Interaksi para Kanisian dengan para santri mengajarkan banyak hal, makan bersama contohnya. Kegiatan makan di sini dibungkus dengan cara yang unik dan kental dengan nilai hidup.Â
Bayangkan sebuah anak kota yang terbiasa makan dengan menggunakan piring masing-masing, di sini mereka harus jongkok melingkar bersama santri lain mengelilingi nampan. Terdapat 5--7 orang dalam satu nampan dengan diameter sekitar 60 cm. Di sini, tangan menjadi sebuah sendok alami yang digunakan untuk makan. Saling berbagi nasi, lauk, ebi, dan tempe merupakan pengalaman indah tentang kesetaraan.Â
Menjadi Seorang Santri untuk Sementara
Menjadi seorang santri, para Kanisian mulai membiasakan diri dengan peraturan dan pola yang berlaku di Pesantren Al Marjan. Peci di kepala, sarung di pinggang, dan kemeja lengan panjang mereka gunakan untuk menyelaraskan diri dengan santri lain. Mereka diundang untuk hadir dalam kegiatan Malam Pertunjukkan yang diisi oleh berbagai penampilan santriwan dan santriwati di sana.Â
Dalam kegiatan Malam Pertunjukkan, Kanisian banyak mengenal budaya baru, khususnya yang berhubungan dengan agama Islam. Kanisian belajar dan mengenal bagaimana alat musik, seperti rebana, tumbuk pinggang marawis, dan gendang dapat menyatu dalam harmoni musik dalam bahasa Arab yang mereka nyanyikan.Â
Selain itu, para Kanisian juga mulai berbaur secara lebih mendalam dengan para santri. Bertukar pikiran menjadi salah satu jembatan yang mempererat hubungan mereka dengan santri. Sungguh tak terduga, para santri ternyata sangat antusias untuk mendengarkan cerita para Kanisian hingga larut malam.
Hari berganti, matahari belum sempat terbit, para santri dan Kanisian sudah duduk melingkar di sekitar nampan.Â
Ya, para Kanisian mengikuti puasa bersama di hari Kamis. Dengan muka yang masih kusut, mata berair, dan pikiran yang kosong, para Kanisian bersama para santri lahap menyantap makanan sahur. Antusiasme tetap terpancar di wajah mereka karena ini merupakan kali pertama bagi mayoritas Kanisian untuk menjalani puasa penuh (tanpa makan dan minum).Â
Beralih ke pagi hari, tepatnya pukul 7 pagi waktu setempat, para Kanisian turut masuk ke kelas-kelas di pesantren untuk mengikuti dinamika pembelajaran bersama para santri. Tak seperti pelajaran sekolah pada umumnya, di pesantren Al Marjan ini juga mengajarkan pembelajaran tentang agama Islam.Â
Ilmu baru banyak didapatkan oleh para Kanisian yang mengikuti pelajaran-pelajaran tersebut. Selain itu, sebagian Kanisian juga turut diminta untuk mengajar di dalam kelas-kelas, kayaknya seorang guru. Mereka mengaku sangat senang dan antusias selama menjalani dinamika di kelas-kelas.Â
Selain ikut serta dalam dinamika pembelajaran, para Kanisian juga mengikuti dinamika kegiatan lainnya. Kanisian diajak untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan tentang agama masing-masing, lebih tepatnya Katolik dan Islam.Â