Mohon tunggu...
christinnal
christinnal Mohon Tunggu... Lainnya - Musafir

Segala cinta adalah milik Allah

Selanjutnya

Tutup

Roman

Malaikat tanpa sayap

18 Desember 2024   11:30 Diperbarui: 18 Desember 2024   11:25 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

By:

Alfridus Jehadun

            Setelah menikmati masa liburan tiga minggu kemarin, semangatku kembali menggebu bukan karena tanpa alasan yaitu  karena akan berjumpa lagi dengan kawan-kawanku di sekolah. Namun, pagi yang cerah nan indah ini rupanya memberikan sebuah cerita yang mengejutkan. Sepanjang istirahat setelah jam pelajaran Bahasa Inggris pada pagi itu, aku begitu serius memperhatikan seorang gadis yang sedang duduk termanggu di dekat jendela perpustakaan. Durjanya tak menunjukkan suatu kebahagiaan dalam dirinya atas nikmatnya masa liburan kemarin. Matanya memerah dan sayu seperti baru selesai menangis.  Aku jadi bingung dan penasaran dengan dirinya. "Apa yang sedang terjadi denganmu, Indah?" Pertanyaan itulah yang terlintas dalam pikiranku. Namun, kurasa tidak mungkin untuk segera kulontarkan pada gadis itu. Saking penasarannya, aku segera bangkit berdiri dan pergi mendekati dia dan mau mencoba untuk mengajak dia bercerita. Sayangnya, ketika kakiku hendak melangkah menaiki anak tangga satu di ruang perpustakaan, aku tiba-tiba mendengar suara seorang gadis yang memanggil namaku. Suara itu sangat tidak asing ditelingaku dan itu adalah suara Karla, pacarku yang sangat rewel. Rupanya dia memanggilku untuk duduk bersamanya dan bercerita. Karena itu aku terpaksa membatalkan rencanaku untuk mendekati Indah di perpustakaan dan aku harus berbalik menghampiri "Si rewel" itu. Sebab aku berpikir bahwa Karla akan cemburu dan ngambek jika aku mendekati Indah. Aku tidak mau tejadi lagi masalah antara aku dan pacarku tersayang.

            Sementara sedang duduk dan mendengar Karla bercerita di teras depan ruang kelas, aku terpana akan wajah  Indah,temanku yang sedang murung dan duduk menyendiri di dalam ruang perpustakaan. Aku melihat seorang cowok, bernama 'Julio' hendak menghampiri Indah. Aku senang sekali melihat mereka berduaan dan kembali berpacaran lagi setelah break beberapa hari lalu, menurutku, aku seperti sedang menonton Sinetron. Julio dengan percaya nya menyentuh kedua pundak Indah dan menyapanya dengan sangat lembut: "Hai, Ndah!" Julio memberikan senyuman yang indah kepada pacarnya meskipun gadis itu tidak menjawab sapaannya. Aku sesekali sedih melihat romantika mereka,juga Julio yang masih diabaikan oleh Indah. Tetapi aku sangat memaklumi Indah. Nampaknya dia sedang memiliki masalah yang serius sehingga ia kelihatan seperti orang yang sedang kehilangan harapan. Tetapi Julio adalah laki-laki sejati yang tak pernah menyerah mengubah suasana hati Indah.

Julio dan Indah hampir satu tahun berpacaran. Yang aku lihat mereka adalah pasangan yang sangat romantis dan langgeng. Mereka sering bersamaan mengunjungi rumahku dan mereka selalu bahagia. Namun akhir-akhir ini mereka berbeda sekali. Hari-hari ini mereka tiba-tiba penuh dengan kesedihan. Julio yang bisa dibilang cowok yang paling ganteng dan pandai bergurau di kelasku itu tiba-tiba merasa gagal membuat Indah bahagia.

Melihat kedua teman sekelas itu, aku merasa sedih dan pengen membuat keadaan mereka kembali bahagia seperti sebelumnya. Aku kasihan melihat hubungan mereka yang semakin tergerus oleh kesedihan. Aku bingung dan penasaran apa gerangan yang membuat indah tidak bahagia sampai-sampai hubungan mereka menjadi rumit begitu.

"Plak," bunyi tamparan tangan Karla di pipiku dan membuat aku sangat terkejut. "Kamu melamun apa aja sih Fir, sampai nggak sadar aku sudah lama duduk dan bercerita di samping mu?" tanya Karla dengan nada marah. Aku pun merasa bersalah karena tidak menghiraukan Karla yang lagi asik bercerita. Sembari tangan kiriku mengelus pipi kiriku yang terasa sakit, tangan kananku mendekap tangan Karla dan segera minta maaf. Karla mengajakku untuk pergi ke ruang kelas, tetapi aku belum ada niat untuk masuk ke ruang kelas karena waktu istirahat belum usai. Namun, Karla terus memaksaku dan meraih tanganku sembari memohon dengan nada yang halus: "Fir, tolonglah! Ada seseorang yang harus kamu bantu. Aku yakin kamu bisa membantunya." Aku terdiam mendengar ucapan itu. Aku merasa seperti sedang berbicara dengan Tuhan. Aku tidak dapat berkata-kata lagi, yang ada hanya menuruti permintaan itu dan dengan segera meninggalkan tempat duduk di lorong perpustakaan itu.                

Ketika sampai di ruang kelas, aku menatap kembali si gadis berwajah murung, yang tadinya duduk di dekat jendela perpustakaan. Dia terlihat sedang menangis di pelukan sahabatnya yang bernama Karolin, sepupuku yang punya kepedulia terhadap orang lain. Karolin berusaha menenangkannya dan tidak bosan mengatakan: "Ndah, jangan menangis terus! Nanti kamu sakit." Namun tangisan indah tak kunjung henti, membuat bola matanya membengkak dan air matanya terus berlinang membasahi baju Karolin. Teman-temanku yang lain tengah duduk dalam kebingungan di kursi duduk mereka masing-masing. Mereka sudah berusaha untuk menghibur gadis itu, namun gadis itu tetap saja menangis. Sementar Julio, sedang pergi meminta air minum di kantin sekolah untuk gadis itu, dengan berharap bahwa pacarnya itu dapat merasa tenang dan berhenti menangis.

 "Diakah orang yang kau maksud untuk kubantu?" tanyaku pada Karla. "Yes!" Jawab Karla sembari memainkan alis matanya. Kemudian Karla melepaskan tanganku dari genggamannya dan membiarkan aku mendekati Indah. Betapa aku berkobar-kobar ingin membantu dan menenangkan Indah. "Tuhan Inilah saatnya aku mencoba menjadi perpanjangan tangan-Mu, bantulah aku!" Demikian doaku dalam hati sebelum membantu gadis yang sedang bersedih itu. "Apa yang harus aku lakukan?" tanyaku kebingungan pada Karla.                                                              "Fir, katakan apa saja yang bisa kau katakan untuk menghibur dia," bisik Karla dan menatapku dengan mata sayu.                                                                                                         

Karolin pun juga mendekatiku dan berbisik di telingaku "Setidaknya kamu bisa membuat dia berhenti menangis, Fir. Aku yakin kamu bisa." Aku sangat bingung dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Sementara aku tidak tahu tepat penyebab Indah mengalami kesedihan yang begitu luar biasa. Selama ini aku penasaran dengan dirinya yang selalu menampilkan wajah murung dan sedih. Aku tidak sempat bertanya apa latar belakang kesedihannya itu. "Mungkinkah aku bersalah karena jarang berkomunikasi dengan dia?" Kata hatiku yang tiba-tiba mengusik.                                

 Aku pelan-pelan mendekati Indah dan menyapa dia, lalu bertanya: "Ndah kamu kenapa?" Indah belum bisa menjawab. Dia semakin mengeraskan suara tangisannya, membuat seisi ruangan itu khawatir. Teman-temanku kaget dan terheran-heran juga ketika aku bertanya seperti itu kepada Indah. Mereka semua sudah mengetahui apa alasan Indah sedemikian sedih. Mungkin hati mereka berkata bahwa saya pura-pura tidak tahu. Tetapi aku memang tidak tahu. Aku semakin bingung ketika Indah tidak menjawab apa-apa atas pertanyaanku. Aku mencoba mencari tahu pada teman-teman apa yang sebenarnya terjadi dengan Indah. Aku berbisik pada telinga Karolin dan bertanya tentang itu. Lalu, Karolin balas berbisik di telingaku dan mengatakan bahwa Indah sangat bersedih karena ditinggalkan orang tuanya. "Apa? ditinggalkan orang tua? Maksutnya gimana?" Tanyaku kebingungan. Lalu, Karolin menjelaskan bahwa sejak satu bulan yang lalu, kedua orang tua Indah tidak tinggal bersama karena terjadi KDRT dan berencana untuk bercerai. Indah merasa terpukul oleh peristiwa itu. Mendengar cerita itu, aku lansung terdiam dan pikiranku mengarah pada keadaan Indah. Aku berpikir bahwa seandainya aku berada di posisinya, aku mungkin tidak berdaya lagi menerima keadaan itu. Lalu aku berusaha mencari cara untuk menghibur indah dan menenangkan hatinya. Kemudian hatiku tiba-teba tergerak untuk mendoakan Indah aku berpikir bahwa hanya itu yang bisa aku lakukan untuk membantu Indah.

Akhirnya, aku mengajak teman-teman sekelasku untuk berdoa bersama bagi keadaan indah dan keluarganya. Teman-temanku tidak keberatan menerima ajakanku itu. Mereka justru senang dan bangga dengan ajakan seperti itu. Bahkan mereka meminta untuk berdoa rosario. Namun waktunya tidak cukup untuk itu. Waktu istirahat tinggal 10 menit lagi dan sebentar lagi guru Bahasa Inggris akan masuk kelas dan mengajar. Aku memimpin doa secara singkat saja. Aku berpikir bahwa biarpun doanya singkat, yang penting dengan sungguh-sungguh. Dalam Doa itu, aku memohon dengan rendah hati agar Tuhan sendiri yang menghibur Indah dan membatalkan rencana perceraian orang tuanya sehingga mereka kembali menjadi keluarga yang damai dan harmonis.

Rupanya Indah merasa terhibur atas doa yang baru saja kami lakukan bersama itu. Setelah berdoa, dia cukup tenang dan berhenti mencucurkan air matanya. Dia kemudian mendekatiku dan berpelukan sembari mengucapkan, "Terima kasih Fir! Atas doanya." Aku pun merasa terharu atas ucapannya itu. Dia pun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang lain yang telah berusa menghibur dan mendoakannya. Kemudian, tiba-tiba aku terngiang  kepada guru SMP ku dulu mengatakan "perkawinan dalam gereja Katolik itu dipersatukan oleh Allah dan tidak boleh diceraikan oleh manusia." Aku menuturkan itu,setidaknya orangtuanya kembali bersama lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun