Wajah Mbah Guru tak pernah berdusta bak telaga jernih
Riaknya bergetar halus saat disapa angin sepoi-sepoi
Tetap memesona di dalam ketenangan dan kesahajaannya
Hingga daun-daun sangat yakin dan percaya
Selalu ada jalan keluar…
Ketika membicarakan segala persoalan dengan Mbah GuruWajah Mbah Guru tak pernah berdusta seperti telaga
Kerutan di dahinya tampak begitu nyata
Menunjukkan banyak cerita hidup yang sudah dilewatinya
Senyumnya senantiasa penuh dengan nuansa kebijaksanaan
Selalu dapat mencairkan suasana yang beku tak bersahabat
Begitulah wajah Mbah Guru menghiasi kampung halaman Minuk
Mbah Guru tak hanya mengajar dan mendidik anak-anak di sekolah
Ia telah menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya
Dan saat berangkat ke sekolah dengan mengendarai vespanya...
Senyumnya benar-benar telah meninggalkan jejak kedamaian
Hingga orang-orang di kampung halaman Minuk selalu menunduk hormat
Menyapa dengan santun, “Selamat pagi, Pak Guru…”
Daun-daun juga menyaksikan orang sekampung memanggil Pak Guru dengan bangga
Karena ada sosok yang bisa menjadi teladan di kampung mereka
Kecuali neneknya Minuk yang masih kerabat dekat, memanggil Pak Guru dengan sebutan Kang Guru
Itulah yang membuat Minuk sering tersenyum-senyum sendiri
Membayangkan rupa hewan bernama Kanguru yang pernah ia dengar dari angin senja
Meski tak mendapatkan serpihan gambar untuk memenuhi sketsa di kanvas imajinasinya
Minuk tak mempermasalahkan bila ia mengenal Kanguru hanya sebatas namanya saja
Semua memang serba hitam putih pada tahun 1980-an
Baca juga: Hari Ini Empat Tahun Sudah Aku di Kompasiana
Hari ini Hari Guru Nasional
Minuk pun segera berlari menuju jembatan sejarah di dalam kehidupannya
Ingatannya tentu melayang kepada Mbah Guru yang dikaguminya
Sosok yang dipanggil Pak Guru oleh orang sekampung karena profesinya
Namun tidak bagi Minuk yang kini telah menjadi dewasa…
Guru bukan saja orang yang berprofesi mengajar di sekolah
Tetapi, guru adalah sosok yang semestinya dapat dianut dan diteladani oleh banyak orang
Dan Mbah Guru memang laik dipanggil Pak Guru oleh semua orang di kampung halamannya
Tak hanya tertuju kepada sosok Mbah Guru yang mengagumkan
Minuk juga mengingat semua para guru yang pernah hadir di dalam kehidupannya
Kakek, Nenek, Bapak, Ibu, Saudara, Para Guru di Sekolah, Kerabat dan semua orang di kampungnya
Bagi Minuk, mereka semua adalah guru-guru yang telah mencerdaskan anak bangsa dengan tanpa keluh kesah
Bagi Minuk, mereka semua adalah guru-guru yang telah membentuk karakter anak bangsa menjadi tangguh dan kuat
Mereka hanya cukup menjalankan hidup dan kehidupan ini dengan apa adanya
Agar anak-anak bangsa ini dapat menyaksikan dan mengambil banyak pelajaran dari padanya
Hari ini semua daun di rumah Minuk berbisik pada angin sepoi-sepoi
Agar tidak mengusap air mata Minuk yang tiba-tiba menetes
Semua sepakat membiarkan keindahan itu tak lagi bersembunyi
Tatkala Hymne Guru mulai menggema dan menyentuh hati
Menumpahkan hujan kasih sayangnya bagai gerimis pada jiwa-jiwa manusia
Dan semua patut mengakui bahwa Pak Sartono memang sungguh hebat
Mampu menerjemahkan keikhlasan menjadi sebuah lagu indah
Menggambarkan sosok guru sebagai patriot tanpa tanda jasa
Bagi Pak Sartono…
Guru laksana tetes-tetes embun yang menyejukkan
Saat anak-anak bangsa haus akan pengetahuan
Bagi Pak Sartono…
Guru adalah patriot tanpa tanda jasa
Yang dengan tanpa pamrih rela menjadi pelita di dalam kegelapan
Menuntun anak-anak bangsa menuju terang masa depan
Mengasah, mengasuh, dan mengasihi mereka dengan sepenuh hati
Baca juga: Oh, Embun... Minuk akan selalu mengukir nama mereka di hatinya
Menjadikannya sebagai prasasti di dalam sanubarinya
Seperti lirik indah lagu Hymne Guru yang mampu memikat semua insan yang mendengarkannya
Dan hari ini Minuk berharap dalam doa…
Semoga fondasi pendidikan bangsa ini tidak bergeser dari tempatnya
Tetap mampu menyentuh semua aspek individu seperti yang digagas oleh Sang Bapak Pendidikan
Mulai dari aspek kognitif, moral, emosional, dan juga fisik secara menyeluruh
Yang semua itu sejatinya sudah ada dan tersebar di Alam Semesta
Baca juga: Embun dan Peristiwa Pahit Masa Silamnya Bagi Minuk, pandangan Ki Hajar Dewantara tersebut memang sangat mengagumkan
Dapat menjadi kompas bagi generasi berikutnya menuju masa depan yang lebih cerah
Dan hari ini Minuk telah menyadari sepenuhnya
Sudah sepatut dan sepantasnya ia banyak belajar...
Dari pengalaman yang merupakan guru terbaik dalam kehidupan
Dengan Alam sebagai pendidik dan pengajar utamanya
Yang tanpa pamrih memberikan pancaran cahayanya
Di zaman yang terus berkembang dengan pesat
Kerutan di dahinya tampak begitu nyata
Menunjukkan banyak cerita hidup yang sudah dilewatinya
Senyumnya senantiasa penuh dengan nuansa kebijaksanaan
Selalu dapat mencairkan suasana yang beku tak bersahabat
Begitulah wajah Mbah Guru menghiasi kampung halaman Minuk
Ia telah menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya
Dan saat berangkat ke sekolah dengan mengendarai vespanya...
Senyumnya benar-benar telah meninggalkan jejak kedamaian
Hingga orang-orang di kampung halaman Minuk selalu menunduk hormat
Menyapa dengan santun, “Selamat pagi, Pak Guru…”
Karena ada sosok yang bisa menjadi teladan di kampung mereka
Kecuali neneknya Minuk yang masih kerabat dekat, memanggil Pak Guru dengan sebutan Kang Guru
Itulah yang membuat Minuk sering tersenyum-senyum sendiri
Membayangkan rupa hewan bernama Kanguru yang pernah ia dengar dari angin senja
Meski tak mendapatkan serpihan gambar untuk memenuhi sketsa di kanvas imajinasinya
Minuk tak mempermasalahkan bila ia mengenal Kanguru hanya sebatas namanya saja
Semua memang serba hitam putih pada tahun 1980-an
Minuk pun segera berlari menuju jembatan sejarah di dalam kehidupannya
Ingatannya tentu melayang kepada Mbah Guru yang dikaguminya
Sosok yang dipanggil Pak Guru oleh orang sekampung karena profesinya
Namun tidak bagi Minuk yang kini telah menjadi dewasa…
Guru bukan saja orang yang berprofesi mengajar di sekolah
Tetapi, guru adalah sosok yang semestinya dapat dianut dan diteladani oleh banyak orang
Dan Mbah Guru memang laik dipanggil Pak Guru oleh semua orang di kampung halamannya
Minuk juga mengingat semua para guru yang pernah hadir di dalam kehidupannya
Kakek, Nenek, Bapak, Ibu, Saudara, Para Guru di Sekolah, Kerabat dan semua orang di kampungnya
Bagi Minuk, mereka semua adalah guru-guru yang telah mencerdaskan anak bangsa dengan tanpa keluh kesah
Bagi Minuk, mereka semua adalah guru-guru yang telah membentuk karakter anak bangsa menjadi tangguh dan kuat
Mereka hanya cukup menjalankan hidup dan kehidupan ini dengan apa adanya
Agar anak-anak bangsa ini dapat menyaksikan dan mengambil banyak pelajaran dari padanya
Agar tidak mengusap air mata Minuk yang tiba-tiba menetes
Semua sepakat membiarkan keindahan itu tak lagi bersembunyi
Tatkala Hymne Guru mulai menggema dan menyentuh hati
Menumpahkan hujan kasih sayangnya bagai gerimis pada jiwa-jiwa manusia
Dan semua patut mengakui bahwa Pak Sartono memang sungguh hebat
Mampu menerjemahkan keikhlasan menjadi sebuah lagu indah
Menggambarkan sosok guru sebagai patriot tanpa tanda jasa
Guru laksana tetes-tetes embun yang menyejukkan
Saat anak-anak bangsa haus akan pengetahuan
Bagi Pak Sartono…
Guru adalah patriot tanpa tanda jasa
Yang dengan tanpa pamrih rela menjadi pelita di dalam kegelapan
Menuntun anak-anak bangsa menuju terang masa depan
Mengasah, mengasuh, dan mengasihi mereka dengan sepenuh hati
Menjadikannya sebagai prasasti di dalam sanubarinya
Seperti lirik indah lagu Hymne Guru yang mampu memikat semua insan yang mendengarkannya
Dan hari ini Minuk berharap dalam doa…
Semoga fondasi pendidikan bangsa ini tidak bergeser dari tempatnya
Tetap mampu menyentuh semua aspek individu seperti yang digagas oleh Sang Bapak Pendidikan
Mulai dari aspek kognitif, moral, emosional, dan juga fisik secara menyeluruh
Yang semua itu sejatinya sudah ada dan tersebar di Alam Semesta
Dapat menjadi kompas bagi generasi berikutnya menuju masa depan yang lebih cerah
Dan hari ini Minuk telah menyadari sepenuhnya
Sudah sepatut dan sepantasnya ia banyak belajar...
Dari pengalaman yang merupakan guru terbaik dalam kehidupan
Dengan Alam sebagai pendidik dan pengajar utamanya
Yang tanpa pamrih memberikan pancaran cahayanya
Di zaman yang terus berkembang dengan pesat
Hari ini, tongkat estafet itu telah jatuh pada generasi masa kini
Perlu kepekaan tinggi dalam beradaptasi untuk melanjutkan bakti kepada pertiwi
Seperti wajah Mbah Guru yang tak pernah berdusta bak telaga jernih
Riaknya bergetar halus saat disapa angin sepoi-sepoi
Tetap memesona di dalam ketenangan dan kesahajaannya
Hingga daun-daun sangat yakin dan percaya
Selalu ada jalan keluar…
Ketika membicarakan segala persoalan dengan Mbah Guru
Selamat Hari Guru Nasional….
Bandungan, 25 November 2024
*Kang Guru: Kakak Guru
*Mbah Guru: Kakek Guru
*Kang Guru: Kakak Guru
*Mbah Guru: Kakek Guru