"Tyo, menurutmu Gina suka aku nggak?" Alip memainkan ponsel, beberapa kali menyalakan untuk melihat ada pesan atau tidak.Â
"Menurutmu sendiri?" Setyo malah balik bertanya.Â
Alip tidak langsung menjawab karena ponselnya berkedip, menandakan apa pesan masuk. Senyum berangsur-angsur mengembang. Dia meraih kunci kontak yang tergeletak di meja. "Aku pergi dulu, Gina mau dijemput." Alip melambaikan tangan sekilas sebelum melaju untuk menemui Gina.Â
Tak butuh waktu lama untuk menuju tempat cewek itu menunggu. Alip tersenyum ketika melihat wajah cemberut Gina. Cewek itu semakin terlihat menggemaskan ketika merajuk.Â
"Kok lama sih, Lip. Aku udah lumutan dan berakar nungguin kamu, mungkin sebentar lagi keluar apel dari kepalaku," gerutu Gina.Â
"Wah, seharusnya aku lebih lama biar bisa petik apel dari kepalamu. Bisa jadi berita viral nih. Seorang cewek berbuah apel karena terlalu lama menunggu seorang cowok cakep yang harusnya datang lima detik yang lalu," goda Alip.Â
"Lebay," ujar Gina sambil menutup mulut menggunakan tangan kanan, tertawa dengan tertahan.Â
"Yuk, berangkat. Kita makan dulu sebelum melihat pertunjukan Kesit."
Alip membawa Gina ke warung pop mie dekat tempat pertunjukan agar mereka tidak terlambat. Semakin lama menghabiskan waktu dengan cewek ini maka akan semakin menyenangkan hati Alip.Â
"Pop mie rasa pedas gledek dua ya, Pakde Iwan." Gina lebih dulu memesan sebelum Alip buka mulut. "Ini rasa kesukaanmu. Aku hafal sekali."Â
Alip hanya bisa mengangguk memperhatikan cewek berambut pendek yang sekarang tersenyum melihatnya. "Sepertinya aku nggak pernah cerita tapi bagaimana kamu bisa tahu?"Â
"Tahu dong, Gina gitu lho. Aku juga tahu kalau kamu nggak suka minum kopi pahit, lebih suka minum teh panas. Kamu juga suka warna hijau dari pada biru. Apa lagi ya?" Jari telunjuk Gina menyentuh dagu, mengetuk-ketuk. Pandangnnya mengarah ke langit-langit tenda." Ah, kamu suka makan udang. Bener kan?"
"Benar sekali." Sekali lagi Alip tersenyum lebar.Â
"Gin, ada yang mau aku omongin?" Ada ragu terselip dari suara Alip.Â
"Ini mienya. Semoga suka," ujar Iwan Gendut ketika menyajikan pop mie beserta teh manis panas untuk keduanya.Â
Gina segera menarik pop mienya mendekat dengan mata berbinar. "Wah, asik. Kalau makan ini jadi semangat. Tambah tenaga buat teriak-teriak waktu Kesit nyanyi."Â
"Asal jangan sakit perut aja," ujar Alip.Â
Gina menggeleng kuat-kuat. "Nggak bakal. Kamu kan tahu kalau aku suka pedas. Level pedas kita sama. Aku yakin ga bakal kenapa-kenapa."Â
Mereka berdua menikmati makanan kesukaan dalam diam. Alip terlihat bersemangat menghabiskan pop mie padahal hatinya berkecambuk. Dia menata hati untuk mengutarakan isi hatinya.Â
Segelas minuman panas bersodorkan pada Gina yang megap-megap kepedasan. Keringat muncul di dahi Gina namun cewek itu tidak terlihat keberatan. Alip mengambil tisu, mengelap keringat itu.Â
"Eh, tadi kamu mau bilang apa?"Â
Pertanyaan dari Gina membuat tangan Alip basah oleh keringat. Ini adalah waktunya bagi cowok itu untuk bicara.Â
"Sebenarnya aku suka sama kamu. Kamu mau nggak jadi pacarku?"
Mulut Gina membuka karena tidak menyangka akan mendengar hal ini. Alip semakin alah tingkah. "Maaf kalau aku nembak di sini dan dengan situasi ini. Aku cuma tidak ingin terlamabat menyampaikan isi hatiku."Â
"Tapi kenapa? Kukira kita ini berteman akrab?"Â
"Teman? Kamu hanya menganggapku teman?" tanya Alip tak percaya.Â
"Selama ini aku yakin pertemanan kita tifak akan dinodai dengan yang namanya cinta. Aku cukup yakin kalau hubungan kita bakal harmonis sepanjang masa." Gina meremas-remas tisu yang sedari tadi dipegang.Â
"Aku malah yakin kalau kamu juga memiliki rasa cinta buat aku. Seperti yang aku rasakan kepadamu."Â
Bahu Gina bergerak naik turun dengan perlahan-lahan. "Aku merasa kita mengalami yang namanya beda keyakinan. Keyakinan kita tidak sama. Kamu yakin kalau kita saling jatuh cinta, sedangkan aku yakin kalau kita adalah sahabat dekat."Â
Alip benar-benar tidak memahami situasi ini. Semua angan bahagia yang sedari tadi ada di kepala tiba-tiba hancur tanpa bekas.Â
Gina meraih tangan Alip dan meremasnya dengan lembut. "Maaf, aku tidak bisa menerima cintamu. Aku sudah jadian dengan Kesit. Selama ini kita menjadi dekat karena kamu adalah temannya."Â
Alip hanya terpaku menatap Gina. Jadi selama ini dia sudah salah mengartikan perhatian Gina. "Asem!"Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H