Mohon tunggu...
Christina Rumahlatu
Christina Rumahlatu Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Menulis untuk hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kapolres SBT Harus Segera Mengusut Tuntas Kasus Pencabulan yang Menyasar Siswi SMP di Tanah Ita Wotu Nusa

18 Februari 2023   03:39 Diperbarui: 18 Februari 2023   05:38 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Christina Rumahlatu, Pegiat HAM

Terkait kasus tindakan kekerasan seksual yang dialami salah seorang siswi SMP yang dilakukan oleh  4 orang pria di Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku, harus segera di sikapi dan diusut tuntas.

Tindakan asusila ini menambah catatan hitam praktik pelanggaran HAM yang selalu menyasar perempuan dan anak di pulau Ibu, Seram (Nusa Ina). Kasus ini juga adalah satu dari sekian banyak pratik pelecehan terhadap perempuan yang selama ini tidak mampu diangkat ke publik.

Untuk itu kasus ini harus dikawal dan diusut tuntas juga pelaku harus diberikan hukuman seberat-beratnya sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaku sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya.

Kita harus jujur menyampaikan fakta bahwa selama ini perempuan hanya dipandang sebagai masyarakat kelas dua yang dimarginalisasikan dalam ruang domestik seperti kasur, sumur dan dapur. Sehingga atas konstruksi sosial yang salah kaprah ini perempuan kerap dilihat sebatas objek seksual untuk memuaskan nafsu birahi para lelaki. Maka itu praktik-praktik penindasan terhadap martabat perempuan ini harus dihentikan karena bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan juga adat istiadat serta menganggu keamanan dan ketenteraman masyarakat.

Disatu sisi penegakan hukum secara yuridis dalam kasus kekerasan seksual fisik maupun non fisik sudah harus mengunakan UU NO 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA  KEKERASAN SEKSUAL dan tidak boleh lagi mengunakan tindak pidana umum seperti yang dilakukan dalam kebanyakan  penanganan kasus kekerasan seksual dibeberapa wilayah hukum di Provinsi Maluku dalam kurung waktu beberapa bulan terakhir ini.

UU ini adalah salah satu bentuk kebijakan afirmasi yang kemudian dapat memberikan asas keadilan dan perlindungan serta kepastian hukum bagi korban baik dalam kemudahan dalam proses penegakkan hukum, kepastian hukum dan juga menjamin apa yang menjadi hak-hak korban.

Disamping itu pemerintah melalui instansi Kepolisian Resort Kabupaten Seram Bagian Timur, AKBP Bapak Agus Joko Nugroho secara kewenangan harus menindak kasus ini dengan mengedepankan posisi korban, dalam hal ini harus memperhatikan apa yang menjadi hak-hak korban,  dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, martabat, tanpa intimidasi, dan tidak menjustifikasi kesalahan, tidak melakukan viktimisasi atas cara hidup dan kesusilaan, termasuk pengalaman seksual dengan pertanyaan yang bersifat menjerat atau yang menimbulkan trauma bagi Korban yang diatur secara tegas dalam UU NO 12 Tahun 2022 TENTANG TIDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL PASAL 22.
 

(Lindungi Generasi Alifuru Seram di Tanah Ita Wotu Nusa )/dokpri
(Lindungi Generasi Alifuru Seram di Tanah Ita Wotu Nusa )/dokpri

Karena sudah barang tentu praktik kebiadaban ini merusak bukan saja secara fisik tetapi juga mental sehingga korban akan mengalami rasa trauma yang mendalam dan berkepanjangan. Untuk itu pemerintah perlu mengusahakan pendampingan sistemik dan penanganan yang memihak kepada korban.

Disamping itu pendampingan terhadap keluarga korban juga harus diupayakan dan dipastikan sebab pendamping bagi keluarga korban bagian dari pengawalan ,penguatan serta perlindungan dan support yang dijamin dalam UU.  Hal ini juga sebagai upaya mencegah perilaku penyimpangan pelaku yang barang kali saja melakukannya manufer sebagai upaya pelemahan terhadap jalannya proses hukum dalam  mencari keadilan bagi korban seperti intimidasi, intervensi dan lain sebagainya

UPTD PPA di kabupaten SBT  juga harus proaktif merespon dan menyikapi permasalahan ini secara serius serta segera memberikan pendamping kepada korban sebagaimana apa yang menjadi hak-hak korban yang diatur dalam UU TPKS NO 12 Tahun 2022, pasal pasal 26. Baik pendamping secara hukum, psikologis maupun kebutuhan pendamping lainya.

Anggaran-anggaran yang selama ini dianggarkan guna membiayai kerja-kerja PPA sebagai upaya menciptakan lingkungan tanpa kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak harus dioptimalisasikan dan diimplementasikan agar ada kepastian hukum bagi korban lewat sistem infrastruktur birokrasi hukum yang berjalan.

Disatu sisi juga saya menyatakan sikap tegas bahwa terkait persoalan asusila ini, penegak hukum, KAPOLRES SBT harus mengususut tuntas tanpa memandang bulu artinya tidak peduli pelaku adalah anak dari strata sosial  apapun itu bahkan salah seorang anak dari pejabat publik yang memiliki kekuatan secara hirarkis kekuasaan politik maupun birokrasi sekalipun harus diproses.

Karena hukum adalah panglima yang mana menganut prinsip persamaan dimuka hukum "equality before the law" sehingga hukum harus ditegakkan atas nama independensi dari penegakan hukum itu sendiri.

Dalam studi gender dan feminisme kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak secara empiris baik fisik maupun nonfisik (verbal) menempatkan motif kekerasan seksual yang menyasar perempuan dan anak  sejauh ini adalah ketimpangan relasi kuasa. 

Relasi kuasa ini berkaitan dengan lambang, simbol dan jabatan yang melekat dalam diri pelaku sehingga melalui kuasa yang dimiliki pelaku atau keluarga pelaku merasa leluasa melakukan kesewenang-wenangan . Bahkan ketimpangan relasi kuasa ini mampu mengintervensi penegakan hukum karena tersistematis dalam infrastruktur politik dan hirarki birokrasi. Maka dari itu penting penegakan hukum yang bebas dan merdeka.

Dengan tujuan mencegah upaya motif relasi kuasa yang diantaranya pelaku adalah anak dari beberapa pejabat publik maka saya mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk bersama mengutuk, mengecam dan mengawal kasus asusila ini dalam semangat penegakan HAM dan Martabat perempuan  lewat semua instrumen demokrasi agar korban mendapat keadilan dan pelaku diproses secara tegas dan guna menciptakan lingkungan tanpa kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Nusa Ina.

Kasus ini juga akan dikawal serius oleh Gerakan Martha Christina Tiahahu Muda guna mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum bagi korban dengan melakukan kerja-kerja avokasi lewat kewenangan instansi pemerintah di pusat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun