Mohon tunggu...
Christopher Jaya
Christopher Jaya Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penulis ini lahir di akhir milenium, 26 April 1999. Berarti dirinya baru memanasi bangku SMA. Penulis ini tertarik menuliskan cerita, filosofi, pelajaran dan perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hina Saja LGBT

24 Februari 2016   19:20 Diperbarui: 24 Februari 2016   19:51 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jadi, setelah sekian lama saya tidak menulis lagi, akhirnya saya buat postingan baru!

Dan topiknya... mengenai para penyuka sesama jenis. Ya ampun Gusti, ampunilah hamba!

LGBT adalah singkatan dari "Lesbian, Gay, Bisexsual, and Transgender" merupakan istilah yang menunjuk kepada sekelompok orang yang memiliki 'kelainan' orientasi seksual. Kelainan ini, sekali lagi, tidak bersifat genetis tentunya (atau bisa ditular oleh virus; ada yang percaya kalau ada virus semacam itu) namun muncul karena faktor pilihan bebas manusia dengan berbagai macam alasan. Misalnya, sering ditolak gebetan, bosan dengan kelamin sendiri, atau ingin bersikap 'anti-mainstream'.

Saat saya mengatakan fenomena ini adalah semacam kelainan, dengan kata lain itu sama saja dengan penyakit. Benarkah?

Dalam opini saya, yep. Cowok yang lebih demen sama yang ganteng-ganteng jelas lagi terkena penyakit. Penyakit mental, tentunya. Karena hal ini melawan kodrat alam. Hanya manusia saja yang tertarik berhubungan badan (atau dengan kata lain, secara seksual) dengan sesama jenisnya. Terutama, hal ini tidak masuk akal secara ilmu biologi, karena mahluk hidup harusnya berusaha untuk 'bereproduksi'. Butuh dua oknum berbeda kelamin yang melakukan hubungan seksual untuk bisa dikatakan 'reproduksi'.

[Hoi Chris! Sori, tapi bagi kami, memilih untuk jadi Gay/Lesbian/Biseks/Transgender adalah prinsip! Kita nggak sakit jiwa kok!]

Jelas itu kelainan jiwa, bodoh!

Eh, kecuali mungkin, kalau peristiwa itu disebabkan oleh kelainan hormon. Maksudku, perasaan cinta, dan keinginan untuk 'tidur bersama' dikendalikan oleh otak, tapi pemicunya disebabkan oleh hormon. Jadi, kalau misalnya hormon yang mengaktifkan 'cinta pada pandangan pertama' nggak bekerja, dan hanya bekerja untuk sesama jenis, bisa saja bukan?

Tapi studi menunjukkan kalau harus ada suatu peristiwa traumatik agar seseorang bisa mengalami kelainan sampai segitu. Soalnya kelainan hormon kebanyakan terjadi dengan dua statement: Kebanyakan hormon atau malah nggak ada sama sekali. 

Ngomong-ngomong, hormon yang saya maksud disini namanya Oxytocin.

Bang oxytocin ini, kalo nggak ada, akan membuat seseorang melihat pasangan lawan jenisnya seperti melihat kulkas. Atau rak buku. 

Tapi kalau kebanyakan, wuidih, bisa bahaya efeknya. Bila korban (perhatikan saya menggunakan kata korban di sini) tidak bisa menahan diri, maka bisa memicu perbuatan-perbuatan asusila.

 

Balik lagi ke kasus homo diatas, oxytocinnya entah bagaimana keluar di saat yang salah.

Jadi, nggak bisa kita bilang kalau selamanya LGBT adalah prinsip. Yang berarti, dalam beberapa kasus, bisa saja itu menjadi prinsip hidup. 

***

Diputus cinta, atau disakiti oleh orang yang kita cintai, bisa menimbulkan trauma yang dalam. Dan trauma yang dalam berarti butuh penyembuhan yang nggak mudah juga. Terutama, nggak cepat. Ada orang yang mengobati rasa sakitnya dengan makan sebanyak-banyaknya. Ada yang minum alkohol hingga mabuk berat. Ada pula yang kemudian melakukan aksi-aksi anarkis karena tidak bisa membendung emosi. Yang jelas, setelah itu, mereka akan mengubah 'sedikit' dari cara hidup mereka. 

Ingat, kadang 'sedikit' itu bisa berdampak amat besar. Seperti salah menyetel alarm yang harusnya '5 A.M' ke '5 P.M'. 

[Maaf, penulis mendadak jadi curhat begini. Duh...]

Menjadi homo, atau transgender, bisa dianggap dari perubahan jalan hidup. Mungkin dulu dia sering sekali di tolak cewek, jadi memilih untuk menyukai cowok saja, atau mengubah gender jadi cewek agar bisa jalan dengan cowok (buset, endingnya jadi mirip yak?).

Oh ya, kasus 'transgender' bisa jadi agak sedikit lebih rumit. Karena bisa jadi itu demi alasan keuangan, seperti yang para cowok Thailand lakukan di negaranya. Tapi ingat, ada juga bagian dari mereka yang menolak budaya mengganti kelamin.

Apalagi Indonesia. Yang mana tidak ada LGBT dalam budayanya. Jadi, jalan hidup yang diambil para oknumnya merupakan jalan yang 'seriusan anti-mainstream'

Baik, saya berharap para pembaca disini semuanya adalah warga-warga yang normal. Yang cowok suka sama cewek, yang cewek suka sama cowok, dan semua cinta pada kelaminnya masing-masing. Terus bagaimana reaksi kita terhadap LGBT? Patutkah mereka untuk dikucilkan, dan dianggap sebagai sampah masyarakat?

Kuncinya adalah, dari kata 'kelainan'. Itu situasi tidak normal yang harus disembuhkan. Saya berharap Indonesia bebas dari LGBT, sama bebasnya dengan pengguna rokok, atau sinetron yang tidak mendidik. Tapi selama mereka ada, yang harus kita lakukan adalah bukan dengan jelas terang-terangan menghina mereka. 

OOW, judul diatas itu berarti gimana dong? Saya bilang 'Hina saja LGBT', bukan "Hina para penganut LGBT'. Kita sebagai bagian dari masyarakat normal harus membantu mereka keluar dari masalah itu. Ada banyak jalan, seperti bila ada temen cowok anda yang homo, yah, mungkin anda bisa mengenalkan cewek lain untuk dicomblangkan? Atau mungkin mengingatkan saja kalau di Indonesia, hal itu dirasa kurang patut. Atau menunjukkan kalau 'punya pasangan beda jenis itu lebih asik lho, bisa saling melengkapi'

Di sisi lain, ada fenomena yang menjadikan hal itu sebagai bahan hinaan untuk sesama warga normal lainnya. Seperti saat si A lihat B dan C yang cowok jalan duaan, terus berkomentar, "Cieee, jalan duaan! Homo lu!". Oh, B itu anaknya C sih, jadi ada kemungkinan bokapnya si C ngebabuk tuh anak.

Dampaknya nggak bagus, karena 'labeling' bisa menjadikan orang yang di labeli menjadi apa yang dilabelkan. Biar efeknya positif, coba ganti frasa 'Homo lo!' dengan 'Normal lo!', siapa tahu bisa mengurangi calon pengidap LGBT di Indonesia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun