Entah dari mana asalnya
Air mata yang menjadi kaca benggala itu berkilauan
Menggulirkan puisi tanpa kata
Menetes seperti ritmis hujan
Kemudian mengalir bak anak sungai yang memanjang
Menyentuh setiap hati yang dilewatinya
Hingga daun dibuat tertegun oleh melodi yang tercipta
Entah dari mana asalnya
Air mata yang meneteskan sesal itu
Membuat daun gelisah dan bermuram durja
Tak tahu lagi kepada siapa harus bertanya
Tentang misteri di balik air mata sang pujangga
Sampai ia pun berguguran
Dalam tangis tanpa jawaban
Entah dari mana asalnya
Apakah dari sebuah janji manis yang membuat patah hati?
Ataukah dari sebuah asa yang bergulir begitu saja?
Membuat tangisan sang pujangga tak lagi berupa sajak
Tetapi, berupa kepedihan yang mengiringi linangan air mata Ibu Pertiwi
Yang dengan sareh dan sumeleh
Membasuh luka anak negeri yang berdarah-darah
Entah dari mana asalnya
Tangisan demi tangisan akhirnya bergulir dari segala arah
Dalam selimut kecewa dan duka nestapa
Hingga waktu mengubahnya menjadi tangis rasa syukur
Karena tabir telah terbuka dengan sendirinya
Dan angin surga turut menyibak kabut tebal
Yang telah lama menutupi Cahaya Ilahi
Entah dari mana asalnya
Air mata itu akhirnya menjadi digdaya
Mampu menggugah anak-anak negeri
Untuk bangkit dari buaian mimpi abadi
Mencari jalan cahaya bagi negerinya
Yang sedang tidak baik-baik saja
Luka itu memang terlalu menganga
Yang mencoba tegar malah menangis
Yang mencoba tersenyum malah semakin pedih
Harapan yang tersisa hanya berserah kepadaNYA
Dan membiarkan hukum alam berjalan dengan semestinya
Menyudahi tangis yang entah dari mana asalnya
Bandungan, 6 November 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H