BERAGAMA, menjadi salah satu topik yang semakin relevan di tengah masyarakat Indonesia. Menteri Agama, Yaqut Cholil Quomas (2023) menyatakan bahwa Indonesia mengalami peningkatan persentase dalam toleransi beragama. Menurut indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB), persentasenya meningkat pada tahun 2023 menjadi 76,02% dari 73,09% di tahun 2022.Â
Data tersebut menggambarkan situasi sosial Indonesia yang semakin kian membaik. Hal tersebut mencerminkan bahwa di balik latar belakang yang berbeda-beda, terdapat satu hal yang menyatukan kita semua, yaitu kemanusiaan.Â
"Kami mungkin memliki agama, bahasa, dan warna kulit yang berbeda, tetapi kita semua berasal dari satu ras manusia." (Mahatma Gandhi)
Peningkatan nilai toleransi di Indonesia menjadi sinyal baik bagi keberlangsungan beragama di negara ini. Banyak kegiatan yang gencar dilakukan oleh masyarakat dalam mengembangkan toleransi, seperti "Ekskursi" yang diadakan oleh Kolese Kanisius.Â
Di tengah keberagaman dan pluralitas, kegiatan ekskursi hadir untuk memperkenalkan Kanisian (sebutan untuk siswa Kolese Kanisius) kepada agama islam dengan cara yang unik. Sebagai siswa dari sekolah Katolik, Kanisian diajak untuk turut ambil serta dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang santri di pesantren. Pada perjalanan kali ini, Kanisian secara khusus melakukan ekskursi ke Pesantren Al Marjan, Lebak, Banten.
Ekskursi para Kanisian dimulai pada hari Rabu, 30 Oktober 2024. Perjalanan ini bukan hanya sekedar sebuah kegiatan rutin, melainkan sebuah pengalaman baru yang memperkaya pemahaman tentang arti toleransi di tengah keberagaman.Â
Sejak awal, tujuan ekskursi ini adalah untuk mengajak para siswa mengenal lebih dekat tentang kehidupan pesantren, suatu lingkungan yang mungkin belum banyak mereka ketahui.Â
Ekskursi Dimulai
Perjalanan jauh selama 4 jam mereka tempuh menggunakan bus. Hamparan gedung-gedung tinggi Jakarta perlahan meredup, digantikan oleh pedesaan Banten yang lebat akan pohon dengan hawa sedikit panas. Perjalanan ini membawa mereka pada sebuah dunia yang berbeda, tetapi sarat akan makna.Â
Setibanya di pesantren, mereka disambut dengan kehangatan dan kerendahan hati para santri. Salah satu momen yang paling berkesan bagi mereka adalah ketika mendapatkan julukan "Mang", sebuah simbolisasi kerendahan hati yang diajarkan kepada setiap santri di sana. Julukan ini menyadarkan kami (Kanisian) bahwa setiap manusia--tanpa memandang latar belakangnya--memiliki martabat yang sama dan harus saling melengkapi.