan berkembang---seperti DKI Jakarta---pasti ada beberapa orang yang pernah mendengar. Namun, sayangnya, banyak orang hanya bisa berkata sampai itu saja---mendengar. Tidak banyak dari mereka yang pernah mencoba, dan lebih tidak banyak lagi yang pernah merasakan secara personal. Lebih sayangnya, perasaan yang melebihi dari sekadar mendengar saja itu yang sebenarnya diperlukan untuk melawan pengaruh globalisasi dan modernisasi yang semakin lama semakin kuat.

Jakarta, yang menjadi pusat dari Indonesia, harus menyesuaikan begitu banyak dengan dunia luar yang ingin pula memberikan dampak mereka ke Jakarta. Dengan begitu, Jakarta juga cenderung lebih terbuka akan perubahan dan mengikuti tren-tren baru daripada mempertahankan tradisi lama. Begitu pula hal tersebut termasuk budaya seni karawitan, yang walaupun sudah begitu lama menjadi identitas besar Indonesia, sekarang hanya terlihat sebagai novelty di mata masyarakat modern---seburuk-buruknya, hanya diperlihatkan sebagai musik latar.

Kini, Kolese Kanisius mulai mengambil langkah-langkah besar untuk menjaga budaya tersebut sehingga masyarakat Jakarta tidak sekadar meninggalkannya di masa lalu. Hal ini mereka mulai dengan penetapannya ekstrakurikuler SMP dan SMA bernama ekstrakurikuler Kanilaras---gabungan dari "Kanisius" dan "laras". Walaupun secara efektif baru berjalan selama sedikit lebih dari setahun, Kanilaras sudah mulai menunjukkan kemampuannya dalam menjaga budaya seni karawitan yang seolah-olah tertinggal begitu saja.

Sesepuh yang Begitu Percaya akan Budaya
Pada tahun 2018, Kanisius memulai langkah-langkah untuk mengimplementasikan gamelan dengan sebuah komunitas bernama Kanilaras, yang hanya berisi guru-guru yang berminat memainkan dan menjaga seni karawitan. Beberapa kali setelah pendirian itu mereka bertugas di Kapel Kanisius, memainkan alunan lagu-lagu Katolik untuk pada umat yang mengikuti misa, mengisi kapel tersebut dengan sonoritas gending dan lancaran yang seolah-olah terasa sama saja, tetapi setiap kali ada perbedaannya.

Pada tahun 2019, mulai datanglah suatu ekstrakurikuler bagi anak-anak SMP untuk bermain gamelan, hanya dinamakan ekstrakurikuler Gamelan SMP. Anak-anak yang dulunya begitu ingin memainkan gamelan kini memiliki wadah untuk menyalurkan kreativitas dan perasaan mereka ke dalam alat yang mereka inginkan. Setelah 6 bulan pun setelah Tahun Ajaran dimulai, banyak dari mereka bersiap-siap untuk memainkan lagu dalam misa di Kapel Kanisius, dan dimanapun mereka diperlukan.

Sayangnya, 2020 melihat kedatangannya Covid-19 yang menghambat semua perkembangan Kanilaras dan ekstrakurikuler Gamelan SMP. Karena itu, gamelan di Kanisius terpaksa untuk mengambil kursi belakang sampai situasi tersebut membaik. Lebih baik aman daripada semua orang yang berkumpul untuk bermain gamelan akhirnya terkena sakit yang sama pula.

Permulaan Pengolahan Rasa yang Ambigu
Setelah dimulainya Tahun Ajaran 2023/2024, Kanilaras mulai dibuka bagi mereka yang bersiap untuk semua murid, tidak hanya bagi yang SMP saja, tetapi termasuk yang SMA. Perlu dikatakan pula bahwa penulis dulunya merupakan anggota yang mengikuti ekstrakurikuler Gamelan SMP, dan kini masih mengikuti ekstrakurikuler Gamelan yang ada untuk SMP dan SMA, hanya saja sebagai murid SMA. Memasuki Tahun Ajaran ini, mulailah Kanilaras bukan hanya sebagai komunitas pecinta gamelan yang hanya terdiri dari guru-guru Kolese Kanisius, tetapi seluruh Keluarga Besar Kolese Kanisius yang ingin terlibat dengan gamelan.

Awalnya, ekstrakurikuler Kanilaras tidak melihat banyak peminat, terutama ketika mereka yang ingin masuk secara ingin sendiri hanya sebanyak 4 orang saja, termasuk penulis. Namun, ketika datangnya hasil seleksi, ada lebih dari 13 orang yang diambil oleh Kanilaras SMA, sampai hampir kepenuhan ruangan latihan saat itu. Lebih mendorong lagi, Kanilaras SMA diminta untuk saat itu langsung mempersiapkan untuk pembukaan CC Cup yang dijalankan pada awal Oktober, padahal melihat bahwa hampir semua dari kami belum ada pengalaman bermain gamelan, pasti tidak akan bisa diselesaikan.

Walaupun seperti itu, Kanilaras SMA tetap maju. Hampir setiap hari mereka berlatih dan terus berlatih, mengolah rasa dan menyatukan emosi dengan gamelan yang berada di depan dan di sekitar mereka. Akhirnya, hari untuk pembukaan CC Cup tersebut datang, dan syukurlah ketika semua dari kami berhasil memainkan pembukaan itu hanya setelah satu bulan berlatih.

Pengalaman Kanilaras SMA ini tidak hanya memaksa mereka untuk berlatih dan beradaptasi dengan cepat, tetapi sekaligus menunjukkan bahwa ekstrakurikuler Kanilaras dapat menjaga dan melaksanakan kewajibannya untuk menampilkan yang terbaik dalam kegiatan apapun. Maka dengan itu, perjalanan ekstrakurikuler Kanilaras terisi dengan begitu banyak latihan, dari kegiatan Porseni yang diadakan pada Desember 2023, sampai adanya pelaksanaan misa Minggu Palma pada Maret 2024. Dari itu pula, Kanilaras datang di Tahun Ajaran 2024/2025.

Kecil-kecil Cabe Rawit, Semangat yang Memesona
Tahun Ajaran kini melihat lebih banyak murid-murid yang terdorong akan keinginan mereka untuk menjaga dan melestarikan budaya seni karawitan secara volunter. Di Kanilaras SMA, lebih dari sepuluh murid kelas 10 mendatangi ekstrakurikuler gamelan secara sendirinya, dan ditambahkan dengan dua orang yang gagal seleksi dan lima orang yang ikut dari tahun sebelumnya, melihat 17 murid SMA yang siap menjalankan tugas mereka untuk menjaga budaya di masa kini.

Mungkin hal yang tidak diperkirakan oleh penulis pada masanya sebagai ketua Kanilaras SMA adalah antusiasme dan semangat yang membara dari anak-anak Kanilaras SMP, yang terkadang bisa melebihi mereka yang dari SMA. Sudah biasa hal tersebut bisa dilihat, terutama karena mereka masih muda dan belum merasakan kesulitan yang dilewati oleh mereka yang kelas 10, dan mereka tidak takut beropini seperti mereka yang dari SMA. Seringkali, penulis melihat bahwa perasaan sama yang ia rasakan dalam dirinya ketika pertama kali menampilkan seni karawitan Kolese Kanisius di lingkungan CC Cup.

Melihat begitu banyaknya orang yang berminat mengikuti Kanilaras SMP dan SMA, penulis tidak begitu takut akan masa depan pelestarian dan penanaman budaya seni karawitan di ranah pelajar remaja. Begitu pula, sebagai ketua Kanilaras SMA yang pertama, penulis dapat merasakan bahwa walaupun posisi itu telah diberikan kepada seorang anak kelas 11 yang ia percayai, tugasnya pun masih belum selesai sampai sini.

Seharusnya, Dewasa Lebih Mengerti
Menurut penulis, pelestarian dari budaya seni karawitan sudah sepantasnya melebihi ranah pelajar di Kolese Kanisius dan berbagai sekolah-sekolah lain. Daerah Yogyakarta dan Solo melihat banyak sekali pelestarian budaya gamelan oleh para dewasa dan sesepuh, dan seharusnya semakin dewasa berarti semakin mengerti bahwa apa yang menjadi identitas bangsa kita harus tetap kita lestarikan bagaimanapun caranya.
Sebagai anggota dari komunitas Kanilaras ini, saya berharap bahwa Anda---pembaca, teman, ataupun guru---dapat datang ke Kolese Kanisius untuk menemukan hal-hal baru dari penampilan kami di dalam komunitas Kanilaras.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun