Betapa egois tak membiarkan kumemilih. Hingga mau tak mau harus tunduk pada perintah. Dia yang tak pernah kukenal. Haruskah kumenerimanya begitu saja.Â
Apa yang kau sembunyikan wahai calon mertua? Hingga tak satu pun kutemui gambaran wajah putramu. Seberapa buruk ini akan mempengaruhiku.Â
Tidakkah kau merasa bersalah padaku karena menyodorkan putramu. Kita tak saling mengenal. Tak bisakah kau melepasku.Â
Namun semua kobar amarah padam seketika ketika kumelihat betapa sendu matamu. Kau sama denganku. Terpenjara dalam kesepian dan rindu yang tak terbatas.Â
Oh, ingin kurengkuh tubuhmu. Tenanglah, ada aku di sini. Kita saling memiliki satu sama lain.Â
Suara lirih yang menyapa di ujung ruangan membuat kuterpaku. Inikah dia yang akan kau jodohkan denganku.Â
Ibu, haruskah aku membencimu sekarang? Haruskah kuberteriak lantang? Mengapa, Bu?Â
Mengapa tak sedari dulu kau jodohkan dia denganku. Laki-laki yang sangat kucintai itu adalah putramu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H