Aku terpaku menatap senyum Elang. Akhir-akhir ini dia banyak tersenyum. Masih tidak percaya kalau sekarang kami sudah menjadi sepasang kekasih. Senyum sudah mulai mengembang di bibirku.Â
"Jangan sersenyum. Ini godaan." Elang menelan ludah dengan susah payah.Â
Perlahan-lahan dia berdiri menghampiriku. Suara pintu dibuka dengan kasar membuat Elang menghentikan langkahnya.Â
"Kenapa kamu nggak mau ngalah sih?" bentak Rindu yang masuk bersamaan dengan Bagus. Mereka berdua saling dorong, memaksa melewati pintu bersamaan.Â
"Sudah lewat jam besuk. Pulang sana!" usir Bagus.Â
"Hey, aku ini sahabatnya. Dia butuh aku."Â
"Hey, aku ini kakaknya. Dia lebih butuh aku dari pada kamu."Â
Mereka berdua berdiri berhadapan, saling bersedekap dengan sikap bermusuhan.Â
"Apa yang kalian lakukan di sini?" Aku menghentikan aura panas diantara mereka.Â
"Ah, kamu sudah boleh pulang. Aku sudah mengurus semua administrasinya. Sekarang kita berkemas." Bagus melangkah mendekati ranjang, tapi Rindu mendorongnya ke kiri hingga sempoyongan.Â
"Aku bantu berkemas." Rindu menarik tas ransel dan menata baju-baju milikku.Â