Mohon tunggu...
Kristoporus Ricky Richardo
Kristoporus Ricky Richardo Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Biarawan

Mencoba untuk lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Etika Sosial dan Konsep Negara Menurut Thomas Hobbes

1 Oktober 2021   12:44 Diperbarui: 29 Maret 2022   21:45 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara yang dibentuk atas dasar gagasan Hobbes ini merupakan negara dengan peran yang absolut, artinya negara yang memiliki kekuasaan tertinggi, tanpa kompromi dan otoriter, seperti negara 'Leviathan' yang dimaksudkan oleh Hobbes. 

Dari sisi baiknya, bentuk negara yang seperti ini memang bisa untuk mengendalikan kehendak bebas setiap individu, akan tetapi sisi buruknya adalah negara bisa bersikap semena-mena terhadap rakyat apabila tidak sesuai dengan kehendak pemerintah.

Hobbes seharusnya melihat bahwa pernyataan manusia sebagai 'homo homini lupus' harus diganti dengan 'homo homini socius' (manusia teman bagi yang lain), mengapa? Karena manusia bukan melulu hidup berdasarkan rasionalitas saja. Mereka juga memiliki kepekaan untuk peduli terhadap yang lain. Banyak contoh teladan dari orang-orang yang rela melepaskan keinginan pribadinya demi kepentingan orang lain. 

Di India misalnya, ada Suster Theresa yang membaktikan dirinya untuk melayani orang-orang miskin dan tersingkirkan di Kalkuta. Ada pula Fransiskus dari Assisi, seorang anak pedagang kain yang rela melepaskan kenikmatan hidup untuk melayani dan merawat orang miskin, dan masih banyak contoh yang lain.

Artinya, pandangan Hobbes tentang manusia yang hanya mementingkan keinginan pribadinya tidak bisa sepenuhnya dijadikan dasar pembenaran argumentasinya. Bukti bahwa masih banyak orang yang peduli satu kepada yang lain bisa menjadi bahan perbandingan. 

Setiap manusia memiliki cita rasa kebaikan di dalam dirinya, tinggal bagaimana mereka mengasah dan mempertajam kebaikan itu lewat pendidikan dan membangun sikap hidup yang baik di dalam keluarga dan masyarakat. 

Setiap manusia memiliki akal budi dan perasaan. Kedua entitas ini harus bisa berjalan bersama dan saling melengkapi. Homo Homini Lupus yang digagas oleh Hobbes hanya salah satu sudut pandang dalam melihat situasi hidup manusia. Oleh karena itu, gagasan ini tidak bisa dijadikan kebenaran mutlak.

Di dalam tatanan hidup bersama sebagai masyarakat yang majemuk, hendaknya kita saling menghargai nilai-nilai perbedaan yang terkandung di dalam setiap ras, agama dan budaya. Tiap-tiap ruang memiliki nilai keutamaan yang tidak bisa dicampur adukan dengan nilai keutamaan yang lain. 

Seperti contoh, meskipun Indonesia mayoritas masyarakatnya beragama Islam, tetapi orang-orang Islam tidak bisa dan tidak boleh memaksakan kehendak mereka untuk menyeragamkan seluruh Negara Indonesia menjadi satu warna saja. Mereka harus tetap menghargai orang-orang lain yang mempunyai iman yang berbeda dengan mereka. Keberagaman itu indah asal mau saling menerima.

Jadi, belajar dari apa yang disampaikan oleh Thomas Hobbes, mari kita merubah Homo Homini Lupus menjadi Homo Homini Socius. Setiap orang boleh punya keinginan pribadinya, tetapi sebagai orang yang hidup bersama dengan yang lain, mari kita juga memberi perhatian kepada kebutuhan orang-orang lain yang ada di sekitar kita.

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun