Mohon tunggu...
Christina Wildelia Easter
Christina Wildelia Easter Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Universitas Tanjung Pura

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Realitas Kehidupan Keluarga Penerima Bantuan Sosial di Kabupaten Kubu Raya

13 April 2024   20:12 Diperbarui: 13 April 2024   20:25 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Desa Parit Baru, Kabupaten Kubu Raya, terdapat keluarga penerima bantuan sosial yang beranggotakan 6 orang. Kepala keluarga yaitu Bapak Re Fa'ih yang berusia 37 tahun, istrinya Bu Jamilah yang berusia 37 tahun, tiga anak mereka yang masing-masing pada saat ini berumur 14 tahun, 10 tahun, dan 2 tahun, Beserta Ibunya Bu Jamilah berusia 75 tahun yang ikut tinggal bersama mereka. Pasangan suami istri ini hanya menempuh pendidikan di Sekolah Dasar.

Keluarga ini sudah menerima bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) sejak tahun 2017, jenis bantuan yang mereka terima adalah bantuan untuk anak. Setiap 3 bulan sekali keluarga Bu Jamilah mendapatkan bantuan uang sebesar Rp600.000.

Ibu Jamilah menyampaikan tanggapan terkait bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) yang diterima oleh keluarganya. "Dengan adanya bantuan PKH ini sangat membantu keluarga kami dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama untuk pendidikan anak kami, dan juga bantuan PKH ini menambah pengetahuan kami dalam mengelola keuangan rumah tangga, mencegah masalah stunting,dan lain-lain. Hal ini Karena setiap sebulan sekali terdapat  program pelatihan yang diselenggarakan bagi para penerima PKH" ujar Bu Jamilah.

Keluarga ini bergantung pada penghasilan Bapak Re'Faih, yang bekerja sebagai buruh bangunan harian. Pendapatannya berkisar antara Rp100.000 hingga Rp200.000 per hari tergantung pada ketersediaan pekerjaan. Karena pekerjaannya tidak menentu dan tergantung pada panggilan pekerjaan. Sementara sang istri berperan dalam mengurus rumah tangga dan anak-anak. Ketika ada anggota keluarga yang sakit, keluarga ini cenderung mencari pengobatan di Puskesmas karena dianggap lebih terjangkau, terutama bagi mereka yang tidak memiliki kartu BPJS.

Dokumentasi diambil sendiri
Dokumentasi diambil sendiri

Rumah yang dihuni oleh keluarga Ibu Jamilah dan Bapak Re'Faih adalah rumah milik sendiri yang berukuran 16 m2 x 6 m2, terdapat 5 ruang yang terdiri dari tiga kamar tidur, satu dapur, satu kamar mandi dengan septic tank dan closet, dan satu ruang tamu. Dinding ruangan yang ada di rumah mereka berupa kayu lapis atau yang biasa disebut tripleks, namun dinding pada dapur berupa setengah tripleks dan setengah tembok. Lantai rumah keluarga ini berupa keramik dan juga semen. Sementara atap rumahnya berupa seng. Sumber listrik yang digunakan oleh keluarga ini sebesar 450 kWh, dan mereka membayar sebesar Rp. 113.000 per bulan untuk biaya listrik tersebut. Alat kendaraan yang digunakan oleh keluarga ini adalah motor dan mereka memiliki dua buah motor. Alat elektronik yang terdapat dalam rumah keluarga ini ada satu kulkas, satu rice cooker, 2 kipas angin, 2 gawai, dan 1 mesin cuci.

Dokumentasi diambil sendiri
Dokumentasi diambil sendiri

Sumber air minum yang digunakan oleh keluarga ini berupa air hujan yang ditampung menggunakan tangki air berukuran 500 liter, namun pada saat kemarau panjang dan tidak ada air hujan sama sekali mereka menggunakan air galon sebagai sumber air minum, sedangkan untuk keperluan mandi dan mencuci mereka memanfaatkan air parit. Biasanya keluarga Bu Jamilah makan sebanyak 2-3 kali dalam sehari, sumber bahan bakar yang digunakan oleh keluarga Ibu Jamilah untuk masak sehari-hari berupa gas LPG 3kg.

Keluarga Bapak Re'Faih dan Bu Jamilah untuk saat ini  tidak memiliki tabungan karena setiap uang yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka harus mengalokasikan seluruh pendapatan mereka untuk membeli makanan, membayar tagihan, serta memenuhi kebutuhan dasar lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan. Karena itu, mereka tidak memiliki kesempatan untuk menyisihkan uang untuk ditabung sebagai cadangan darurat atau investasi di masa yang akan mendatang.

Wawancara dan observasi dilaksanakan pada Februari-Maret 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun