Mohon tunggu...
Christina Budi Probowati
Christina Budi Probowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis di waktu senggang.

Hidup adalah kesempurnaan rasa syukur pada hari ini, karena esok akan menjadi hari ini....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Air Mata Sang Pujangga

6 November 2023   15:00 Diperbarui: 6 November 2023   21:13 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah dari mana asalnya
Air mata yang menjadi kaca benggala itu berkilauan
Menggulirkan puisi tanpa kata
Menetes seperti ritmis hujan
Kemudian mengalir bak anak sungai yang memanjang
Menyentuh setiap hati yang dilewatinya
Hingga daun dibuat tertegun oleh melodi yang tercipta

Entah dari mana asalnya
Air mata yang meneteskan sesal itu
Membuat daun gelisah dan bermuram durja
Tak tahu lagi kepada siapa harus bertanya
Tentang misteri di balik air mata sang pujangga
Sampai ia pun berguguran
Dalam tangis tanpa jawaban

Entah dari mana asalnya
Apakah dari sebuah janji manis yang membuat patah hati?
Ataukah dari sebuah asa yang bergulir begitu saja?
Membuat tangisan sang pujangga tak lagi berupa sajak
Tetapi, berupa kepedihan yang mengiringi linangan air mata Ibu Pertiwi
Yang dengan sareh dan sumeleh
Membasuh luka anak negeri yang berdarah-darah

Entah dari mana asalnya
Tangisan demi tangisan akhirnya bergulir dari segala arah
Dalam selimut kecewa dan duka nestapa
Hingga waktu mengubahnya menjadi tangis rasa syukur
Karena tabir telah terbuka dengan sendirinya
Dan angin surga turut menyibak kabut tebal
Yang telah lama menutupi Cahaya Ilahi

Entah dari mana asalnya
Air mata itu akhirnya menjadi digdaya
Mampu menggugah anak-anak negeri
Untuk bangkit dari buaian mimpi abadi
Mencari jalan cahaya bagi negerinya
Yang sedang tidak baik-baik saja

Luka itu memang terlalu menganga
Yang mencoba tegar malah menangis
Yang mencoba tersenyum malah semakin pedih
Harapan yang tersisa hanya berserah kepadaNYA
Dan membiarkan hukum alam berjalan dengan semestinya
Menyudahi tangis yang entah dari mana asalnya

Bandungan, 6 November 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun