Gelar profesor bagaikan langit dalam dunia seorang akademisi. Langit yang seharusnya hanya diberikan kepada individu yang telah menunjukkan dedikasi luar biasa terhadap ilmu pengetahuan dan memiliki integritas yang tak terbantahkan.
Gelar profesor yang sering dianggap spesial sejak dahulu, sekarang mulai menjadi suatu hal yang dipertanyakan oleh khalayak. Terdapat kasus plagiarisme yang melibatkan profesor muda dari Unas Jakarta. Kasus tersebut menunjukkan adanya celah serius dalam pemberian gelar akademik tersebut di Indonesia. Hal ini menyoroti pentingnya menjaga integritas dalam dunia akademik agar gelar profesor tetap memiliki nilai dan kepercayaan masyarakat. Terdapat banyak oknum menggunakan cara yang tidak etis untuk mendapatkan status tersebut. Â
Menurut laporan dari IDN TIMES, Kumba Digdowiseiso, seorang profesor muda dari Universitas nasional Jakarta, mencatut nama sejumlah dosen dari Universitas Malaysia Terengganu (UMT) tanpa izin dalam publikasi ilmiahnya. Kasus tersebut terungkap setelah beberapa dosen UMT menyadari terdapat kejanggalan dalam daftar penulis makalah milik Kumba. Terdapat nama mereka yang dicantumkan dalam makalah tanpa mereka pernah terlibat dalam penelitian tersebut. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan seorang akademisi dengan jabatan tinggi dan menimbulkan pertanyaan besar terkait integritas dalam dunia akademik di Indonesia.
Profesor keuangan dari UMT, Safwan Mohd Nor, mengecam keras tindakan plagiarisme yang dilakukan oleh Kumba Digdowiseiso. Nor menganggap tindakan tersebut sebagai penipuan atau jurnal predator, di mana nama-nama dosen UMT dicatut tanpa sepengetahuan mereka. Lebih dari 24 (dua puluh empat) staf UMT dilaporkan telah ditambahkan dalam daftar penulis makalah tersebut tanpa persetujuan yang jelas. Kasus ini tidak hanya merusak reputasi individu yang terlibat, tetapi juga mencoreng nama institusi pendidikan yang terkait.Â
Pemberian gelar profesor dapat diibaratkan sebagai penobatan seorang raja dalam sebuah kerajaan. Hanya mereka yang memiliki darah bangsawan dan telah terbukti mampu memimpin dengan bijaksana yang layak mengenakan mahkota tersebut. Namun, jika siapa saja bisa menjadi raja hanya dengan menipu atau memanipulasi proses, maka mahkota itu tidak lagi berharga dan kerajaan akan kehilangan kepercayaan rakyatnya. Sama halnya dengan gelar profesor, jika diberikan kepada mereka yang tidak layak, gelar tersebut tidak lagi memiliki nilai dan akan merusak pondasi dunia akademik itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H