Oh, Embun...
Waktu bukanlah sesuatu yang berlalu
Janganlah engkau pergi meninggalkanku
Menguap ke langit yang semakin membiru
Dan melupakan bahwa waktu...
Adalah sebuah dimensi arah pergerakan, di dalam kandungan Semesta RayaAku sadar engkau telah lama menanti puisiku
Yang kini masih berada di dalam kandungan angan-anganku
Melewati kontraksi demi kontraksi menuju pintu kelahiran
Melintasi ruang dan waktu dengan membawa napas kehidupan dariNYA
Benarkah itu yang dinamakan proses kelahiran alami sebuah puisi?
Menuju pertemuan-pertemuan rahasia antara pembaca dengan karya sang penulis?
Oh, Embun...
Jangan tinggalkan aku pada pembukaan pertama dari kelahiran puisiku
Jangan biarkan puisiku pupus tanpa kehadiranmu di sisiku
Puisiku memang telah lama tertahan pada sebuah ruang di alam pikiranku
Di sebuah rahim tempat cipta, rasa, dan karsa...
Yang kelak menjadi sebuah karya indah nan syahdu
Mungkinkah engkau bisa bersabar sejenak untukku?
Untuk menanti kelahiran alami dari puisiku?
Pergilah setelah di pembukaan ketiga
Jika memang tidak memungkinkan menanti proses utuh kelahirannya
Ataukah aku harus melakukan operasi caesar?
Untuk mempercepat proses kelahirannya?
Oh, Embun...
Aku mencoba mengerti hidupmu yang dibatasi oleh waktu
Tetapi, janganlah engkau pergi tanpa janji esok akan datang lagi untukku
Baca juga: Embun dan Peristiwa Pahit Masa Silamnya
Kuakui aku membutuhkan kehadiranmu
Untuk menyambut kehadiran puisiku yang akan lahir itu
Karena puisiku tak akan bersinar lembut
Tanpa sentuhan embun pagi bercahaya yang melekat padamu
Aku harap engkau sudah kembali datang kepadaku
Sebelum pembukaan kesepuluh
Pada detik-detik kelahiran alami dari puisiku
Yang lahir untuk memasuki kandungan Semesta Raya
Yang kini masih berada di dalam kandungan angan-anganku
Melewati kontraksi demi kontraksi menuju pintu kelahiran
Melintasi ruang dan waktu dengan membawa napas kehidupan dariNYA
Benarkah itu yang dinamakan proses kelahiran alami sebuah puisi?
Menuju pertemuan-pertemuan rahasia antara pembaca dengan karya sang penulis?
Jangan tinggalkan aku pada pembukaan pertama dari kelahiran puisiku
Jangan biarkan puisiku pupus tanpa kehadiranmu di sisiku
Puisiku memang telah lama tertahan pada sebuah ruang di alam pikiranku
Di sebuah rahim tempat cipta, rasa, dan karsa...
Yang kelak menjadi sebuah karya indah nan syahdu
Mungkinkah engkau bisa bersabar sejenak untukku?
Untuk menanti kelahiran alami dari puisiku?
Jika memang tidak memungkinkan menanti proses utuh kelahirannya
Ataukah aku harus melakukan operasi caesar?
Untuk mempercepat proses kelahirannya?
Oh, Embun...
Aku mencoba mengerti hidupmu yang dibatasi oleh waktu
Tetapi, janganlah engkau pergi tanpa janji esok akan datang lagi untukku
Oh, Embun...
Waktu memang bukanlah sesuatu yang berlalu
Janganlah engkau pergi meninggalkanku
Sambutlah puisiku...
Yang akan membuat hatimu membiru
Bersama-sama kita akan bersujud
Mempersembahkan puisi yang syahdu itu
Hanya kepada Sang Hyang ManonBandungan, 07 November 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H